Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Saturday, June 18, 2016

June in Jakarta: A Relationship Stories

PROLOG
Namaku Rafi Handha, mahasiswa semester akhir di sebuah Institut Teknologi di Surabaya, Jawa Timur. Selama empat tahun ke belakang aku tak hanya aktif dalam bidang akademik, karena organisasi, dan laboratorium adalah rumah kesekianku selain kamar kos dan rumahku di Bojonegoro. Selain itu aku juga tergabung dalam tim trainer sebuah pelatihan khusus tentang manajemen mahasiswa di kampusku, dari mulai pengembangan diri hingga opini publik. Jalan itulah yang memulai kisahku kali ini.

Surabaya
"Assalamualaikum mas, rencananya pelatihan di kampus kami akan diadakan pada 30 Mei hingga 3 Juni 2016 ini. Nah, kami ingin meminta bantuan dari kampus mas untuk bisa menjadi trainer di pelatihan perdana kami tentang manajemen organisasi ini," tulis Rafly, Menteri Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa di BEM salah satu Sekolah Tinggi Teknik di Jakarta Barat, dalam personal chat yang dikirimnya padaku.
Aku sengaja me-read pesan tersebut dan tak langsung menjawabnya, karena memang pada saat itu aku sedang tidak available. Baru selang tiga puluh menit kemudian aku menyarankannya untuk mengirim e-mail ke Badan Koordinasi Pemandu, badan tertinggi yang membawahi para trainer pelatihan manajerial di kampusku, untuk mengirimkan undangan resminya. Tak perlu waktu lama untuk memutuskan, pada akhirnya akulah yang ditugaskan untuk pergi mewakili trainer kampusku untuk mengisi pelatihan tersebut.

Perjalananku dimulai pada tanggal 31 Mei 2016, Selasa pagi itu aku duduk di ruang tunggu stasiun Surabaya Gubeng (SGU) setelah mencetak tiket pulang dan pergi, tujuan akhir perjalananku kali ini adalah Stasiun Pasar Senen, Jakarta. Tak kurang dari tiga puluh menit aku menunggu di ruang tunggu, berbincang dengan sesama penumpang yang berencana akan merantau ke Jakarta untuk mengadu nasibnya pasca wisuda. Dia, alumni Universitas terkemuka di daerah Malang, banyak bercerita tentang perusahaan-perusahaan yang telah ia datangi sebelumnya untuk sekedar melamar demi mendapatkan rupiah. Dari perbincangan itu aku tersadar, betapa susahnya jaman sekarang untuk memperoleh pekerjaan.
"Ah, sudah waktunya menuju boarding," ujarnya.
"Iya nih, yuk berangkat!" kataku.
"Aku di gerbong 6, apakah kita satu gerbong?" tanyanya sebelum berpisah.
"Kurasa tidak, jawabku sembari melirik tiket yang telah kugenggam sedari tadi. Sampai jumpa ya, sukses di Jakarta..." ujarku seraya melambaikan tangan setelah tiketku distempel oleh petugas.
Kulihat dia hanya tersenyum kecut, entah apa yang dipikirkannya. Aku mengabaikan pikiran-pikiran tak penting tentangnya, kulangkahkan kaki menuju tempat pemberhentian kereta yang beberapa menit lalu telah berhenti. Langkah kaki ini terhenti pada kursi paling ujung di gerbong nomor empat, dekat kamar mandi. Perjalanku kali ini adalah yang pertama kalinya, maksudku bukan pertama kalinya aku naik kereta api, akan tetapi merupakan perjalanan pertama dengan tujuan tunggal dan tanpa teman.
"Halo mas, mau ke mana?" tanya penumpang yang duduk berhadapan denganku.
"Mau ke Jakarta Barat pak, turun di Senen. Bapak?" tanyaku.
"Saya turun Jatinegara nanti mas," jawab bapak itu singkat.
Selanjutnya terjadi keheningan tak kurang dari 14 jam dalam perjalanan itu. Tak sepenuhnya hening sih, karena beberapa kali aku juga mengobrol dengan seorang mahasiswa salah satu Universitas Islam yang akan kembali ke kampusnya di Jakarta, yang tak lain adalah adik kelas dari kawan yang kukenal lewat sebuah forum yang aku ikuti saat menjadi penerima beasiswa dari Djarum Foundation. Di sela ketiadaan percakapan tersebut kusempatkan untuk menulis tentang sesuatu yang aku posting pada timeline akun sosial mediaku, mungkin kau ingin tahu apa yang kutulis?


[FRIKSI DAN KETERLAMBATAN JADWAL]

Siang ini langkah kakiku sempat terhenti di teras depan rumah kos, memandang tingginya genangan air sisa hujan semalam. Hujan yang menurut analisis spekulasi beberapa sumber kurang terpercaya dan malu ketika disebutkan identitasnya, adalah ulah pawang hujan yang ingin acara puncak HUT Surabaya yang ke-sekian ratus lancar tanpa hujan. Tapi wong sekali lagi hanya spekulasi, tak usah dibaca terlalu serius lah.

Prolog tadi justru sebenarnya tak ada hubungan dengan cerita dan analisi abal-abalku kali ini. Skip proses berangkat dari ITS menuju stasiun Gubeng, karena agenda menggulung celana panjang hingga ke lutut untuk menghindari banjir tak menarik diulas dan digali.

13:48, itulah yang tertulis di atas print out tiket keretaku. Tujuannya tak usah diceritakan ya, yang pasti tujuannya mulia dan membawa manfaat, InshaAllah. Hingga pukul 13.58 ternyata kereta baru tiba di jalur lima stasiun Gubeng. Kereta yang berangkat dari Malang itu tiba di Surabaya terlambat sepuluh menit. Biasa kan ya?

Sangat biasa jika di Indonesia, terlambat lima sampai sepuluh menit tak akan jadi komplain berarti. Kecuali jika hitungannya sudah belasan hingga puluhan menit berkepala di atas dua.

Tapi kali ini saya tak akan membicarakan tentang sosialnya, kebiasaannya, atau yang seharusnya seperti apa.

Celotehan sore ini terpikir sesaat setelah kereta berjalan dan aku sudah duduk di dalam salah satu gerbong kereta ini.

"Gluduk gluduk, sreeek sreeek, ngik ngok, jedug jedug..."
Adalah suara-suara yang biasa muncul dari kereta api ketika berjalan. Entah hasil gesekan dengan rel kereta api, gesekan sambungan antar gerbong, maupun adanya perpindahan jalur kereta yang harus dilewati roda kereta api sehingga menyebabkan friksi.

Pernahkah kita berpikir bahwa mungkin saja, ini mungkin lho ya, friksi-friksi yang jadi penyebab suara-suara 'biasa' yang timbul pada kereta api saat berjalan itulah yang memiliki hubungan langsung tapi indirect (hayoloh bingung kon!) dengan keterlambatan datangnya kereta menuju stasiun-stasiun. Friksi-friksi itu menjadi penghambat yang "mungkin" tak masuk ramalan perhitungan dalam atribut yang entitasnya tertulis "waktu tiba kereta", jika fishbone diagram yang dibuat adalah tentang kinerja PT. KAI.

Pemikiran ini juga muncul setelah aku sempat mendengarkan kuliah singkat salah seorang kawan dari teknik Industri bahwa ada mata kuliah mereka yang isinya tentang menghitung durasi dari suatu rangkaian aktivitas, dan dianalisis menjadi waktu rata-rata "orang dalam melakukan aktivitas tersebut", sebut saja inisial namanya ABW.

Jika ilmu semacam itu sudah ada, lalu mengapa masih ada saja keterlambatan jadwal kereta? (karena yang saya bicarakan ini konteksnya adalah kereta)
Apakah tak dilakukan metode analisis yang sama dengan kereta api? Atau mungkin sudah dilakukan tapi kurang maksimum dan mendalam investigasinya? Atau mungkin saking expert-nya hasil analisis, kejadian kecil semacam friksi-friksi itu tak diperhitungkan?

Yah pertanyaan ini tak perlu dijawab lah, toh ini hanya salah satu side story yang ditulis orang kurang kerjaan yang duduk dalam kereta. Tapi jika ingin dijadikan bahan kajian dan perenungan bersama, penulis malah sangat berbahagia, karena hasil onani pikiran ini bisa menjadi dasaran munculnya pemikiran dalam bentuk yang lebih formal, semisal karya tulis. Itu hanya semisal lho ya, bukan permintaan.

Yah, sudahlah...
Saya tak bersiap wudhu sebelum sholat maghrib. Biar apa yang saya pikirkan nantinya bisa muncul akibat petunjuk dari-Nya, tak hanya hasil angan-angan 'akibat mendem cukrik' semata, kalau kata salah seorang dosen yang pernah saya temui.

Di atas rel, di dalam gerbong kereta api.
Selasa, 31 Mei 2016
#KotakAjaib


Jakarta Barat
Rabu (1/6) dini hari aku berjalan gontai menuju gerbang stasiun, ada rasa pening yang mendera karena beberapa jam ke belakang aku hanya menghabiskan waktu dengan tidur dan sesekali ke kamar mandi untuk buang air dan berwudhu.
"brrrrrrrrrrrr.... brrrrrrrrrrrrrrrrrrr...." terasa getar smartphone di saku parka-ku.
"Assalamu'alaikuum? Kamu di mana Fly?" tanyaku.
"Wa'alaikumussalaam, mas keluar aja terus dari gerbang. Eh, udah nyampe kan ya ini?" tanyanya balik.
"Sudah, aku sudah ada di gerbang, ini ke arah Sevel, kalian di mana?"
"Kami juga lagi di depan Sevel mas, mas di mananya ya? Mas pakai baju apa?"
"Udah tutup telponnya, aku lihat kamu..." kataku singkat.
Aku setengah berlari menghampiri kawan lamaku, namanya Rafly, setahun lalu aku bertemu dengannya saat ada di pelatihan yang sama, National Advance Managerial Training for College Students, yang diadakan di kampusku. Say hi dan pertanyaan tentang kabar menjadi awalan hangat pertemuan kali ini.
"Kita langsung ke kosan Bahar aja ya mas?" tanyanya.
"Yuk, aku sih ngikut aja," jawabku hangat.
Beberapa menit berlalu, mobil melaju melintasi jalanan menuju daerah Duri Kosambi, Jakarta Barat. Akhirnya setalah mobil terparkir di depan sebuah deretan toko-toko yang sudah tutup, aku berjalan bersama Rafly dan beberapa orang mahasiswa angkatan 2013 dan 2014, yang tak lain adalah adik kelas Rafly, menuju rumah kos Bahar. Oh iya, aku belum memperkenalkan Bahar, dia juga kawanku di pelatihan yang sama dengan Rafly. Dia sekarang menjadi ketua Badan Koordinasi Pemandu pelatihan manajerial di kampusnya. Sisa hari itu aku habiskan dengan sejenak meluruskan punggung di kamar kosong yang diperuntukkan untukku selama berada di sini, hingga Shubuh menjelang.

Pukul 08.00 WIB aku terbangun, dan di sebelahku telah tersedia beberapa botol air mineral.
tok... tok... tok...
"Raf? Udah bangun?" tanya Bahar.
"Hei, udah kok, mari masuk! Gimana kabarmu?" jawabku sambil mengucek mata.
Pagi itu Bahar membawakanku semangkuk bubur ayam untuk sarapan. Perbincangan kami terjadi sembari Bahar menyeterikan kemejanya. Obrolan tentang pelatihan kami tahun lalu menjadi topik hangat yang kembali membuka memori kenangan masa lalu. Karena kebetulan sehari sebelum keberangkatanku ke sini aku baru saja menjadi fasilitator dalam pelatihan yang sama seperti apa yang kami jalani setahun lalu. Setelah shalat Dhuhur aku berangkat menuju tempat pelatihan di daerah Cengkareng, bersama Rafly dan panitia lainnya. Kegiatanku dimulai pada sore hari, hingga esok sore. Yang aku bawakan adalah tiga materi inti dalam pelatihan tersebut.

Selama membawakan pelatihan tidak ada kendala sama sekali dalam penyampaian dan interaksi dengan peserta, karena memang analisis raw material dari peserta di kampus ini hampir mirip dengan mahasiswa Fakultas Teknologi Industri di kampusku. Hanya ada enam orang mahasiswi dari total keseluruhan peserta pelatihan itu. Mereka semua adalah mahasiswa yang aktif organisasi, memiliki rasa penasaran dan keingintahuan yang tinggi pada ilmu baru, dan yang pasti kritis dan aktif seperti layaknya anak teknik.
Pertemuanku dengan mereka membawa nafas pergerakan baru di kampus mereka, pasalnya ini adalah pelatihan manajemen organisasi (dalam bentuk Intermediate Managerial Training for College Students) perdana yang diadakan di kampus mereka. Hal tersebut diakui langsung oleh Adlan, yang juga merupakan salah seorang aktivis kampus di sini. Setelah materi selesai aku bawakan, seperti biasa aku meminta testimoni para peserta terkait dengan penyampaianku selama dua hari. Sesi pelatihan mereka diakhiri dengan show off dan pengukuhan alumni, yang tidak dapat aku hadiri karena memang sejak sore hari aku diantar menuju Depok oleh panitia.

Mengapa tujuanku Depok?
Ini adalah spin off dari kisahku kali ini. Rencanaku untuk menanyakan beberapa hal terkait persyaratan pra keberangkatanku ke Taiwan pada kantor Kedutaan Besar China di Indonesia, berujung pada perencanaanku untuk melaukan pertemuan keempat dengan seseorang.

Rafi Handha, yang tak lain adalah aku, telah menjalani hubungan jarak jauh dengan seorang mahasiswi Universitas terkemuka di daerah Depok. Namanya Raniasa, seorang cewek yang memiliki background anak teknik juga. Perkenalanku dengannya berawal dari........ (ah sudahlah), yang pasti pertemuan perdana kami ada di momen studi ekskursi kampusku tahun lalu, di salah satu laboratorium di kampusnya.
Raniasa, cewek mungil, berkerudung, imut, dan berperawakan childish. Tapi siapa sangka dia adalah tipikal cewek teknik yang strong (kuat) dan tough (tangguh). Saat ini dia sedang menjalani masa menjelang wisudanya, sama sepertiku, hanya saja bedanya dia sedang melakukan internship di salah satu perusahaan, berperan sebagai staf magang di bagian procurement. Setahun ini kami dekat, menjalani hubungan sejauh ratusan kilometer Depok-Surabaya. Tapi kami sama sekali tak memiliki kekhawatiran satu sama lain, karena hubungan kami didasarkan pada tiga kata unik,
I Trust You.

Depok-Jakarta Timur-Jakarta Selatan
Sudah cukup perkenalannya, pertemuan kami yang keempat kali ini dilewatkan di atas jalanan ibukota dan rel commuter line. Tanggal 3 Juni adalah H-1 aku harus kembali ke Surabaya, hari ini kami pergi ke Kedutaan Besar China di Indonesia untuk menanyakan sesuatu terkait persyaratan keberangkatanku ke Taiwan semester depan.
"Bener di sini kan ya?" kataku.
"Kalau dari bangunannya kayanya iya," jawabnya
Kami melangkahkan kaki menuju gerbang masuk gedung berpagar merah tersebut. Setelah meninggalkan tanda pengenal kami masuk ke dalam gedung tersebut. Sepi, tenang, dan tak banyak pengunjung.
"Kalau mau ke Taiwan, urusnya bukan di sini mas, tapi di gedung Ar*ha Graha lantai 12, kantor dagang TETO," jawab petugas yang ada di sana ramah.
Sepertinya perjalananku hari ini harus berlanjut ke sisi lain lingkungan perkantoran itu.
"Itu gedung tempat aku kerja, ternyata deket dari sini ya?" gumamnya.
Aku tak menjawab, hanya tersenyum ke arahnya. Entah mengapa sepanjang perjalanan hari ini aku lebih sering diam, berkutat dengan pemikiranku sendiri tentang masa depan, juga tentang wanita di sebelahku. Berulang kali gagal dan harus memutuskan hubungan dengan beberapa wanita, aku memang sudah mulai memahami bagaimana hubungan harus ada, bagaimana kinerja rasa percaya, keyakinan, dan juga rasa sayang ini berlaku di otakku.
Setelah keluar dari TETO, kami menuju stasiun Sudirman untuk menunggu kereta menuju Bogor. Perjalananku ke Bogor kali ini tak bertujuan khusus, hanya ingin quality time bersama, dan juga bertemu dengan teman lamaku lagi. Perjalanan kami dengan kereta kali ini melalui beberapa fase, di mana aku dan dia harus berdiri, ada kursi dan kusuruh Rania untuk duduk hingga sampai ke tempat tujuan.

Kebun Raya, Bogor

Istana Bogor di Kebun Raya Bogor, lihat siapa yang duduk sendirian di pinggir kolam?
Tempat ini sepertinya akan menjadi tempat kenangan selanjutnya bagi kami, tentunya setelah kampusnyaMadiun, dan Surabaya (Royal Plaza, Tunjungan Plaza, dan Stasiun Pasar Turi Surabaya). Sore ini aku bertemu dengan Angghita, kawanku yang kukenal lewat masa On the Job Training di Batu Hijau, Sumbawa, setahun yang lalu. Kami bertiga menyusuri jalan setapak Kebun Raya Bogor menuju Istana Bogor sambil sesekali berfoto. Angghita adalah tuan rumah yang baik, karena dia tak segan menjadi fotograferku dan Rania.
"Sini aku fotoin! Kan kalian tamunya,"
"Mau prewed di sini ntar juga boleh kok!"
"Kalian geser dikit, biar kelihatan Istananya."
"Kok kurang terang ya?"
Kata-kata itu yang diucapkan Angghita selama menjadi fotografer pribadi kami.
"Istananya di tengah ya, kita berdua di pinggir gitu," request Rania.
"Siaaap," ujar Angghita.

Perjalanan sore itu kami akhiri dengan sholat Ashar di Mall dekat Kebun Raya, setelah itu kami makan bersama di food court. Obrolan-obrolan ringan kami bertiga berlangsung hangat, sampai tiba waktunya aku dan Rania harus kembali ke Depok. Setelah sholat Maghrib kami undur diri dan berpamitan pada Angghita menuju stasiun Bogor.

Di Kereta menuju Depok
"Eh, di luar hujan lho!" katanya.
"Yaudah, biarin. Kamu bawa payung?" tanyaku.
Percakapan ringan semacam itu mewarnai perjalanan kami petang itu.
"Padahal harapanku kamu ngerasain desak-desakan di kereta, bukan yang duduk lengang kaya gini!" ujar Rania ketus.
"Ih, maunya... Ya artinya ini rejekiku bisa jalan sama kamu, quality time sama kamu tanpa berdesakan dan jadi jengkel," jawabku sembari tersenyum padanya.
Rencana malam ini untuk menjenguk saudara dari ibu Rania diRumah Sakit terancam batal, karena hujan, dan lagi jam pulang kami terlalu malam. Tepat pukul delapan malam kami tiba di stasiun Depok dan segera berlari ke ruang tunggu, menunggu hujan sedikit reda.

Depok
"Udah tinggal gerimis tuh, yuk jalan pulang!" ajaknya.
Sambil memakai tudung parka-ku, aku mengikuti Rania yang berada di bawah lingkupan payung berwarna hijau yang dipegangnya di tangan kanan. Aku yang juga ingin berlindung di bawah payungnya memutuskan untuk mengambil kendali pegangan payung di tangan kiriku. Sepayung berdua, sepertinya ini judul yang pas untuk perjalanan malam ini.
"Sebenernya aku tuh paling nggak suka lihat cowok pakai tudung kaya gitu!" katanya.
"Ya kan lagi hujan, dear," jawabku.
Setelah kuantar dia sampai ke rumah, ternyata ada saja hal yang dapat mendekatkanku dengan keluarganya. Setelah malam sebelumnya dan pagi tadi ngobrol banyak dengan bapak dan mama dari Rania, malam ini aku diminta tolong untuk membantu pembuatan prakarya dari Adin, adik dari Rania. Malam ini ditutup dengan 'mie rebus bakso' dan teh hangat sebelum aku kembali ke penginapan untuk beristirahat.

Stasiun Pasar Senen
Pukul 10.00 WIB, setengah jam sebelum keretaku berangkat, aku masih di atas bajaj bersama Rania.
"Dari mulai grab car, commuter line, kopaja, busway, angkot, sampai bajaj, aku udah kamu tunjukin banyak alternatif transportasi di sini lho," kataku sambil tersenyum.
"Hahaha, banyak kan? Jadi kalau mau naik apa apa juga tergantung pilihan kita, mau yang praktis hemat, praktis mahal, sampai yang ribet juga bisa," jawabnya menerangkan. "Eh udah jam 10.06 sekarang, kamu langsung masuk?" tanyanya lagi saat kami setengah berlari menuju boarding.
"Kayanya iya, daripada telat kereta nggak lucu kan?" jawabku sambil meliriknya, dan menyerahkan kartu commuter line padanya.
Setelah bersalaman dan mengucapkan salam kami berpisah di meja boarding, sebelum aku masuk ke kereta kulihat matanya berkaca-kaca. Wajar, kami LDR, dan baru bertemu beberapa kali. Ada rasa sedih di setiap perpisahan yang kami lalui, itu wajar, aku pun jika ditakdirkan sebagai wanita juga pasti menitikan air mata saat ini. Akan tetapi hal itu tak mungkin terjadi, cukup perasaan berat yang kutahan dalam hati dan senyum kecut yang bisa menginterpretasikan perasaanku saat ini.

Pukul 10.35 WIB keretaku berjalan menuju Surabaya, komunikasi langsung dan verbalku dengan Rania berubah kembali via tulisan dalam chat, bukan telepon. Mengapa demikian? Karena Rania tak ingin aku mendengarnya menangis di telepon, simple. Dan aku menghargai hal itu.

EPILOG
Petualanganku di area JABODETABEK kali ini berakhir, ada banyak cerita bukan? Ya, bahkan banyak yang tak kuungkap di sini, mengapa? Karena mungkin cukup aku saja yang boleh menyimpannya, dan mengenangnya dalam memori ingatanku.

NOTE:
Rafi Handha dan Raniasa adalah nama fiksi yang sengaja aku tulis, tanpa alasan khusus, hanya ingin.

Friday, June 17, 2016

REFORMASI: Sebuah Nama Sejuta Kenangan

PROLOG
April sudah dua bulan yang lalu berlalu, fakultas ke lima pun sudah selesai dilahirkan, hanya mungkin ada satu generasi lagi yang belum lahir.

Aku selalu suka dengan sesuatu yang baik dulu di awal,

Tim Pemandu Reformasi ITS
Hehe, itu kami, Tim Pemandu Reformasi yang sempat aku mention di sini.  Kami lahir pada tahun 2015 lalu, di bawah legalitas tanda tangan Presiden BEM ITS periode 2014/2015, Imran Ibnu Fajri. Terdiri dari 12 orang pemandu, dan juga 12 orang fasilitator yang pernah memperkenalkan diri melalui fanspage ini,

Kelahiran Pemandu Reformasi beserta nilai yang dibawa
Masih ingat siapa saja mereka (12 Pemandu Reformasi)?
Mungkin aku hanya akan sedikit mereview beberapa deskripsi singkatku tentang 11 pemandu lain selain aku, yang pernah aku tulis juga di answer akun ask.fm milikku.

Aku awali dari Suto Guswanda:
Suto itu first impressionnya songong, hahaha. But, after we met in 5 days sleep together in Zoom's room, aku baru paham ttg dia. Dia itu serius orangnya, mengayomi banget sama bawahannya, sama temen2nya, sedikit baper kalo pas hatinya ga enak, tapi kalo pas biasa aja sih dia luar biasa baik. Jeleknya satu, suka lupa sama tidur n ga sayang diri sendiri.
Fandi Adi Nugraha:
Dia ketemu perdana di PPLKMM VIII FTI, anaknya songong sejak dulu, wkwkwk. Tapi meski songong dia konsisten sama apa yang dia omongin dan apa yang dia lakuin. Orangnya suka konflik, tapi bukan sebagai hal buruk, tapi sebagai agitator atmosfer dalam tim. Tapi diem-diem hatinya lembut juga lho.
Irwansyah Muhammad:
Also known as Tambun, dia salah satu orang yang bisa dibilang tumbuh dari rahim yang selaras sama aku, kominfoers, dulunya waktu staf dia di kominfo BEM ITS, terus jadi kahima HMPL, dan sekarang Menteri Kominfo kabinet Berani BEM ITS. Orangnya tipikal tegas tapi yes man, setia sama ceweknya, dan yang paling asik adalah dia kocak.
Tiara Irsyad Maulyna:
Mak "FUGU" Tir, ini adalah tipikal orang serius yang terkadang baper, dengan level garing tingkat advance. Tapi luar biasanya adalah cewek satu ini selalu mampu mengendalikan forum dengan tingkat kefokusan yang tinggi. Suka nyatet apapun yg ada di rapat, meski terkadang bapernya tingkat dewa, tapi sisi keibuannya luar biasa mengayomi.
Pitsyah Alifiyanti:
Suka banget dipanggil Pizza dan suka banget manggil orang dengan "beb". Ketemu perdana di PPLKMM VIII FTI, tipikal cewek yang manja secara lisan, tapi sebenernya dia strong. Gimana engga strong, garap TA semalem suntuk aja dijabanin. Tapi sedikit kurang bisa bagi waktu sama kegiatan selain akademiknya. Tapi pas dia fokus sama satu hal, orangnya suka perhatian banget sama hal-hal kecil dan detail.
Ihsan Aulia Pamayo:
Ini entah marga atau nama biasa, Pamayo, ini orang first impressionnya diem banget, cool gitu, dan paling ganteng diantara 8 cowok Reformasi. Bayangin aja, pas jadi fasil Berarti dulu awardingnya tergood looking di 5 fakultas :o
Pikirannya suka saklek nih anak, harus yg efektif dan efisien, ga suka sama hal yang bertele-tele. Kisah cintanya beragam, efek kegantengan kali ya.
Vidya Trisandini Azzizi:
Ipid si Paoz, sesama sembilan Maret sama aku, hahaha. Entah kebetulan atau apa, emang kalo namanya tim yg cocok ya ada kesamaan-kesamaan gitu kali ya. Cewek '95 ini agak baperan, suka diingetin sama Mak n Midun tentang "madrasah"nya. Dia rajin, suka kasih masukan yang bagus-bagus untuk pertimbangan aspirasi tim. Fokus sama kepemanduan atas dasar passion.
Ayub Samuel Yosepha:
Samuel, dia ketemu sama aku perdana entah kapan aku lupa, yang pasti pas udah masuk se-tim Reformasi aku ngerasa udah ngenal banget sama dia. Pernah disangkan Ho-Sif sama Suto pas game kebanggaan kami, ToT. Passion sama kepemanduan melebihi passion akademiknya, konsisten sama aturan sampe kadang lupa sama toleransi, tapi itu sisi positif biar fokus n ga mudah terdistorsi.
Romy Satyanto Wira Nugraha:
Anak ini juga salah satu orag yang mirp kepribadiannya sama aku. Dia seniman pol polan, dulu aku sempet kaya gini, absurd parah dan ga suka sama limit yang terlalu strict. Pemikiran Romy selalu out of the box, dan justru ini yang jadi powernya. Dia suka banget gambar, jelas representatif anak Despro banget. Konon katanya dia yang bikin logo kabinet Berani BEM ITS 2015/2016, dan dia juga yang bikin logo Reformasi kami yang penuh warna dan sesua dengan filosofi yang kami rumuskan bersama. Lahir dari darah orang tua alumni ITS-Unair, dia jadi anak Barat yang punya jiwa Sby, sampai TAnya pun tentang Sby Heritage :)
Hamida Kurniawati:
Anak kalem '95 ini pertama kali ketemu aku di OC Gerigi ITS, dia OC komunal, aku OC kelompok bareng Pristhi. Adek Hamida ini kalem orangnya, katanya sih dulu maba termasuk anak yang pendiem dan jarang berpendapat. Tapi pas udah jadi elemen di himpunannya dia jadi melesat luar biasa, di Pemandu proxi juga aktif katanya, pernah patah hati sama seseorang yang jadi cinta pertamanya, dan sekarang bikin dia jadi waspada sama lelaki yang mendekatinya. Bahasanya Gresik seru banget, lucu gitu ngomongnya, dan dia termasuk satu cewek yg bisa nutupin bapernya diantara kami.
Lericka Mei Permadi:
The last boy whom I want to describe here is from Bojonegoro, the same city where I was born. Anak ini salah satu yang jadi buronan semasa aku jadi BPH di FORBBITS, dicari2 keberadaannya sampe akhirnya muncul di banner caka HIMABITS meski akhirnya gagal. Sempat berharap dipertemukan sama anak yang first impressionnya berperangai serius ini saat di FORBBITS, but I can't. Malah dipertemukannya di keluarga LKMM TM ITS, dan sekarang jadi partner sekomisi di Reformasi. Punya hobby nyanyi dan becanda kalo semua pas lagi sumpek, kadang garangnya juga keluar kalo pas dia sumpek dan kami nggak kelar-kelar bahas sesuatu yang harusnya cepet kelar tapi justru jadi debat kusir (serius ini pernah). Cerita andalan dan favorit kami sampe sekarang adalah saat "praktikum"nya yang... (ah sudahlah).

Source:

Lalu fasilitatornya?
Tenang, meski belum sempat aku tulis di answer akun ask.fm, aku akan sedikit memberikan deskripsi singkat mereka di sini.

Mereka terlahir dan memilih nama FARMASI (aka Fasilitator Reformasi), proses kelahiran mereka sungguh memeras otak. Penuh debat, adu argumentasi, pertimbangan matang, pemikiran keras, dan bahkan air mata. Mungkin lab KOI (di gedung Teknik Industri lama) menjadi saksi bisu bagaimana mereka dilahirkan.

Dari kiri, berdiri: Zizi, Shailla, Dian, Zeniar, Lusi, Tiara 'njel', Novi 'kokom'
dua di tengah: Fandi 'tompel', Rizal; tiga di depan: Sukron, Egar, Alief
Tujuh dara cantik dan lima pemuda tampan, mozaik ke-13 dari Tim Pemandu Reformasi, mereka 12 orang, merupakan satu kesatuan utuh yang tak bisa terpisahkan di tim ini.

Zizi: adalah sosok kalem, childish, tapi sangat paham akan tugasnya. Sering menjadi pengingat di kala ada kelalaian dalam tim (terutama tentang sholat).
Shailla: si cantik yang satu ini di awalkelihatan pendiam, akan tetapi setelah ngobrol banyak pastilah paham ternyata "dirimu tak selugu perawakanmu, nak" hahaha. Ini orang yang kasih botol ucapan perpisahan ke aku pas di fakultas terakhir, FTSP.
Dian: wanita strong yang pertama ini terkesan cowok banget, tanggung jawabnya keren, punya sisi lain dirinya yang bernama Dion -_-"
Zeniar: cewek childish ke dua di FARMASI, biasa dipanggil 'kenthos' sama Alief, entah kenapa. Si chubby ini ternyata juga pernah kurus lho.
Lusi: cewek ini tomboy, tapi masih memperlihatkan sisi ke-cewek-annya. Sama seperti Shailla, dia memiliki cita-cita lulus 3,5 tahun. Yang salut adalah, di tengah pelatihan dia masih sempat-sempatnya ngajakin aku diskusi bahas materinya William Callister.
Tiara 'njel': maunya sih dipanggil "angel" tapi aku lebih sering manggil dia dengan ejaannya, 'njel'. Sama seperti Shailla dan Lusi, dia juga bercita-cita untuk lulus 3,5 tahun. Sering banget tiba-tiba hilang nih anak, tapi pas muncul totalitas kok.
Novi 'kokom': ini cewek super strong aku bilang, selalu available di tiap fakultas. Pas jadi komisi materi dia rajin banget kalo diajakin koreksi pre test dan post test.
Fandi 'tompel': entah sejak kapan julukan itu disematkan aku kurang paham, dia koordinator FARMASI. Kecintaannya dengan LKMM membuatnya layak masuk list fasilitator Reformasi. Jago editing, dan juga jago wacana yang "no wacana".
Rizal: cowok ini yang interview aku dan Vidya, bangku ijo Tknik Fisika jadi saksi bagaimana kami berinteraksi untuk pertama kalinya saat itu. Sosialita banget, dari mulai di sosmed sampai di dunia nyata, karena bergelut di dunia Sosial Masyarakat.
Sukron: manusia super sibuk KM ITS di angkatannya, apa aja yang nggak diikutin coba? Dari mulai HMJ, Bakor Pemandu, kepanitiaan ITS Expo, dan masih buanyak lagi aktivitas satu anak ini. Proyeksi pribadiku sih dia akan jadi salah satu orang penting KM ITS setelah ini.
Egar: Zuardian, nama depannya keren ya? Orangnya? Ketemu pertama pasti bilang freak karena emang pola pikirnya out of the box banget. Jadi koordinator fasil di Divergent, aku baru bisa kenal dia seperti apa, tulisannya juga kritis dan bagus.
Alief: denger-denger abis ini diproyeksikan jadi menteri entah presBEM ITS. Yah, entah issue atau tidak, yang pasti orang ini punya loyalitas dan dedikasi tinggi di FARMASI. Argumennya masuk akal, logis, dan gagasannya juga cerdas.

Udah segitu aja?
Iya lah segitu aja, karena setelah ini akan ada posting lanjutan tentang generasi bentukan Tim Pemandu Reformasi. Penasaran? Sebenarnya sudah pernah aku posting sih sebelumnya.


Anak pertama pecah telornya Pemandu Reformasi bernama DANADYAKSA, yang punya arti nama Penjaga Kejayaan, mereka terdiri dari 27 mahasiswa benua merah FTI.


Berlanjut ke anak ke-2, memilih nama DIVERGENT, yang melambangkan lima faksi berbeda di lima bidang FMIPA, mereka terdiri atas 23 punggawa benua hijau ini.


Lalu ada lagi ECLIPSE, enam belas orang perwakilan benua silver FTIf, mereka menjiwai analogi Merpati ITS, Garuda Bangsa.


Anak keempat punya nama SENJA, Samudera Emas Negeri Jaya Armatarangga, 20 ombak kebangkitan yang berasal dari benua biru FTK.


The last LASKAR REFORMASI, called LENTERA, meski namanya sedikit mirip dengan forkom tetua Patriot Muda, tapi semangatnya membawa pembaharuan yang berbeda dari sebelumnya. Mereka terdiri atas 27 pion benua hitam FTSP.

Posting tersebut pernah tersemat di fanspage ini juga.

Yang membuatku berkesan adalah 23 orang ini, DIVERGENT. Aku sengaja memberikan space tersendiri untuk mereka. Karena mereka adalah (secara langsung) menjadi anak keduaku di KM ITS, setelah PEMANDU IKHLAS (PPLKMM X FTI-ITS). Aku adalah koordinator Pemandu di LKMM TM IX FMIPA-ITS, yang secara sepakat dipanggil "abah" oleh mereka. Entah mengapa mereka memilih panggilan itu untukku. Selama pelatihan, baru kali ini aku merasakan beratnya mengurus "sekumpulan anak-anak" yang mayoritas cewek dan baperan. Tetapi berat dan susah bukan berarti tak bisa kan? Justru mereka adalah tool yang berguna untukku dalam memberikan pengalaman baru dalam menghadapi sekelompok orang.
Bagus, Bayu, Ilham 'prop', Silvia, Mutia, Widi, Ridza, Zumar, Azki, Ilmi, Fuad, Rizky 'Barok', Faizin, Maria 'mere', Riskha, Diah, Endah, Silvi 'cil', Vida, Fathina 'opik'Regita, Anggita, dan Ilham (sebagai ketua forkom). Dua puluh tiga mahasiswa angkatan 2014 inilah yang menjadi "anak-anak"ku yang bernama DIVERGENT. Saat ini (sampai tulisan ini selesai) sudah banyak dari mereka yang memegang jabatan fungsional di HMJ masing-masing, BEM Fakultasnya, BEM ITS, UKM, dll.

"Lima" mewakili 5 elemen penyusun FMIPA yang ada di DIVERGENT
Kado ulang tahunku yang ke-22 dari DIVERGENT
Lima fakultas telah terlalui, banyak cerita dan kesan yang telah tertoreh dalam hati, juga banyak momentum yang membekas di memori otak kita masing-masing. Hanya tinggal kenangan yang ada, lalu apa? Hanya kontribusi selanjutnya yang harus dilakukan pasca pelatihan ini. Selayaknya yang tercantum dalam firman Allah:

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
Arti: Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (Q.S. Al Insyirah: 7)

Selamat melanjutkan kehidupan untuk seluruh Pemandu Reformasi! Selamat menempuh perkuliahan tahun ke-4 bagi FARMASI, dan selamat berkontribusi untuk setiap amanah yang diemban, Laskar Reformasi...

EPILOG
Kosong, tak ada penutup, karena kontribusi ini terus berlanjut bagaimanapun bentuk dan rupanya.

Thursday, June 16, 2016

Flashback Saat Bercin-TA

PROLOG
    Penulisan tugas akhir telah sepenuhnya usai, waaah...
    Menjadi seorang (calon) ST memang seolah tampak mengasyikan, apalagi yang tak lagi menunggu sidang, tinggal menganggur dan menunggu makanan (buka puasa) datang begitu saja.

Barang pasca Sidang Tugas Akhir
     Revisi telah selesai, buku-buku TA yang seharusnya dikumpulkan pada kampus sepenuhnya telah terjilid rapi dan terkumpul, kecuali yang wajib diserahkan ke kaprodi, karena permintaan beliau harus bersamaan dengan pengumpulan di semester ini (semester 8/genap di tahun akademik 2015/2016). Simulasi pengumpulan buku TA ke perpustakaan hingga mekanisme memperoleh surat bebas pustaka dari Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember pun telah ditulis. Lalu apa?
     Ya, pada tulisan kali ini aku hanya ingin flashback sejenak tentang perjuangan menggarap Tugas Akhir dari awl sampai akhir. Penasaran? Pasti enggak, ngapain toh setiap Tugas Akhir memiliki perjuangannya masing-masing.

I. Fase Pencarian Dosen Pembimbing (November 2014-Juni 2015)
Fase ini aku lalui dengan sedikit terombang-ambing, pasalnya ibu dosen kesayangan sejak semester tiga, ibu YS, enggan membimbingku sebagai 1st advisor. Alasannya cukup mengejutkan memang, rencana beliau untuk melanjutkan studi master degree di Jepang yang beritanya santer terdengar semenjak aku menjadi mahasiswa baru pada 2012 benar-benar akan direalisasi tahun 2016. Akhirnya aku diarahkan untuk menjadikan bapak ketua Laboratorium Metalurgi saat itu, bapak AP, sebagai pembimbingku, dan ibu YS sebagai co-pembimbingnya.

II. Fase Pencarian Literatur untuk Topik Tugas Akhir (Juni-Agustus 2015)
Kali ini sedikit santai, di fase ini kegiatan aku lakukan secara paralel dengan Kerja Praktik. Berbagai sumber jurnal ku-download  dan kugunakan sebagai bahan bacaan, sesuai pendekatan minat yang aku ingin geluti di Tugas Akhir. Kegiatan mempelajari bahan-bahan literatur tersebut kulakukan di Batu Hijau, Sumbawa, sembari menyelesaikan laporan Kerja Praktik.

III. Fase Pra-Seminar Proposal Tugas Akhir (Agustus-September 2015)
Pada tingkatan ini tingkat kegalauan sampai pada level 2 (dengan skala 5), berulang kali bimbingan, mendapat masukan, revisi penulisan, hingga H-4 hari pendaftaran mendapatkan revisi total karena ada beberapa miss komunikasi antara aku, bapak pembimbing, dan ibu co-pembimbing. Lelah? Jelas sekali, kantung mata yang mulai terbentuk di tahun kedua dan ketiga (saat begadang menjadi makanan sehari-hari di pengurus HMMT FTI-ITS serta organisasi/kegiatan lain yang aku ikuti) harus bertambah banyak dan menghitam. Belum lagi ketika aku dan dua partner seminar proposalku nanti belum mendapatkan jadwal pasti, menambah kebuntuan sana-sini.

IV. Fase Seminar Proposal Tugas Akhir (September 2015)
Pencarian jadwal bukan lagi masalah saat ini, yang menjadi pikiran adalah "akan menjadi perkedel seperti apa ide 'kami' dihabisi oleh para dosen penguji". Mungkin tak perlu dijelaskan lebih lanjut seperti apa prosesnya, yang pasti aku menyelesaikan seminar proposalku hanya dalam waktu 50-55 menit. Bersyukur? jelas, karena satu fase gerbang "neraka" ini terlewati.

V. Fase trial-gagal-trial-gagal lagi (September-Desember 2015)
Konsep tugas akhirku yang tak biasa ini membuatku pusing tujuh keliling untuk men-treatment, memadukan, dan juga memroses Magnesium, Besi, dan juga Kalsium. Mengapa demikian? Dari jumlah sampel (perlu diingat: saat proses trial ini, aku sedang menunggu pesanan material asliku datang dari Jerman) yang aku perhitungkan hanya dapat digunakan empat kali trial, semuanya GAGAL. Apalagi bapak AP yang sebelumnya menjabat sebagai kepala laboratorium Metalurgi, terpilih sebagai Ketua Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS periode ini. Lalu? Jelas semakin meningkat juga kesibukannya. Dan level kegalauan karena cinTA meningkat jauh ke level 4. Kepala pusing karena kurang tidur, telah terlewati waktu empat minggu untuk meninggalkan kosan untuk tidur di laboratorium Metalurgi, menahan kantuk di laboratorium Fisika Material, berkali-kali naik dan turun tangga (herannya nggak bikin kurus) untuk menimbang di laboratorium Kimia Material, dan juga berurusan dengan palu, tang, dan obeng untuk membuka chamber vakum material sampelku. Itu semua sangat amat menguras tenaga. Hingga suatu titik di mana ada rasa putus asa di sini, ketika harapan untuk menyelesaikan Tugas Akhir di semester 7 diujung kegagalan. Meski telah masuk dalam plan list bercinTA-ku, tetap saja rencana ini sangat tidak aku harapkan. Akan tetapi memang Allah SWT berkehendak lain, sebelum ku tahu bahwa material Mg dan Ca yang kuimpor akan tiba pada 10 Desember 2015, aku telah memutuskan untuk melakukan drop mata kuliah Tugas Akhir. Dengan berbagai pertimbangan dan kondisi real di lapangan, berulang kali GAGAL.

VI. Fase Tidur Laboratorium (lagi), dan Melewatkan Liburan Semester Ganjil Tanpa Pulang (Desember 2015-Januari 2016)
Level kegalauan pada fase ini sedikit turun, yaitu 3,5. Karena yang aku tahu saat itu materialku telah datang dan waktuku untuk berleha-leha tidak lagi ada. Apalagi saat ibu co-pembimbing mengeluarkan pernyataan, "saya akan berangkat ke Jepang pada 2 April 2016, jadi kalau bisa kamu sidang duluan aja, sebelum itu". Jedeeeer.....
Ya, memang saat itu rasa lelah menyelimuti, akan tetapi pada fase ini kondisi psikisku sedikit terobati dengan kegiatan lain bersama keluarga baruku. Perlu diketahui sejak Fase IV hingga VI aku telah tergabung dalam Tim Pemandu LKMM TM ITS 2016, Pemandu Reformasi. Dan keluarga inilah yang menghiburku di kala hidupku terkatung-katung dengan fase trial-gagal sebelumnya. Fase VI ini terlewatkan dengan sangat amat menggembirakan, karena berhasil menurunkan level kegalauanku menjadi 3. Hal itu disebabkan oleh keberhasilan trial (menggunakan material indent yang harus aku tunggu selama fase V untuk pertama kalinya) ke-5 ku. Tepat pada pukul 23.57 WIB (GMT+7) di 31 Desember 2015, Mafeca versi beta 1.5 (paduan Mg-Fe-Ca hasil trial ke-5) terlahir. Paduan Mg-Fe-Ca tersebut adalah yang pertama kali ada di seantero bumi, pernyataan tersebut bukan tak berdasar, pasalnya tak ada jurnal-jurnal ataupun buku yang menyebutkan bahwa material paduan Mg-Fe-Ca pernah ada dan dimanfaatkan sebelumnya. Fase ini terlewati dengan sangat menegangkan, dan menjadi moment tutup tahun yang membahagiakan bersama seluruh penghuni laboratorium (Metalurgi, Material Manufaktur, Ekstraksi, Fisika Material, Inovasi Material, Kimia Material, Korosi, dan juga beberapa penghuni Komputasi) dengan bakar sosis, pentol, dan beberapa makanan layak makan lain di malam pergantian tahun 2015 ke 2016. Dan fase ini berlanjut dengan pembuatan paduan-paduan selanjutnya, Mafeca versi 1.0; 2.0; dan 3.0 (karena memang aku membuat tiga paduan dengan prosentase berbeda) yang sesungguhnya.

VII. Fase Pengujian Material Sampel (Januari-Februari 2016)
Memang benar Allah selalu mendatangkan kesusahan dengan kemudahan, pasalnya di fase ini tingkat kegalauanku kembali normal ke level 2. Atas keberhasilan proses pengujian Compressive, X-Ray Diffraction, Scanning Electron Microscopy dan EDX, Hardness, Metallography, Atomic Absorption Spectroscopy, dan juga Weight Loss. Semua pengujian tersebut telah aku rampungkan pada akhir Februari, untuk selanjutnya...

VIII. Fase Analisis dan Penyusunan Laporan Tugas Akhir (Februari-Maret 2016)
Berlanjut ke fase ter-slow dan tanpa tekanan berarti. Satu-satunya tekanan yang tertanam dan ada di benakku hanyalah "ibu co-pembimbing pergi pada 2 April 2016" yang otomatis membawaku pada pikiran bahwa kesempatanku untuk menggarap laporan hanya tinggal menghitung hari. Revisi? Berulang kali terjadi. Apa saja yang diedit? Banyak, redaksional, penyusunan tata letak gambar, sistematikan BAB, semuanya pernah revisi. Meski basic kegemaranku adalah menulis, baru di fase inilah aku merasa ternyata menulis laporan ilmiah tak semudah menulis sajak-sajak ataupun berita dan opini yang biasanya kutulis.
Tingkat kegalauan meningkat sedikit ke level 2,5. Hingga tibalah di pekan di mana weekend nanti kawan-kawan seperjuanganku MT14 akan menjalani prosesi wisuda ke-113 ITS. Kepalaku campur aduk, apalagi proyek LKMM TM telah memasuki fakultas ke-3 dan mulai hectic. Akan tetapi badai akan tetap berlalu, karena pasca 18 Maret 2016 (jadwal sidang Tugas Akhirku keluar) aku hanya tinggal mempelajari apa yang aku tuangkan dalam laporan.

IX. Fase Sidang Tugas Akhir (21 Maret 2016)
Di fase ini kegalauan meningkat lagi, H-30 menit sidang, levelnya naik ke posisi 5, di mana otak sudah kacau, tangan dingin, dan lidah kaku. Akan tetapi aku tetap memosisikan diri bahwa "aku sedang memandu suatu materi", TITIK. Akhirnya level maksimum tersebut berhasil turun sampai ke level 2 lagi pada H+5 menit sidang berlangsung. Aku telah menguasai forum, dan kulihat dosen pengujiku yang pada dasarnya (aku beruntung) mendapatkan dosen penguji yang semuanya baik hati dan bukan tipikal orang yang bertele-tele. Kurang dari dua jam, disertai candaan dan senda gurau di dalam ruangan sidang, prosesi gerbang neraka Tugas Akhir telah resmi selesai. Meski menyisakan 'sedikit' revisi, aku merasa bebas. Karena di titik inilah level kegalauanku turun jauh ke titik nol. Apalagi ketika disambut oleh Pemandu Reformasi beserta anak-anak (ketemu gede) ku, Divergent FMIPA, semua tampak sangat bebas dan tak lagi ada beban.
Lalu kulanjutkan hari itu dengan makan coklat pemberian Tira, yang dititipkan pada Anis. Selain itu juga sesi foto bersama kawan-kawan MT14, termasuk Yogie dan Nimas, yang merupakan sahabatku sejak maba. Dan sebagai simbol pecah telor perdana wisudawan ke-114 MT14, dilakukan foto bersama beberapa orang MT14 yang saat itu ada di plasa JTMM.

X. Fase Revisi
(skip ya, nanti ketahuan malesnya... hehe ^_^v)

EPILOG
    Jadi, fase santaiku bulan-bulan ini bukan tanpa perjuangan, telah nampak bukan bagaimana cerita panjangku menuju (calon) ST beserta rumitnya proses bercinTAku? Yakin masih mengira prosesku enak-enak saja?
     Yah, monggo dibuktikan saja proses cinTA kalian serumit dan se"indah" apa.

Wanna support???