*jadi kependekan dari OPORTUNIS misalnya
PROLOG
Tulisan kali ini lahir dari intisari sebuah hubungan manusia dengan manusia, suatu jalinan benang-benang indah yang terpilin dengan rapi melalui ukhuwah, entah itu ukhuwah dalam hal keimanan maupun ukhuwah secara general.
Namaku Karda, pada cerita kali ini aku tak akan memperkenalkan diriku secara gamblang. Karena justru aku akan memperkenalkan kawan "spesial" yang hingga saat ini sering bersinggungan dengan kehidupanku. Arai namanya, sejak beberapa tahun lalu kami sering terkoneksi secara unik. Dari mulai menjadi anak wali dari dosen yang sama saat kuliah S1, hingga sempat mendiami beberapa kelas yang sama saat masa perkuliahan. Banyak hal yang sudah terlalui begitu saja, bukan hal yang baik sih sebenarnya, karena sejujurnya kejadiannya banyak menjengkelkan. Ah, sudahlah... Sejujurnya aku ingin melupakannya, sampai pada akhirnya...
Kita ditakdirkan untuk bertemu di dalam satu lagi kawah candradimuka yang sama, bertemu di sebuah kampus dengan pemandangan yang indah. Kukira sifat-sifat kurang baik-mu (semacam egois, apatis, tak peduli orang lain, suka datang kalau butuh aja, dll) dulu akan mereda begitu saja, apalagi dengan bertambahnya usia, kondisi jauh sekali dari orang tua, dan apalagi kaupun telah berkeluarga.
Sikap positive thinking telah melampaui akal sehatku, karena memang sejak masa orientasi di kampus teknik dulu aku mencoba mampu untuk menyerap segala esensi dan apapun pembelajaran yang bisa kudapatkan. Karena bagiku, sebagai full time life learner, tak akan pernah ada hal yang sia-sia dalam hidup, asal dimaknai dengan sepenuh hati.
Semester awal berlalu begitu saja, dengan berbagai macam "keluhan orang lain" akan sikapmu, yang entah mengapa tak pernah ditujukan padamu, melainkan diutarakan padaku, dengan alasan klasik: KAMU KAN KAWANNYA SEMASA S1. Menjadi sampah curhat dari mereka yang jengkel terhadap kelakuanmu seakan menjadi makananku sehari-hari. Sama sekali aku tak mengeluh, hal itu hanya kujadikan sebuah pijakan bahwa "aku tak boleh berlaku demikian, karena ternyata hal semacam itu adalah keburukan!"
"Eh, Karda! Temanmu itu lho, sombong sekali, masa' iya ketemu di jalan udah sama-sama lihat, akunya mau nyapa, eh dianya mlengos." ujar salah seorang kawan.
"Oh iya? Maafin dia, mungkin dia nggak tahu kamu, atau lagi nggak fokus gegara tugas dari professor." ujarku enteng
"Heh! Adik-mu tuh! Masa' iya, ditanyain sesuatu via chat balesnya lama banget, udah gitu pas jawab sama sekali nggak menjawab pertanyaan. Nih chat-nya (sambil menunjukkan percakapan padaku), jawabannya lho muter-muter, kalau nggak mau bantu mbok bilang aja!"
"Ampun, please ya, coba disampaikan saja langsung ke Arai. Ngapain laporannya ke aku sih?"
"Ya kamu kan temennya, bilangin lah!"
Lagi-lagi jawaban itu yang terlontar.
"Memangnya kamu bukan temannya?" batinku.
"Eh eh, itu Arai annoying banget sih? Giliran pas nggak ada butuhnya sama aku aja jarang nyapa, jarang ngajak bicara. Sekarang dia minta bantuanku, ganggu-ganggu melulu, memang anaknya gitu ya?"
"Hmm? Nggak tahu deh, dulu kami S1 nggak se-lab kok," ujarku berusaha masih menutupi.
"Hmm? Nggak tahu deh, dulu kami S1 nggak se-lab kok," ujarku berusaha masih menutupi.
"Halah, empat tahun lho masak nggak kenal? Males aku sama anak kaya gitu!" tukasnya lagi.
Ya Allah, salah apa hamba, yang punya masalah siapa yang diomelin siapa. Meski sejujurnya aku ingin menyampaikan apa kebenaran dari sifatmu sejak dulu, tapi apa daya, lisan ini berusaha kujaga demi menutupi aib saudaraku sendiri. Sampai pada banyak keluhan-keluhan lainnya yang jika kuceritakan satu-satu sepertinya pembaca akan bosan membaca ulasanku kali ini. Hingga pada suatu ketika nampaknya diri ini pun tak kuasa menahan sakit hati juga.
"Eh Karda! Kalau kamu punya bahan jawaban tugas tuh bagi-bagi dong! Jangan disimpen sendiri!" ujarmu padaku suatu saat.
"Hei? Aku aja baru ngerjain tengah malam lho," kataku santai.
"Ah, padahal mata kuliah semester lalu aku selalu bagi bahan," imbuhnya lagi di depan banyak orang.
Ini sudah tidak sehat, bukan lagi cara mengingatkan atau menegur yang elok. Ini salah satu upaya untuk mengesankan keburukan. Sejujurnya saat itu aku emosi, ingin rasanya aku membalas dengan ucapan:
"sorry ya, sebelum kamu kasih bahan pas semester lalu, aku udah dapet dari teaching asistant lebih dahulu. Jadi tanpa kamu kasih pun aku bisa ngerjain!"
tapi lagi-lagi lisan ini tertahan, karena aku paham saat itu di depan umum. Yang aku heran adalah, mengapa kau tak mencoba mencari tahu bahan tersebut jika ingin mendapatkannya? Toh sumbernya juga dari orang-orang yang sama-sama kita kenal. Sungguh aku heran, padahal aku mendapatkan bahan tersebut juga dengan perlahan bilang "minta tolong" pada senior yang sudah terlebih dahulu melakoni mata kuliah tersebut, dan tanpa menunggu waktu lama, mereka dengan baik hati memberikannya.
Yang aku heran adalah mengapa kau hanya menegur seseorang jika ada butuhnya, tapi sering abai dan tak menyapa ketika tak ada urusan dengannya. Apa sih salahnya memanggil atau tersenyum? Statement ini berdasar, karena banyak orang mengeluhkan demikian tentangmu padaku. Dan lagi, tentang kebiasaan mengentengkan jadwal ngelab dari professor...
"He seldom comes to lab on time or stay in lab until late like you, why?" kata salah seorang kawan internasional yang ada di labku.
"I don't know, maybe he has another work. And why you don't ask him by yourself?" jawabku singkat.
Pernah aku menyampaikan itu padamu? TIDAK sama sekali, karena kuharap sang penanya akan menanyakan padamu sendiri, dan pada akhirnya kamu akan ter"tampar" dengan sendirinya. Dan mengubah sikap kurang baikmu sendiri.
Banyak hal yang sejujurnya aku ingin sampaikan padamu, tentang peringatan-peringatan yang mereka sampaikan padaku, tapi apa daya aku bukan siapa-siapa kok bagimu, hanya ORANG YANG BISA DITEGUR KETIKA ADA BUTUHNYA, DAN DIKOMPLAIN KETIKA AKU MELAKUKAN HAL BURUK DI MATAMU.
Mengapa memakai capslock? Ya, karena aku pun ternyata merasakan hal yang sama dengan orang-orang yang mengeluhkan tentang kelakuanmu.
Di hari Selasa lalu, beberapa saat setelah meeting selesai, aku duduk di lobby gedung kita, dalam gelap. Jelas sekali kau melihatku, menengok ke arah tempatku duduk. Niat hati ingin balas menyapa jika kau menegurku. Tapi ternyata apa yang terjadi? Kau memalingkan muka dan melanjutkan perjalanan menuju pintu keluar. Entah saat itu memang kau sengaja memalingkan muka karena tahu bahwa kau SEDANG TAK BUTUH aku, atau memang kau tak tahu bahwa itu aku. Aku masih berusaha positive thinking padamu, meski mulai berat.
"Lho itu tadi bukannya TEMAN-mu ya, Kar?" ada penekanan di kata TEMAN, tanya dua sejoli yang saat itu ada di dekatku.
"Iya," jawabku malas, aku paham ke mana arah pembicaraan mereka.
"Tadi lihat, kok nggak nyapa?" selidik mereka. Kujawab dengan angkat bahu, tanda malas menanggapi. Karena sudah sering ignorance-mu semacam itu melandaku, jika kau TAK ADA BUTUHnya denganku. Berbeda 180 derajat ketika kau sedang membutuhkan bantuan.
"Oh brother, ini 2017 lho! Kita udah kisaran usia 22 atau 23 tahun lho! Masih aja APATIS dan OPORTUNIS semacam itu? Paham kok, kita tak selalu butuh orang lain, kita juga bisa berusaha sendiri dengan tanaga dan pikiran kita sendiri, tapi apa salahnya sih membangun relasi yang baik dan tak sekedar pencitraan "jadi baik" saat ada butuhnya aja? Tolong lah, mari mengubah sikap BODOH semacam itu. Aku muak dengan keluhan mereka terhadapmu. Ada api yang menjalar pasti ada pemantiknya kan? Dan pemantik itu bukan dari orang yang bereaksi terhadapmu, coba BERKACA deh! Kamu berlaku seperti apa ke mereka sehingga mereka mengeluhkan hal-hal negatif itu tentangmu? Please brother, hidup kita masih panjang, dan kita makhluk sosial. Aku paham sekali kamu lebih ahli dan expert dalam pengetahuan hab'luminAllah, yang otomatis seharusnya kamu pun bisa menerapkan hab'luminannas lebih baik dari orang lain."
Maaf jika aku terkesan marah atau seperti apa, ini semata-mata hanya demi kebaikan kita bersama, agar apa yang kita lakukan bisa diterima bagi lingkungan sekitar kita. Karena seyogyanya makhluk sosial adalah mampu berinteraksi satu sama lain dan beradaptasi dalam komunitas masyarakat.
PROLOG
Sejujurnya satu hal yang aku ingin sampaikan di tulisan kali ini adalah: please jangan bebal. Ubah sikapmu pada mereka jika ingin orang lain memberlakukan sikap yang positif juga kepadamu. Mulailah PEDULI dengan orang di sekitarmu, Bukankah MENYAPA atau sekedar TERSENYUM pada orang lain ketika bertemu adalah ibadah paling mudah? Dan lagi, perbaiki hubungan dengan siapapun, baik ketika kau memerlukan ataupun tak membutuhkan bantuan mereka!!!
No comments:
Post a Comment
Budayakan comment di setiap situs yang anda kunjungi...
Untuk memulainya, silakan dibiasakan di dalam blog Pujangga Tanpa Inspirasi!!
Terima kasih, Thank You, Gracias, Merci, Syukron, Matur Suwun...