Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Tuesday, November 11, 2014

Lulu, Dede, dan Aku

   Perkenalkan namaku Lulu, menjadi bagian terpenting dalam setiap hidup manusia. Mewarnai hari-hari mereka dengan penuh rasa dan penuh cerita. Aku selalu berada di sekeliling manusia-manusia melankolis, tapi tak jarang pula menghampiri para sanguinis, koleris, maupun plegmatis. Terkadang aku lelah dan takut menjadi bagian dari manusia. Karena aku lebih sering terlupa dan tak berarti, dan bahkan tak ingin dianggap. Katanya aku terlalu pahit, dan juga terlalu menyakiti. Berbeda dengan saudaraku, Dede namanya, dia selalu ada untuk mereka-mereka manusia optimis. Dede selalu menjadi semangat para manusia untuk terus menjalani hidup. Dede memberikan stimulus optimis terbaik yang pernah ada. Apa yang pernah ia janjikan tak jarang menjadi kenyataan dan bahkan membawa manusia kepada suatu kejayaan.
***
   Hai, aku Dede, bagian terberat yang selalu ada di hati setiap manusia-manusia malas. Pencitraanku menjadi satu-satunya stimulus pembangkit semangat manusia pantang menyerah. Tapi hanya menjadi bunga tidur dan pengantar angan kosong para manusia pesimis, yang lebih sering menyebut diri mereka realistis. Aku terkadang iri dengan Lulu, saudaraku. Saudara terjauh juga terdekatku, terjauh karena memang ada jurang pemisah nyata yang harus kuterjang untuk bertemu dengannya, dan terdekat karena aku dan dia hanya terpisah sedetik waktu manusia. Lulu tak jarang menjadi bagian termanis dalam hidup manusia. Lulu selalu diingat dan dikenang tanpa ragu harus melangkah, tanpa membuat takut untuk bertindak dan mempertimbangkan hidup para manusia. Sedangkan aku, tak jarang menjadi bagian terburuk dalam sejarah hidup manusia. Menjadi barrier penghalang manusia untuk maju, untuk berkembang, hanya karena takut untuk bertemu denganku.
***
   Suatu hari mereka bertemu dalam sebuah masa yang bernama USAHA. Di saat manusia memilih menggandeng Lulu untuk menjadi penasihat demi merencanakan pertemuan mereka dengan Dede. Membawa mereka menerjang satu detik batas panjang yang memisahkan Lulu dan Dede satu sama lain. Manusia terus menggamit Lulu untuk berlari, mencari celah-celah kesempatan emas dalam sebuah proses pendewasaan. Tak jarang manusia terjatuh dan terseok karena Lulu, akan tetapi terkadang Lulu berhasil menjadi semangat dan pelecut optimisme manusia untuk menemui Dede. Dede yang selalu setia menunggu, tak kunjung jemu memberikan semangat pada manusia. Justru seringnya Dede memberikan visualisasi yang berlebihan untuk menarik manusia. Dan saat itulah di mana manusia bimbang.
   Saat manusia mulai bimbang itulah aku datang, membawa sebuah kabar gembira, yang menjembatani antara Dede dan Lulu. Bukan sekedar jembatan penuh harapan semu dan bahkan kosong, akan tetapi jalur yang pantas mereka lalui tanpa bergantung pada Lulu dan Dede, tanpa melepaskan mereka dari kehidupan. Perkenalkan, namaku Sani, aku berada di sebuah masa di mana kenyataan selalu benar, apa yang kau lakukan selalu dapat dipertanggung jawabkan. Akulah yang membawa Lulu hadir di kehidupan manusia, dan akulah yang akan membawa manusia menemui Dede. Tanpa kepalsuan dan janji-janji manis tak berujung. Aku ada untuk menjadi pembimbing manusia di kala terlalu terlena dengan kehadiran Lulu. Juga menjadi pengingat jika Dede telah menjadi sebuah iming-iming semu yang terlalu membuat manusia berangan jauh hingga lupa daratan. Karena hanya aku yang nyata, yang benar-benar ada, dan telah menjadi bagian hidup manusia dari saat mereka pertama kali membuka mata, hingga tutup usia. Ya, nama lengkapku Masa Kini, menjadi jembatan bagi Masa Lalu (Lulu) untuk selalu kau pertimbangkan dalam membawamu bertemu Masa Depan (Dede).
   Karena sesungguhnya apa yang telah berlalu tidaklah nyata, apa yang belum terjadi hanyalah angan. Dan yang bisa kau lakukan hanyalah menghadapiku, memegang erat diriku, untuk menjadi penuntun nyata di dalam setiap USAHA kerasmu di dalam sebuah proses pendewasaan, dan meraih kesuksesan.

Saturday, November 8, 2014

Beswaners Perampas Hati

   Satu hari sebelum Nation Building, pengambilan tas dan fiksasi keberangkatan. Momentum penjemputan dan tetek bengeknya telah berjalan, orang-orang penjemput rombongan luar kota telah siaga sejak pagi (salut buat kalian rek, maaf pas itu lagi Evaluasi Tengah Semester). Canda tawa menjelang keberangkatan, dan semua hal tentang Nation Building masih belum “ngeh” di otak kami. Yang ada hanyalah besok kami akan bertamasya ke Semarang bersama-sama (titik).
   Sampai tiba saatnya Welcome Party kepada seluruh Beswan Djarum Regional Surabaya (termasuk luar pulau) digelar di lantai lima kantor Djarum Kedungdoro, Surabaya. Tak kurang dari 170 orang yang hadir menambah antusiasme menjelang Nation Building 2014 menjadi semakin tinggi. Berbagai macam manusia muncul di sini, Papua, Sulawesi, Bali, Lombok, dan semua Beswan Djarum angkatan 30 wilayah Timur Indonesia berkumpul di sini. Pukul 14.00 lebih, kami telah ada di atas bus untk keberangkatan menuju Semarang. Dan “jaim” masih meliputi jam-jam awal kami di atas bus.
(skip keberangkatan)
   Hari pertama Nation Building, diawali dengan keberangkatan dari hotel (Aston dan Ciputra) ke lingkungan Pekan Raya dan Promosi Pembangunan (PRPP) Semarang. Di sana kami dibagi menjadi dua tim besar, tim Choir dan teater. Kebetulan aku berada di tim Choir, di tim Choir sendiri terbagi menjadi empat suaru utama, Sopran, Alto, Tenor, dan Bass. Tentu saja suara Sopran dan Alto telah dihandle oleh para gadis cantik Beswan angkatan 30. Dan kami para lelaki yang harus menghandle Tenor dan Bass. Awalnya hanya pemanasan dengan ber-”ssh ssh ssh ssh ssh” ria, lalu dilanjutkan dengan pengambilan nada do re mi fa sol la si do hingga sol dan mi nada yang lebih tinggi dari nada dasar. Dan entah memang suaraku tergolong Tenor atau hanya kebetulan pelatihnya salah dengar, yang pasti aku masuk ke dalam tim Tenor. Hari pertama langsung digenjot dengan berbagai macam latihan suara. Layaknya tim paduan suara profesional, kami, para lelaki berlatih dengan nada-nada khusus Tenor dan Bass, yang berbeda dari nada biasa di tiap lagu. Ada delapan lagu yang kami nyanyikan, Kembalikan Baliku, Jalan Sore (by Deny Malik), Mengejar Matahari (by Ari Lasso), Janger, Meong-meong, Selamanya Indonesia, dan Hymne Beswan Djarum, serta Kecak.
   Selama proses latihan dua hari kami, para lelaki hanya berkumpul dengan tim Tenor dan Bass. Akan tetapi di hari ke tiga kami dipadu dengan tim Sopran dan Alto. Terbagi menjadi delapan tribun, aku tergabung di tribun satu (meong-meong pong). Banyak kekonyolan yang terjadi, mengalir dan tanpa henti (apasih ini -_-). Dengan asupan nutrisi yang tak kurang sama sekali tiap harinya, kami selalu semangat menjalani latihan hingga sore dan bahkan larut malam. Dan inilah uniknya Beswan, saat di awal jaim dan tak saling “mencoba” mengenal, di hari ketiga kami sudah menjadi keluarga. Menjalani hari-hari bersama dengan canda, tawa, “ketololan” dan “kegilaan” yang tak biasa. Dari mulai topik sehat hingga topik “tak sehat” pun menjadi makanan diskusi sehari-hari. Entah sejak kapan kami seakrab itu, yang pasti di hari pertama kami semua jaim dan masih “normal”. Di hari ketiga itu kami menghadiri Talkshow Kebangsaan dengan tema “Menjadi Pejuang Keberagaman” di gedung Sixteen 8, dan ditutup dengan ajojing bersama Project Pop.
   Tiba di hari keempat, kami sama sekali meninggalkan latihan di dalam gedung Merapi Ballroom PRPP, Semarang. Acara berlanjut ke Cultural Visit yang berisi kunjungan Beswan Djarum angkatan 30 ke pabrik Rokok Kretek Tangan, Pabrik rokok Oasis milik Djarum yang terdiri dari 70% taman dan 30% pabrik. Di Oasis kami diperkenalkan tentang program Djarum Bakti Lingkungan dan bagaimana mekanisme pengolahan limbah di sana, dari air kotor dan tak layak pakai, menjadi air bersih tempat ikan-ikan hidup, bahkan ikannya juga sempat kami cicipi (hmm, yummy...). Selanjutnya perjalanan kami berhenti di Masjid Menara Kudus yang memiliki nilai sejarah dan religius. Sayangnya di sana kami hanya sebentar, karen perjalanan harus berlanjut ke Gedung Olah Raga (tepatnya lapangan bulutangkis milik Djarum yang katanya terbesar kedua se-Asia, dulu pernah jadi yang pertama) untuk makan siang, sholat, dan berlanjut dengan membatik. Lima ratus enam belas mahasiswa dari seluruh Indonesia, dari berbagai suku dan etnik melebur untuk semakin mencintai Indonesia melalui budaya aslinya, batik. Batik limited edition yang kami kerjakan adalah batik khas bali (sesuai dengan tema Nation Building kali ini, damai Bumi Dewata) yang di sana tertoreh nama kami masing-masing. Lelah hari itu terbayar dengan kembalinya kami ke hotel untuk beristirahat dan mempersiapkan malam puncak, Malam Dharma Puruhita esok hari.
   Tibalah kami di hari ke lima, hari di mana kami harus berkumpul di gedung Merbabu Ballroom untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk malam puncak kami. Menghapal dan mengingat koreografi dan nada-nada lagu kami selama latihan bukan lagi menjadi hal yang simple, melainkan kewajiban. Karena malam itu kami akan dikukuhkan sebagai Beswan Djarum angkatan 30 Indonesia. Tim teater yang terbagi ke berbagai macam tim seperti dancer, kecak, kera, dan lain sebagainya juga telah berlatih dengan keras. Saatnya gladi yang benar-benar resik yang harus kami lakukan hari itu.
   Di sore hari, pasca running Tunnel, kami bersiap berganti kemeja putih Djarum kebanggaan kami beserta alamamater. Menjelang malam puncak, Malam Dharma Puruhita entah mengapa aku “merinding” dengan apa yang aku saksikan. Panggung luas itu, kursi-kursi undangan itu, yang menjadi tempat duduk para rektor dan pejabat tinggi kampus se-Indonesia berkumpul di sana, sejenak membuat rasa bangga ini membuncah. Apalagi saat menyanyikan Hymne Beswan Djarum, “merinding” itu datang lagi dengan hadirnya kebanggaan, yang aku yakin tak hanya aku yang merasakannya. Sungguh pengalaman yang luar biasa, yang meski aku tuliskan seindah apapun dengan kata-kata tak akan pernah mampu menggantikannya.
   Pasca Malam Dharma Puruhita, kami para Beswan Djarum angkatan 30 dimanjakan dengan penampilan Sheila On 7 di luar gedung. Bergoyang bersama, menyanyi bersama, layaknya keluarga yang lama tak bertemu. Mengutip salah satu lirik lagu Sheila On 7,
“Mengapa baru sekarang, kita dipertemukan...”
mungkin itulah perasaan terdalam kami yang tanpa harus diucapkan, telah kami rasakan bersama. Bertambah romantis lagi ketika hujan turun membasahi kami ber-516 beserta kakak LO dan panitia yang lain. Bernyanyi bersama di bawah hujan, bersama orang-orang terbaik, keluarga baru yang luar biasa, juga bersamamu yang saat itu juga ada di sampingku ( mungkin ini juga curahan hati). Akankah berakhir seperti ini? Aku rasa tidak, karena sejauh apapun aku ingin move on dari kenangan itu, semakin susah untuk aku tinggalkan. Bertemu dan saling mengenal itu mudah, saling mencinta juga butuh proses, tapi entah mengapa di lima hari kebersamaan kita itu aku sudah mampu mencintaimu, mencintai kalian, angkatan luar biasa, Beswan Djarum angkatan 30. Terserah kau sebut ini alay, lebay, atau apalah itu semua, tapi seperti yang aku bilang sebelumnya, meski aku tuliskan seindah apapun dengan kata-kata tak akan pernah mampu menggantikannya pengalaman berharga bersama kalian di Nation Building 2014 kali ini. Karena kita akan selalu menjadi keluarga yang “bersatu, seikat Beswan Djarum...”
(to be continued)

Wanna support???