Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Tuesday, March 10, 2015

I Called LD as "Loving Desire" (Part 3)

     Masih hari Jumat, kami mendapatkan briefing mengenai aturan dan tata cara untuk Debate Competition. Kami di bagi lagi menjadi dua kelompok besar, Hayam Wuruk dan Raden Wijaya, dua nama raja Majapahit yang terkenal. Malam itu kami untuk pertama kalinya duduk berhadapan dalam dua kelompok besar. Kami harus mempertahankan argumen juga menyanggah statement dari tim lawan dengan metode debat Parlemen Australia. Dalam metode ini ada tiga orang sebagai speaker yang mewakili tim. Orang pertama sebagai Prime Minister (PM), orang kedua sebagai Deputy (D), dan orang ketiga sebagai Whip (W), lalu anggota tim yag lain sebagai Audience (A). Ada pembagian porsi bicara di sini, PM selama 4 menit, D selama 4 Menit, W selama 2,5 menit, lalu ada Reply Speech lagi dari PM selama 2 menit, juga ada tambahan argumentasi dari A selama 2,5 menit terakumulasi. Mungkin reader agak bingung dengan sistemnya, jika iya, sesuai dengan kata James Gwee, “Silakan bertanya pada yang bisa ditanya!”
     Malam itu kami mengadakan simulasi dengan topik “Anak SD tidak Harus Diberi PR”. Dan kebetulan karena Raden Wijaya mendapatkan porsi sebagai tim Pro, maka PM Raden Wijaya terlebih dahulu harus memaparkan definisi dan batasan tentang topik ini. Simulasi malam itu berlangsung lumayan seru, meski banyak dari kami yang masih canggung dan bingung dengan sistem itu. Selanjutnya kami dibagikan sebuah topik yang harus kami persiapkan untuk esok hari, yaitu “Penempatan TKI di Luar Negeri Harus Dihentikan secara Total dan Permanen”. Tanpa membuang waktu, tim Raden Wijaya (di mana aku tergabung di dalamnya) membagi diri menjadi dua kubu besar, yaitu bagian konseptor materi debat baik Pro maupun Kontra dan bagian pembuatan yel-yel dengan durasi maksimal dua menit. Malam ini kami begadang sekali lagi, baik dari bagian konseptor materi maupun yel-yel bekerja keras untuk mempersiapkan tim kami sebaik mungkin. Pukul 00.00 kami berkumpul di ruang 065 untuk berlatih yel-yel dan gerakannya. Berlanjut pada pemaparan hasil diskusi para konseptor, ada tanya jawab hidup di sana, hingga akhirnya ditentukan bahwa PM untuk esok adalah Wira (Bandung), Wara sebagai Deputy, dan Armando sebagai Whip, sedangkan aku, Aldo, Gifari, Shendy, dan Yona mempersiapkan diri dengan data-data yang akan kami tambahkan sebagai speaker yang mewakili Audience. Setengah satu dini hari, kami kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
   Hari terakhir (07/03) Leadership Development beswan Djarum 2014/2015 menjadi hari dilaksanakannya Debate Competition. Dengan Hayam Wuruk yang membawa warna merah dan Raden Wijaya warna hijau, kami duduk bersisian di Balai Adhika, hotel Majapahit, Surabaya. Adu yel-yel tak terhindarkan, ada persaingan yang terasa di sana (maaf, ini agak mengarah ke hiperbola). Tiba saat penentuan tim mana yang Pro dan tim mana yang Kontra.
     “Raden Wijaya akan beruntung jika ada di pihak Kontra,” batinku.
    Dan sepertinya doaku terkabul untuk tim ini, kami berada di pihak Kontra. Berbekal data yang telah kami himpun dari mulai jumlah pengangguran Indonesia, jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia, pemaparan aturan perundang-undangan, hingga semua data yang menyangkut pemasukan devisa negara, juga segala hal tentang BNP2TKI, kami menghabiskan 15 menit kami menghadapi Hayam Wuruk. Kedua tim sama kuat, argumen satu dengan yang lain saling mematahkan dengan didukung data logis. Tapi kompetisi tetaplah kompetisi, harus ada yang menang juga kalah. Beruntung, kemenangan berdasarkan penilaian dewan juri berpihak pada Raden Wijaya.
     Inilah menariknya, mengapa kusematkan judul “I Called LD as Loving Desire” pada tulisanku kali ini. Ada hal lain yang berbeda di forum besar batch 5 ini (aku tak tahu batch lain seperti apa, yang pasti ini yang terjadi di batch 5), meski ada yang kalah dan ada yang menang, tak serta merta membuat kami kecewa serius dan lalu bersikap berbeda pada tim lawan. Entah ini efek predikat “Pejuang Keberagaman” yang telah tersemat pada beswan Djarum angkatan 30 sejak Nation Building tahun lalu, atau memang pada dasarnya beginilah tipikal calon pemimpin masa depan. Aku mungkin memaknai terlalu dalam (atau ada juga yang bilang lebay), tapi kutemukan cinta di sini. Loving Desire as a partner, sebagai teman seperjuangan, beswan Djarum 2014/2015.
     Nation Building, Character Building, hingga Leadership Development memang telah berakhir. Ada banyak cerita, baik yang sempat terlontar, tertulis, terucap, apapun itu, semuanya menarik. Ada yang menemukan sahabat baru, keluarga baru, atau mungkin juga cinta. Satu tahun pertemuan kita, 516 manusia yang melalui berbagai macam seleksi untuk menjadi beswan Djarum angkatan 30, sangat amat berharga dan berarti. Masih ingat dengan begitu susahnya move on pasca Nation Building? Hampir di setiap media sosial anak beswan mengungkapkan gagal move on, hampi semua merasakan hal yang serupa. Lalu ingat dengan hebohnya goyangan pak Fernando di Character Building? Ya, hampir setiap beswan Djarum angkatan ini juga merasakannya.
    Kini kita sudah tiba di penghujung pelatihan dari Djarum Foundation berskala komunal se-Indonesia, Leadership Development. Lalu akankah kita juga gagal move on dengan LD? Jangan kawan, kita tak perlu merasakannya, karena itu memang telah berlalu. Mungkin setelah ini hanya tinggal pertemuan beswan se-distrik saja untuk melakukan Community Empowerment, kita semakin tenggelam dengan urusan tahun keempat di kampus, dan mungkin juga ada yang sudah mempersiapkan jenjang wisudanya di semester depan. Setahun ini lama jika tanpa makna, tapi menurutku setahun ini singkat, karena menjadi beswan bersama kalian bukanlah hal biasa. Persenyawaan hati dan pertautan rasa kita telah terpatri (ini asli dari hati). Meski belum sempat kita mengenal satu sama lain secara personal ke-516 orang di angkatan ini, tapi aku harap pertemuan singkat kita di tiap batch, interaksi kita di grup Line, Facebook, Twitter, dan sejenisnya akan membawa kita pada silaturrahmi yang abadi. Ingat mimpi dan visi pribadi kita masing-masing, kita akan menggapainya. Dalam kurun waktu 20 tahun dari sekarang, aku ingin kita bertemu lagi pada posisi yang berbeda, dengan mimpi yang telah tergenggam dan cerita lain tentang hidup kita masing-masing. Sampai jumpa lagi sahabat, sampai jumpa lagi keluarga, karena di tiap pertemuan selalu ada perpisahan. Biarkan perpisahan ini hanya di mata, tapi jangan biarkan hati kita berpisah.
Ini tentang aku, kamu, dan kita semua...

EPILOG
Loving Desire is about us!!!
Sampai jumpa lagi keluarga, kawan-kawan terbaik, sahabat, beswan Djarum angkatan 30, tahun 2014/2015. Kita akan bertemu lagi dalam cerita yang lain, di kesuksesan yang lain...

I Called LD as "Loving Desire" (Part 2)

     Hari ke dua dimulai pukul 06.00 WIB dengan sarapan pagi. Tak banyak yang dilakukan di setiap sesi ini selain mencicipi menu-menu yang disediakan dan mengobrol dengan peserta lainnya. Tapi jangan salah, mengobrol di sesi inilah yang selalu bisa membawa kelanjutan obrolan selanjutnya. Sesi mas Abe berlanjut lagi pukul setengah delapan, masih bertempat di Balai Adhika, kita melanjutkan dengan Self Regulation, Social Awareness, dan Social Skill (setelah Self Awareness yang telah diberikan semalam). Tak perlu lagi terlalu detil menjelaska apa materinya, yang pasti ini menarik!
     Setelah coffee break materi berlanjut ke sesi visualisasi visi, mbak Vivi Adeliana (yang kebetulan aku sudah bertemu sebelumnya di CB batch empat lalu) berhasil membawakannya dengan “sesuatu”. Meski jujur, teori yag disampaikan dalam penyusunan visi di sini sangat berbeda dengan apa yang pernah aku terima di LKMM TM Fakultas, tapi tak masalah, toh ilmu itu dinamis kan? Sesi ini ditutup dengan menggambar visualisasi visi masing-masing. Dan beruntungnya aku diberi kesempatan untuk mendeklarasikannya di depan kawan-kawan batch 5. Maju dan berbicara di depan banyak orang sudah biasa dilakukan, tapi ini lain, berbicara tentang visi pribadi di masa depan, di hadapan manusia-manusia pilihan. Mungkin inilah kali kedua (setelah masa kampanye angkatan, sebelum pemilihan ketua himpunan yang urung kulanjutkan) aku membicarakan lagi tentang visi di depan banyak orang. Whatever lah ya, menurutku sesi ini yang paling menegangkan, karena tak hanya menyangkut masa sekarang, ada pesan moral, dan bahkan mungkin gengsi yang harus dipertanggung jawabkan dari sini.
     Setelah sesi mbak Vivi, ada mbak Margareta Astaman yang membolak balikkan nalar kita tentang tulis menulis. Kenapa kubilang membolak-balik?
     “Kok kita jadi bingung gini sih? Ini bikin memo tentang memo?” satu kalimat tanya yang terlontar dari salah satu peserta yang kebetulan dipersatukan di tim Padjajaran (ini timku, tim luar biasa dengan pemikiran unik masing-masing).
     Lalu, mbak Rosianna Silalahi mengambil tongkat estafet pemateri selanjutnya, Speak as a Leader. Bagaimana kita berbicara, apa pengaruhnya terhadap perhatian orang lain, pentingnya retorika, juga tips mempersiapkan materi presentasi pun kami telan bulat-bulat di sini sebelum kami mendapatkan Project untuk dikerjakan malam ini, dan dipaparkan esok hari.
     Malam masih panjang, di kamar 065 (yang tak lain adalah kamar Yona), kami semua berkumpul untuk brainstorming ide.
     “Mangroove sepertinya menarik. Ada banyak data yang bisa kita dapatkan.”
     “Tapi entah mengapa aku lebih tertarik membahas tentang pengembangan potensi laut Indonesia.”
     “Bagaimana jika membahas tentang Orang utan?”
     “Aku ada ide tentang penurunan permukaan tanah yang terjadi di Jakarta, sepertinya menarik.”
     “Boleh aku sarankan tentang sampah? Isu internasional tentang pulau Bali.”
    “Eh ya, aku kepikiran tentang pengembalian minat orang Indonesia untuk lebih menghargai budaya dan sejarah melalui pemanfaatan museum, aku rasa ini penting!” 
     “Aku ingin memberikan pertimbangan ide tentang anjloknya nilai tukar rupiah.”
     “Hmm, tunggu! Sepertinya topik ekonomi terlalu berat untuk dibahas oleh orang non ekonomi.”
   “Nah, apapun idenya yang pasti kita harus ada data valid, lengkap, mudah dimengerti oleh semuanya, dan harus bisa kita himpun dalam waktu singkat.”
    Bisa dibayangkan bagaimana kondisi kami saat itu? Ya, banyak ide di sana, itulah seninya brainstorming yang sampai sekarang meski sering aku lakukan, selalu kuanggap menakjubkan. Hal itu menakjubkan karena harus ada “persenyawaan hati” dengan partner satu tim dalam prosesnya (ini lebay nggak sih?). “Bali tak Kenal Sampah Liar 2019” menjadi topik kami untuk Project. Tiga puluh menit sebelum deadline pengumpulan, file powerpoint telah kami serahkan pada LO. Lalu apa? Practice makes perfect, itulah quote yang secara tak sadar kami kutip malam itu. Beberapa kali kami mencoba untuk berbicara dan memaparkan tentang visi kami, tentunya dengan gaya bicara dan bagian topik masing-masing. Tantangannya di sini cukup unik, aku, Putu, Yona, Shendy, Pamella, Anita, Wilson, dan Daniel harus berperan sebagai satu orang, menjadi seorang Menteri. Dan yang ada di hadapan kami nantinya adalah Gubernur beserta jajarannya. Tepat pukul 01.30 dini hari kami keluar dari kamar 065 dan bergegas menuju kamar masing-masing untuk tidur.

     Jumat (06/03), sesi presentasi dimulai dari pukul setengah delapan pagi hingga pukul dua belas siang. Menang bukan jawaban kami kali ini, Padjajaran belum mampu menandingi tim Samudera Pasai untuk menjadi tim terbaik di Project ini. Itu tak masalah bagi kami, sama sekali bukan masalah besar, karena...
    “Toh, sudah sesuai ekspektasi kita kok, kita sudah melakukan yang terbaik!” kata salah satu dari kami.
    Dan untuk Best Presenter dianugerahkan kepada Irfan. Aku sedikit iri padanya, karena pengalaman berbicaranya di depan umum dilakukan di depan presenter berpengalaman sekelas mbak Rosianna Silalahi, pasti perlu motivasi yang sangat besar untuk melakukannya. Berbeda dengan sebagian besar dari kami yang sudah pernah mengawali berbicara di depan banyak orang sebelumnya, dan itulah yang membuat Irfan istimewa kali ini, dengan pengalaman pertamanya.
     Setelah sholat Jumat dan makan siang, materi yang luar biasa dari pemateri berkelas Internasional telah menanti. James Gwee berhasil menyihir kami dengan pembahasan yang cukup berat, namun mampu dijelaskan dengan sangat santai dan menarik. Tak kurang dari tiga jam kami bertahan di ruangan itu tanpa rasa bosan. Entah ilmu pelet seperti apa yang membuat kami bisa bertahan, hanya James Gwee yang tahu. Ditandai dengan sesi foto bersama James Gwee, maka keseluruhan materi dari Leadership Development harusnya telah tuntas kami terima. Tapi tunggu dulu, ada satu lagi yang akan kami lakukan esok hari, apa itu?

to be continued...

Monday, March 9, 2015

I Called LD as "Loving Desire" (Part 1)

PROLOG
Character Building telah berlalu dua bulan lalu. Pending sejenak dari kegiatan pelatihan beswan Djarum, membuatku kembali ke rutinitas kampus yang menyita hampir 80% waktu hidupku. Apalagi ini semester enam, banyak tantangan yang menuntut untuk segera diselesaikan. Sampai pada hari Jumat aku mendapat kabar...

     “Hahaha, selamat lho ya batch 5, kalian dapat Surabaya!” ujar salah satu kawan Brotherhood.
  “Oh ya? Hmm...” bingung harus berkata apa lagi, karena jujur aku berharap Leadership Development mendapatkan kesempatan untuk bertolak ke Yogjakarta, atau Jakarta.
     Tapi apa mau dikata, toh ini juga pilihanku sendiri. Hari Rabu (04/03), hari terpadat sepanjang pekan, menurutku. Bagaimana tidak, dari mulai pukul 07.30 aku dan kawan-kawan grader laboratorium Metalurgi harus standby menunggu praktikan. Sembari memberikan pengarahan dan mengecek pekerjaan cutting serta grinding spesimen baja dan aluminium, pikiranku ke mana-mana. Packing memang telah dilakukan, tapi entah mengapa pikiranku terpusat pada kuis yang akan diadakan sebentar lagi. Pukul 10 pagi, singkat cerita kuis berjalan lancar, karena meski hanya belajar sedikit dari materi minggu lalu, daya ingatku tentang rumus dan definisi mata kuliah Fenomena Transport II masih melekat 85% di otak.
       Kulihat jam di smartphone, “Ya, sekarang sudah pukul 12 siang,” batinku.
      Aku kembali ke sarang praktikum, sambil memberikan petunjuk penggunaan mikroskop elektron untuk melihat struktur mikro logam pada kawan grader yang lain sebelum mereka mendampingi praktikan, smartphone kembali membuyarkan konsentrasi, telepon masuk.
     “Aku sudah di depan kosmu!” ujar salah satu kawan Brotherhood.
     “Ya, aku pulang sekarang, tunggu ya,” kataku
     Mau tak mau kutinggalkan laboratorium, dan berpamitan dengan grader lain untuk sejenak tak menampakkan diri di jurusan hingga beberapa hari kedepan. Taksi telah menunggu di depan kos dengan Wira berdiri di depan pagar (kesannya di sini Wira lah sopir taksinya, padahal bukan, ini taksi sungguhan). Segera kubuka pintu kosan dan memasukkan motor ke dalam garasi. Melompat ke dalam taksi (ini lebay) bersama Wira yang duduk di samping kananku. Tak perlu detil menceritakan perjalanan kami, karena memang hanya berdurasi 45 menit dari kampus menuju hotel Majapahit. Intinya selain aku dan Wira, ada lagi Anggi dan Linda yang berangkat bersama kami.
       Pukul 13.05 WIB kami tiba di lobby hotel Majapahit, Surabaya. Sedikit flashback bahwa hotel ini adalah hotel yang berusia tiga “generasi”. Mengapa kusebut tiga generasi? Karena hotel Orange (saat masa penjajahan Belanda), atau yang juga disebut hotel Yamato (saat masa penjajahan Jepang), hingga saat ini yang berganti nama menjadi Majapahit, adalah hotel bersejarah yang ada di Surabaya. Pernah mendengar tentang peristiwa penyobekan bendera oleh arek-arek Suroboyo pada tanggal 27 Oktober 1945? Ya, peristiwa itu terjadi di atas hotel ini, hotel yang akan kami tempati acara Leadership Development beswan Djarum 2014/2015 batch 5.
       Siang itu kami segera check in dan menuju kamar masing-masing untuk sejenak beristirahat dari perjalanan “jauh” (asli ini lebay). Tak usah diceritakan tentang aktivitas kami setelahnya (kami berenang, berendam, dan menghabiskan waktu santai itu di sekitar area gym and pool, dan ini keceplosan). Pukul 18.00 WIB kami memulai makan malam bersama. Setelahnya, kami memulai materi tentang kepribadian, dari mas Abe, Abraham Delta Oktaviari (jujur, ini nama lengkapnya aku nyontek aja dari akun twitter @BeswanDjarum, karena memang lupa). Materi kepribadian ini dipending ketika malam telah larut. Para peserta beristirahat untuk mempersiapkan kelanjutan aktivitas esok hari. Ingin tahu apa aktivitas di hari selanjutnya?

to be continued...

Pendewasaan Tak Pernah Semudah Berkata Cinta

"Kamu berubah, bukan lagi kamu yang dulu."
"Ada banyak hal yang berubah memang."
"Nggak, kamu beda. Dan aku nggak mau kamu gitu."
"Kalau aku harus selalu nurutin kamu, kapan aku dewasa?"
"Kamu boleh dewasa, tapi nggak seperti ini caranya."
"Lalu?"
"Aku masih ingin lihat kamu yang mengharap sesuatu dengan menggebu."
"Aku selalu seperti itu."
"Kamu yang sekarang tampak lebih santai dan tak gigih lagi."
"Jika yang kau bicarakan hanya tampak luar, kau salah besar."
"Bukan begitu, ada hal yang lain darimu."
"Percayalah, dua puluh satu tahun bukanlah waktu yang singkat untuk dewasa."
"Atau tua lebih tepatnya."
"Terserah kau anggap itu apa."
"Jangan marah!"
"Aku tak pernah bisa marah, hanya mungkin nada bicaraku meninggi."
"Ya, lalu apa bedanya? Itu marah..."
"Bukan, hanya nadaku yang meninggi, tapi aku tak marah!"
"..."
"Mengapa kau diam?"
"..."
"Jika kau hanya diam aku pergi ya, ada hal yang harus aku lakukan."
"Aku sayang kamu, kamu yang dulu dan sekarang, selalu..."
"Terima kasih, tapi maaf jangan sekarang, aku harus mengejar masa depanku."
"Selamat ulang tahun..."
"..."
"Jadilah sukses, kejar cita-citamu, dan kembali padaku, nanti..."
"Amiin..."


Karena pendewasaan tak akan pernah sederhana,
visi yang besar tak akan pernah digapai dengan mudah,
dan dua puluh satu tahun adalah awalan dari segala macam ujian dengan level yang lebih tinggi.
"Jadilah yang terbaik, setidaknya untuk masa depanmu!"

Wanna support???