Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Sunday, December 17, 2017

FIGHT vs US

PROLOG
Scrolling phone scrolling phone scrolling all the way~~
Sejujurnya tulisan ini hadir karena pengalihan rasa jenuh dari rewriting draft novel yang kemarin barusan ketemu backup-nya.

Jadi ceritanya beberapa minggu ke belakang ini sering banget ditanyain sama temen-temen yang pada dasarnya nggak deket-deket amat. Karena yang deket biasanya udah paham satu sama lain tanpa nanya. Tentang "kalian LDR jauh banget gitu pernah bertengkar ga sih?" terus "kalau bertengkar gitu biasanya ngapain biar baikan?" Hahaha, dan voila penulis iseng, yang isi tulisannya kadang un-faedah, tapi orangnya baik hati ini mencoba sedikit menuliskannya untuk sekedar ngisi waktu yang nggak luang-luang banget (sok banget euy!).

Ngomongin tentang bertengkar, ribut, cekcok, dan semacamnya, kayanya untuk kamus hubunganku "kali ini" nggak pernah jadi fenomena yang mayor deh. Karena apa? Ya karena landasan utama hubunganku "kali ini" adalah TRUST (<< ini tautan buat yang penasaran maksudnya TRUST itu apa dan bagaimana), bukan love atau yang lain.

Oh iya, kenapa kupakai istilah "kali ini"? Sebab pada dasarnya hubunganku yang sekarang ini adalah hubungan yang kesekian kalinya setelah hitung-hitungan cinta monyet dan kekhilafan-kekhilafan seorang insan manusia yang tak terhitung jumlahnya. Yang kalau diinget-inget lagi memang hubungan dengan cara seperti ini tak akan pernah cocok dengan si mantan terakhir yang kuputuskan untuk mengakhiri hubungan dengannya setelah pengakuan bahwa "aku gak bisa LDR-an". Yang entah dulu itu maksudnya ngode nyuruh daftar kuliah deket-deket aja atau gimana. Entahlah, yang jelas itu sudah menjadi bagian dari masa lalu yang nggak jauh dari khilaf, masa di mana hamba yang terlanjur kecemplung ke dunia Teknik Material dan Metalurgi (setelah berulang kali ditolak Fakultas Kedokteran) malas meladeni kodean-kodean macam itu (dan berujung mending putus aja). Yang otomatis menjadikan label mantan calon dokter tersemat begitu saja, dan secara default setelah kuakhiri hubungan dengan si mantan, label mantan calonnya dokter juga tersemat. (Eh, btw ini guyonan yang baru aja semalem diomongin sama si doi yang sekarang).

Aih, udah cukup lah ya menceritakan sebab musabab aku menyebutkan hubunganku yang sekarang dengan "kali ini". Oke, dan back to topic! Kalau ditanya tentang kepernahan kami bertengkar atau tidak, jawabannya literally NO. Karena yang kita lakukan biasanya kalau ada perbedaan sudut pandang dan persepsi adalah berdiskusi, sedikit berdebat, tapi nggak sampai gontok-gontokan apalagi saling memaki (ala-ala kids zaman now). Hal-hal itu paling nggak pernah kami lakukan selama lebih dari tiga puluh satu bulan ini sepakat untuk saling mengenal lebih jauh, baik satu sama lain maupun antarkeluarga.

Nah terus pertanyaan kedua nih, susah jawabnya karena di pertanyaan pertama kami tak pernah mengalaminya. Tapi karena kondisinya penulis lagi agak luang, jadi dicoba menggeser pertanyaannya aja ya biar bisa dijawab. Jadi kumodifikasi aja pertanyaannya jadi: "kalau lagi beda pendapat biasanya ngapain biar baikan/persepsinya selaras lagi?"

Then, jawabannya sangat sederhana! Kami telepon, video call, dan membicarakan semuanya dari A sampai D. Kenapa ga sampai Z? Karena biasanya tiga sampai empat langkah penyelesaian dan upaya penyamaan persepsi yang dilontarkan satu sama lain saat kita ngobrol tentang beda persepsi (yang sedang berlangsung) aja, kami udah saling mengerti. And finally berujung pada kondisi saling mengalah dan minta maaf satu sama lain. That's it! Se-simple itulah kami.

Sejujurnya pernyaataan reaksi yang terlontar dari beberapa orang yang pernah mendengar jawaban ini secara langsung adalah: "Yah nggak seru banget! Padahal justru seninya hubungan itu di berantemnya, itu jadi semacam MSG dan garamnya hubungan." yang biasanya kusenyumin aja biar dianya puas dan berhenti ngoceh lebih lanjut ngurusin hubungan orang.

Then, now I said to you all, sekalian aja mumpung lagi nulis topik yang sama kan ya? Hahaha. Jadi di balik senyumku itu, jawabannya gini: "Mungkin bagimu, bagi kalian yang beranggapan sama dengan si penutur statement di atas, berantem adalah bumbu dalam hubungan. Tapi beda dengan kami, miss di zona waktu serasa WIB dan WITA aja sudah cukup membuat kami repot, belum lagi di perbedaan peak hour pekerjaan masing-masing, itu semua sudah cukup jadi bumbu bagi kami. Lalu, apakah ada alasan selain mengoleskan selai manis dalam hubungan yang berjalan dalam kondisi sejauh 2380 mil (3831 kilometer) ini? Kurasa tidak!"

Dan yang perlu digaris bawahi lagi adalah: selama punya hubungan (dari mulai pertama kali pacaran ala abege labil sampai sekarang punya hubungan menjelang serius) aku sama sekali belum pernah marah besar banget sama si doi (termasuk mantan). Jadi kebayang lah ya, sesabar apa sih penulis absurd ini kalau punya pasangan? Hahaha, ini nggak promo kok, sama sekali nggak. Karena toh kalau ada yang minat, nanti (pas udah nikah) otomatis harus dapat ijin dari istri pertama dulu kalau mau menjalankan sunah Rasulullah SAW bab itu.
^_^

EPILOG
Udah ya, daripada ngomongnya makin ngelantur, lebih baik diakhiri saja tulisan (yang sekali lagi) kembali absurd. Selamat menikmati detik-detik menjelang berakhirnya weekend!!!

Kalaupun ada yang ngambek paling juga dia, aku nggak pernah. Tapi pasti ujung-ujungnya dianya meleleh sama jokes-jokes receh pencair suasana ala aku, hihihi...
__________________________
Additional response dari dia nih:
"Karena pada dasarnya kita udah bukan anak ABG lagi yang kalau ada apa-apa harus berantem cekcok panjang lebar sampai berbusa. Dan lagi kita sama-sama udah melewati masa itu lama banget (sekarang udah 20 tahun ++). Banyak hal yang lebih penting dari meributkan hal-hal yg sebenernya kita udah tau letak masalahnya dimana, begitu pula penyelesaiannya (hahaha, sok bijak banget ga sih?). Tapi bukan berarti kisah kita nggak ada micin-micinnya kan, mas?. Dan bener kata kamu (di atas) perbedaan peak hour work yg bener-bener bikin kita kadang stuck. Nggak ngerti lagi harus gimana hahaha. Satu-satunya cara memanfaatkan waktu Ozha Time (kalau di aku) dan Tira Time kalau di kamu"

Sunday, December 3, 2017

Video Abstrak dan Penjelasan Absurd-nya

PROLOG


Kesel ya sama video barusan? Maaf ya efek kegabutan menunggu proses di sela ball milling dan penyaringan material akhirnya muncul ide iseng merekam dan meng-edit video semacam itu.

Oh iya, jadi awalnya (di penyaringan sample pertama) cuma mikir kalau proses penyaringan ini mirip sama kemunculan bintang-bintang di langit malam pas tiba-tiba polusi cahaya di sekitar kita lenyap secara periodik (tsaaah, apa banget sih?). Ssst, FYI aja sih, ini benar-benar terjadi lho saat tiba-tiba lampu jalan di area sekitar kampusku mati satu per satu pas menjelang pagi, terutama area di dekat jogging track menuju Engineering building 5 (buat yang pengen tahu aja sih).

Eh, ketahuan anak malam banget ya sampai tahu prosesi kaya gitu (-_-v)

Akhirnya di proses penyaringan sampel kedua, video ini dibuat. Intinya sih nggak banyak, opening peringatan Warning itu sebenarnya muncul setelah masuk tahap editing (pas banget kepikiran waktu Adobe Premiere udah kebuka). Mengapa demikian? Karena lewat video singkat barusan, bisa banget lho jadi pelajaran untuk siapapun yang ingin lebih menghargai "proses" dalam mencapai sesuatu dibanding hanya mengejar harapan semu untuk cepat-cepat sampai tahap "hasil" (ala Kids Jaman Now banget, yang kalau kena masalah dikit langsung ada aja ide "konyol" pelariannya). Nah, sebelum berlanjut ke penjelasan kompleksnya, aku akan memberikan fakta singkat tentang sesuatu yang mungkin kita anggap sepele tetapi bahkan sekaliber WHO pun dibuat kebingungan dengannya.

Fakta apa sih?

Lebih tepatnya fakta yang sudah diolah menjadi data-data siap "telan" sih. Nih salah satu contohnya: di tahun 2014, Shekhar Saxena, Direktur Kesehatan Mental WHO saat itu, mengungkapkan, "Bunuh diri adalah sebuah kasus kesehatan masyarakat yang luar biasa. Ada satu kasus bunuh diri setiap 40 detik – itu adalah jumlah yang besar“ (dikutip dari situs Deutsche Welle yang dirilis pada September 2014). Belum lagi ini nih, pengakuan Menteri Kesehatan negeri Sakura mengatakan bahwa pada tahun 2016 lalu di Jepang tercatat angka kematian akibat bunuh diri mencapai 21.897 orang. Jumlah tersebut menurun dari catatan di tahun 2011 dan 1994 yang menembus angka lebih dari 30.000 orang. Meskipun mengalami penurunan, angka kematian akibat bunuh diri di Jepang masih tercatat sebanyak 17,3 per 100.000 warga di tahun 2016. Dan capaian itu masih menempatkan Jepang sebagai negara dengan angka bunuh diri tertinggi di dunia. Sedangkan di Amerika Serikat, angka kematian akibat bunuh diri tercatat sekitar 13 per 100.000 orang per tahun, dan di Inggris angkanya tercatat di bawah 10 per 100.000 (dicuplik dari berita Internasional Kompas[dot]com yang dirilis pada Maret 2017). Wow angka-angkanya fantastis ya?

Salah satu yang ingin kukaitkan antara video abstrak semenit tadi dengan sebegitu banyak data-data kasus bunuh diri tersebut adalah kenyataan bahwa era saat ini banyak sekali manusia-manusia yang lebih suka berpikir "praktis" tanpa pertimbangan matang. Mungkin akibat hidup di jaman ini udah kelewat serba instan kali ya, sampai-sampai penyelesaian permasalahan, penanggulangan stress, dan juga pencarian jawaban dari keruhnya kehidupan adalah hal-hal yang untuk orang-orang jaman dulu mungkin tidak terpikirkan sebagai TREND yang bisa dengan mudah diaplikasikan, karena yang penting SELESAI CEPAT (meski mungkin sementara).

Contohnya?

Narkoba, miras, nyimeng, ngelem, seks pra-nikah, dan bahkan sampai bunuh diri. Tuh, semuanya pelarian yang seolah "nikmat" bukan? Meski mungkin efek tenang dan "nikmat"nya hanya sesaat, kecuali bunuh diri.

Di dalam video semenit itu ada satu pesan singkat tapi sarat makna menurutku. Bukan karena aku yang buat ya, tapi karena memang jika dimaknai lebih dalam begitulah adanya. Di awal, saat tulisan WARNING muncul kita tak bisa melihat apapun kan? Semua tampak sama, coklat, dengan pantulan dari hal-hal yang ada di atas permukaannya. Setelah ditunggu, sedetik, dua detik, akhirnya muncul setitik putih (yang tak lain adalah bola-bola yang digunakan untuk ball milling di proses sebelum penyaringan). Makin lama titik putih itu semakin jelas, semakin nampak bentuk bolanya, bahkan semakin banyak.

Wow, itulah ke"nikmat"an yang kita cari, itu tujuan yang kita idamkan setelah menunggu proses penyaringan sekian detik!!!

Eits, tunggu dulu. Yakin sampai di situ saja? "Bahkan solvent-nya aja belum benar-benar habis, bersabarlah dulu," begitulah kata bisikan-bisikan sekitar (eh, kok jadi serem sih?) Bukan, bukan memberikan kesan seram begitu maksudnya, hanya saja setelah kita perhatikan lebih lama lagi, sama: ditunggu sedetik, dua detik, akhirnya muncul kembali setitik putih (yang tak lain adalah bola-bola Aluminum Oxide dengan ukuran lebih kecil). Nah, dan beberapa saat kemudian ternyata dasar saringan tersebut telah nampak sepenuhnya, dengan bubuk coklat-gelap-basah yang memenuhinya.

Lalu?

Yang jelas sekali, bahwa bubuk coklat-gelap-basah itulah tujuan utama dari proses penyaringan itu, sebelum akhirnya di-drying semalam sebelum di-heat treatment. Mungkin yang kita anggap sebagai "penyelesaian cepat" dari suatu persoalan terkadang tak benar-benar penyelesaian yang tepat. Karena terkadang perlu ada satu syarat lain yang bernama SABAR untuk mencapai sepenuhnya penyelesaian dan jawaban suatu permasalahan. Bukan sekedar "selesai cepat" yang kita butuhkan untuk mencapai garis finish kebahagiaan dalam hidup, akan tetapi lebih jauh lagi adalah seberapa tepatkah penyelesaian yang kita terapkan untuk mencapai garis finish?

Dan lagi, untuk mendapatkan sebuah pelarian atau penyelesaian permasalahan yang muncul di keseharian kita, kucoba memberikan sebuah visualisasi sederhana seperti ini:
Memang mati itu pasti, tapi apakah harus "mati saat ini" (dengan bunuh diri) untuk mendapatkan ketenangan abadi? Memang merasakan "nikmat" itu pasti, tapi apakah harus sex dini (sebelum menjadi suami-istri) atau narkoba (dan juga zat-zat lain pembuat kecanduan sejenisnya) yang akan menjadi media terbaik untuk merasakannya?
Toh, masih banyak pelarian lainnya kan? Bahkan ketenangan batin, kesehatan jiwa, dan juga kestabilan pikiran bisa didapatkan dengan cara-cara asyik yang lebih berdampak positif dengan efek yang lebih permanen, bukan begitu?

EPILOG
Oke, mungkin udah kepanjangan nih. Jadi sekian dulu ya coret-coret absurd tentang video abstrak semenit tadi. Untuk coret-coret lainnya, tentunya yang lebih terkonsep dan tak seabsurd ini, harap ditunggu saja momentum rilisnya ya! Selamat menikmati penghujung hari Minggu...

#KotakAjaib

Wanna support???