Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Monday, August 25, 2014

Secuil Cerita tentang BUDAK dan sang pemilik JABATAN

   Namaku Arrez, seorang anak berusia sepuluh tahun yang tinggal tak jauh dari hidupmu. Memperhatikan tingkah lakumu adalah sebuah kesenangan tersendiri buatku. Mencari-cari apa yang tidak harus dan tidak patut aku lakukan di masa depan nanti adalah wujud pembelajaran nyata buatku, dan aku bersyukur itu semua kau lakukan. Menjadi dirimu memang tidak mudah, tapi ingatlah menjadi kami pun juga sama. Kami, atau mungkin secara spesifiknya aku, anak kecil dengan segala macam keingintahuan yang tinggi. Aku diajarkan begitu banyak kebaikan olehmu, aku diajarkan bagaimana harus menghormati, BUKAN MENYEMBAH, pada yang tua. Aku diajarkan untuk menyayangi serta menghargai, BUKAN MENGHAMBA, pada sesama.
   Betapa indahnya kehidupanku, betapa sempurnanya konsepsi yang tergambar dan terarah di dalam mindsetku. Tapi itu semua serasa berbeda dengan apa yang kau lakukan, membuatku tak ingin menjadi dirimu, atau lebih luasnya kalian. Aku sama sekali tak ingin menjadi seperti kalian. Apa yang kalian ajarkan dan contohkan padaku tak pernah ada artinya. Kalian selalu mengatakan tentang kebaikan pada kami, dan kalian selalu memberitahu arti kerukunan pada kami. Tapi apakah itu sendiri kalian lakukan? Justru tak jarang aku melihat kalian melakukan keburukan yang tak pernah sekalipun kalian ajarkan pada kami, menciptakan kerusuhan dan perpecahan atas nama hal-hal remeh temeh yang sama sekali berbeda dengan konsep kerukunan. Ya, mungkin kata-kataku terlalu dangkal, bagi kalian kata-kataku ini hanyalah sekedar celotehan tak berarti. Aku sadar kok kami bukan apa-apa dibanding kalian.

   Sedikit bergeser pada sudut pandang yang lain tentang kalian, suatu kali aku berjalan di sore hari dan bertemu beberapa orang dari kalian. Satu orang berpakaian rapi, berjas mewah dan menenteng sebuah koper. Beberapa orang lainnya berkemeja seadanya dan menguntit si Rapi. Ada percakapan unik di sana, sebut saja si Rapi adalah Roy, dan yang lainnya si Biasa,
==============================================
Biasa 1: Eh Roy, akan kau bawa ke mana kami?
Roy: (tetap diam)
Biasa 2: (berbisik) hey, bodoh! Dia itu sudah jadi pimpinan perusahaan ternama, tak bisakah kau memanggilnya dengan sebutan "bos" atau "tuan" atau apapun itu?
Biasa 1: Mengapa harus begitu? Hanya karena dia berjabatan kah?
==============================================
   Sungguh, aku terkikik mendengar secuil percakapan itu. Dan sejenak aku merasa sedih dan kecewa. Aku tak ingin menjadi seperti itu, sebuah kehidupan yang MENGERIKAN. Terkotak-kotak dengan sesuatu yang aku pun masih belum paham apa artinya. Sebuah hal abstrak yang tak pernah bisa diterima siapapun sebagai alasan menjadi pembeda kasta dan status sosial seseorang. Hanya karena JABATAN, panggilan harus berubah, hanya perbedaan titel "ketua, bos, pimpinan" dan apalah itu semua, keakraban harus berjarak. Aku heran dengan kalian, saat aku dan kawan-kawan sebayaku berinteraksi (entah itu di sekolah, saat bermain, atau belajar kelompok) tak jarang juga kami menunjuk seorang pemimpin ataupun ketua. Tapi tak seperti kalian, kami tetap bercanda tanpa takut dengan "titel" yang disandang pemimpin kami. Dan bahkan kami tetap saling bersenda gurau tak kenal jarak meski ada pembeda status antara si pemimpin dengan yang bukan. Sekali lagi aku heran dengan kalian.
   Memangnya kenapa jika ketua? Memangnya kenapa jika menjadi kepala? Dan memangnya kenapa jika menjadi seorang pimpinan?
   Tak ada yang berubah kok, toh itu hanya titel. Terkadang aku juga heran dengan beberapa orang yang terlalu fanatik dengan hal itu. Menjadi pendukung mutlak, atau bahkan bisa disebut BUDAK dari si pemilik jabatan. Mereka tak pernah menampakkan diri di saat tak ada peristiwa yang menarik perhatian mereka, atau bisa dibilang mereka cenderung cuek. Akan tetapi jika mengetahui JURAGANnya mendapat "serangan" dari orang lain, pembelaannya jauh dari pemikiran dan akal sehat. Melakukan justifikasi besar-besaran pada si "penyerang", yang bahkan aku yakin "si penyerang" pun tak bermaksud demikian. Karena di awal statusnya sama, tak ada pembeda jabatan atau titel tertentu. Yang mungkin "si penyerang" inginkan adalah sebuah kondisi yang biasa, kondisi yang tidak membuat jabatan sebagai makhluk asing pemisah hubungan antarteman. Dia sama sekali tidak bermaksud menyerang, atau bahkan merendahkan. Yang ia inginkan hanyalah tak adanya PEMBEDA KASTA yang tersemat dalam JABATAN. Sekali lagi aku heran dengan kalian, terutama para BUDAK.
   Memangnya kenapa jika ketua? Memangnya kenapa jika menjadi kepala? Dan memangnya kenapa jika menjadi seorang pimpinan? Tak ada yang berubah kok, toh itu hanya titel.
Wahai para BUDAK, aku ingin mempertanyakan kepedulian kalian. Bagaimana jika "si penyerang" mengganggu orang lain? Apakah kalian akan tetap membela orang lain itu? Atau kalian akan cuek-cuek saja? Jujur apa yang aku saksikan dengan mata kepalaku sendiri tentang kalian membuatku ngeri. Jangan hanya karena fanatisme JABATAN, atau sebuah penghambaan pada JABATAN menjadikan kalian BUDAK yang buta dan tak punya akal sehat. Yang seringnya mengatasnamakan kepedulian parsial hanya pada sang pemilik JABATAN. Aku takut, takut kalau kalau aku terseret menjadi kalian nantinya. Sungguh, aku heran dengan kalian.
   Bukannya aku menyudutkan kalian, tapi aku rasa inilah pemikiran terjujur dariku, seorang anak sepuluh tahun yang takut dengan apa apa saja yang kalian, orang dewasa, lakukan.
   Jujur aku heran...

Wanna support???