Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Sunday, August 4, 2013

Topik di Empat Agustus Pasca Sahur

     Malam itu aku tidur agak malam, tepat tengah malam. Aku bilang agak malam karena biasanya aku tidur menjelang pagi. Ternyata kebiasaan begadangku selama setahun di perantauan tak bisa diubah begitu saja, ada banyak hal yang baru bisa dilakukan saat matahari sudah terbenam. Suara jangkrik malam itu menidurkanku dengan cepat, laksana nyanyian lagu Nina bobo yang dulu sering dinyanyikan mama saat aku kecil dengan namaku untuk mengganti sang Nina. Mungkin tak genap tiga jam aku tidur, aku sudah terbangun dan entah kenapa aku memilih untuk diam dan termenung di atas kasur lipat di ruang tamu. Ada kamar sih, tapi entah mengapa aku lebih memilih untuk tidur di lantai, selalu begitu. Setahun kebelakang aku di perantauan pun kasur di kamar kos lebih sering cemburu dengan karpet tipis yang seraya selalu mengucap selamat datang pada setiap tamu kos yang masuk ke kamarku. Sudahlah, cerita tentang kasur dan karpet itu cuma intermezo.
     Penunjuk waktu di handphoneku telah menunjukkan pukul 03.45 a.m. dan aku memutuskan untuk bangkit dari singgasana mimpi menuju ruang tengah, ruang serbaguna yang selalu digunakan oleh keluargaku sebagai pendopo pertemuan dan tempat beriskusi, juga makan bersama. Dan kebetulan tiap sahur kami makan bersama di ruangan itu. Menu pagi itu cukup menggugah selera, dan lebih baik tak perlu dibayangkan di tengah-tengah jalannya puasa hari ini. Usai makan sahur sembari menunggu adzan shubuh berkumandang ada sebuah momen indah yang selalu aku nantikan setiap aku pulang kerumah. Share and talk bareng papa. Tak pernah sekalipun terlewatkan petuah-petuah manis dan tak jarang pula sedikit teguran untuk anaknya tercinta. Biasanya momen itu selalu ada aku, kakak, dan papa. Tapi karena kakak baru dalam perjalanan untuk pulang kerumah hari itu, jadi hanya aku dan papa yang ada di momen indah itu.
     Berawal dari pertanyaan dariku yang terucap sebagai permintaan respon untuk masalahku, seperti biasa tak hanya berlangsung satu arah, ada diskusi di sana, pembicaraan sangat hidup. Ada topik tentang diriku, keluarga, kuliahku, hingga kembali lagi membahas proses yang berjalan krusial selama delapan bulan pertama masa kuliahku, sungguh menarik. Pembicaraan itu terpotong oleh kumandang adzan shubuh dan kami sholat berjamaah. Masih mengenakan sarung sambil duduk di atas sajadah, untaian doa yang terucap tertuju padaNya sebagai permohonan untuk keselamatan keluarga kami baik di dunia dan di akhirat. Lalu pembicaraan berlanjut lagi. Kali ini berbeda topik, dan ini yang paling krusial. About me and my future girl sungguh tak terduga. Meski sejak kelas lima SD aku sudah memulai hubungan dengan seorang cewek, bukan berarti aku tak merasa sungkan jika ditanya tentang topik ini. Wanita yang jadi bahasan kali ini adalah seorang wanita yang istimewa menurutku, karena aku tak berharap banyak darinya selain bisa menjadi ibu dari anak-anakku kelak. Papa menanyakan perkembangan hubungan kami, dan seperti biasa aku ceritakan semuanya. Aku punya prinsip pacaran itu gaya anak SMP dan SMA, untuk usiaku yang sekarang ini dia yang telah ta'aruf denganku hampir dua tahun ini bukan lagi  sebagai pacar. Lebih tepatnya calon istri jika Allah SWT mengijinkan dia menjadi pelengkap tulang rusukku yang hilang. Hubungan kami sebatas sms dan telepon, ketika aku berada di perantauan, dan saat pulang ke rumah, aku silaturrahmi ke rumahnya, bertemu dan berkenalan baik dengan orang tua dan hampir keseluruhan keluarga besarnya. Entah sejak kapan, tapi yang pasti setiap aku sowan kerumahnya dan di sana ada sanak saudaranya, aku selalu jadi tokoh utama yang ada di tengah pembicaraan. Bukan berniat ge-er atau apa, tapi aku merasakannya. Ah, sudahlah jika membicarakan tentang hal ini pasti tak akan ada ujungnya. Ya mau tak mau ujungnya baru terlihat jika saat usiaku dua puluh lima, atau saat kapanpun Allah SWT menakdirkanku untuk memiliki pendamping hidup, yang tertulis di undangan adalah namaku dan namanya. Di topik paling akhir, pembahasannya adalah kakakku dan orang spesialnya. Panjang lebar pembahasannya, yang pasti berakhir dengan doa agar tak sampai empat tahun kedepan kakakku bisa duduk di kursi pelaminan bersama orang yang tepat, yang Allah SWT takdirkan untuknya.
     Tak ada momen seistimewa dan sesempurna ini untuk terjadi lagi. Karena memang momen seperti ini sering berulang jika aku, papa, dan kakak berkumpul dalam satu pembicaraan. Dan biasanya mama tak ingin terlibat dalam momen seperti ini, hanya terkadang nyeletuk di tengah pembicaraan dan perdebatan untuk topik-topik tertentu, atau hanya sekedar menjadi time reminder bahwa momen itu telah berlangsung lebih dari tiga jam. Sangat indah memang, and I think this is my perfect family life.

Saturday, August 3, 2013

Kegembiraan di Desa itu, Kembali Malam ini

Ya, dan malam itu kembali lagi.
Kebersamaan tiga malam di desa itu kembali terasa, meski tak lengkap kesemuanya, ada saja keasyikan yang terbawa. Tak lagi ada mention tentang godokan bayem di malam itu, karena memang sedang tidak pas untuk dibicarakan, entah mengapa. Mungkin karena momennya sedang tidak tepat pasca evaluasi yang aku sendiri tak hadir di forum jajak pendapat tersebut. Kusebut jajak pendapat karena di dalam bayanganku hanya akan menjadi forum dua arah antara beberapa orang saja disana, yang memberikan masukan dan mungkin juga kritik pedas, dan juga sedikit pembelaan dan penyamaan persepsi. Dan ternyata memang benar seperti itu. Jujur andaikata aku ikut di forum evaluasi kemarin aku akan langsung menyudahi saja forum tersebut, karena tak ada yang perlu dievaluasi. Kesalahan yang terjadi selama acara tak ada yang bisa sepenuhnya disalahkan secara personal, karena disana kita semua salah jika memang benar-benar ada kesalahan. Ini acara perdana, acara besar pertama yang menyatukan "kita" para Organisasi Mahasiswa. Meski awalnya ini adalah proker dari salah satu dari kita, aku pikir ini tak masalah, tak ada yang superior disini, yang ada hanya kita. Organisasi Mahasiswa yang ingin berkontribusi nyata untuk daerah asalnya. Ya seperti ini wujudnya, salah satu gerakan konkret. Justru seharusnya kita berterima kasih kepada si Ormada pelopor, bukan malah menghujatnya, karena belum tentu yang lain mampu mengawalinya. Ini saatnya kita menyelaraskan diri.

Haha, dan prolognya disudahi saja ya, karena sepertinya tak ada ujung jika dibahas terlalu mendalam.
Lupakan sejenak semuanya, sebelum dimulai lagi menyusun laporan pertanggung jawaban acara kemarin (ucapan ini setulus hati buat ketua pelaksana dan segenap Pengurus Harian Ormada pelopor acara kemarin). Jumat malam, dua Agustus 2013, hari ini ada agenda buka puasa bersama lagi. Entah apa yang dipikirkan, tak bosan-boasannya buka puasa bersama, padahal sudah dilakukan tiga hari berturut turut saat di desa itu. Juga sahur bersama yang berlangsung tiga malam berturut-turut juga. Tapi tak perlu lah dipikirkan apa maksudnya, yang pasti akan ada lagi kegilaan di sana, di acara buka puasa bersama kali ini. Ada sekitar sebelas orang yang ikut di dalam acara kemarin. Warung Nasi Goreng Kampung jadi pilihan buka puasa bersama kali ini, yang artinya rencana untuk buka puasa di rumah salah satu orang berpengaruh di Ormada asal Semarang batal dilaksanakan. Di sana kami memilih tempat lesehan yang letaknya paling pojok, dekat tempat sholat yang berkapasitas maksimal empat orang bertubuh normal. Acara tersebut berlangsung sederhana, tak ada yang mewah. Hanya saja ada acara Ramadhan Music Box (entah namanya benar atau salah) keliling dari salah satu merek rokok baru dari produsen ternama. Makin malam makin ramai saja, meski lagu yang dinyanyikan sang vokalis dari band akustik yang tampil adalah lagu-lagu galau. Kami sholat bergantian di tempat sholat, dan tibalah di saat para lelaki tak tahu diri yang masuk di tempat sholat tersebut. Sudah pada besar, badannya juga nggak kecil, gempal semua, tapi kelakuan masih pada unyu (--"). Imam sholat rela membatalkan takbir dan niatnya hanya karena perintah sang makmum termuda untuk geser dan memajukan posisi sholatnya. Tawa pun pecah seketika, para makmum yang akan mulai khidmad dalam melafalkan niat sholat maghrib pun kehilangan konsentrasi karena kata-kata tambahan dari sang imam, "Sek onok peng pindho maneh kok jatah batalku." (Indonesian translate: "Masih ada dua kali lagi kok kesempatan batalku."). entah apa yang dipikirkannya. Dan sholat maghrib berlangsung normal seperti biasa, tiga rakaat.
Kegiatan setelah ini yang akan jadi cerita menarik. Sebelas orang yang sedikit waras (banyak enggaknya) ini memutuskan untuk pergi ke alun-alun. Sesaat sebelum berangkat ada yang nyeletuk, "Lho, nek kumpul nggak tau ndang teraweh bareng." (Indonesian translate: "Lho, kalau kumpul nggak pernah tarawih bareng."). Dengan entengnya aku pun menjawab jawaban yang sama ketika dulu di desa ada yang mengatakan hal serupa, "Heh, isya' lho waktune dowo sampe meh shubuh, teraweh yo sunah, isok munfarid." (Indonesian translate: "Heh, isya' lho waktunya panjang sampai menjelang shubuh, tarawih juga sunah, bisa munfarid.") tentu saja dengan nada bercanda, meskipun akhirnya benar-benar dilakukan (--"). Di perjalanan menuju alun-alun malam itu, satu-satunya Srikandi dari salah satu Universitas ternama di Surabaya memisahkan diri karena harus pulang. Kami bersepuluh tiba di alun-alun kota Bojonegoro, bertepatan dengan adanya acara Bojonegoro Art Exhibition 2013 yang disponsori oleh salah satu provider ponsel ternama di Indonesia. Sejenak kita menikmati, atau lebih tepatnya mengamati dari jauh acara tersebut, kami memutuskan untuk pergi dan menyewa becak cinta (sebutan untuk kendaraan beroda banyak dengan lampu berkelap kelip dan memutar lagu-lagu, hasil modifikasi dari becak/sepeda yang dapat dikendarai banyak orang). Tanpa harus menyebukan nominalnya, yang pasti kami berhasil menawar kendaraan tersebut untuk dua kali putaran alun-alun dengan bersepuluh. Meski harus berdesakan, tapi sesi foto-foto pun tak terhindarkan. Tak lupa sebelum putaran pertama selesai, kamu berhenti di salah satu stan penjual kembang api, dan membeli satu buah firework for party dan empat buah kembang api kecil biasa. Kami tenang-tenang saja, karena yang merogoh kocek kali ini adalah salah satu orang berpengaruh di Ormada dari kota Semarang. Lalu perjalanan berlanjut ke putaran selanjutnya, setelah sebelumnya bertemu dengan salah satu member dari kegilaan yang berlangsung di desa kemarin, tetapi dia tak ikut buka puasa bersama. Akhirnya dengan berharap tidak ketahuan dengan sang pemilik becak cinta, kami pun menaikkan dia. Jadilah kami bercinta (maksudnya naik becak cinta) bersebelas orang. Dan di akhir putaran, kami turun dan membayar biaya sewa.
Agenda berlanjut untuk membuat keributan (menyalakan kembang api) di tengah lapangan sepak takraw alun-alun. Setelah berhasil menyalakan empat kembang api kecil dengan rokok dari ketua umum Ormada pelopor acara kemarin, kami meminjam, atau lebih tepatnya meminta, korek api pada sekelompok anak muda (ih, sok tua banget) yang lewat di dekat kami. Aku jadi pemegang kembang api besar itu, karena alasan klasik, yang lainnya belum pernah menyalakannya (padahal mungkin mereka takut ^_^v). Enam letusan kembang api pun berakhir. Dan kami masih bercanda di tengah lapangan dengan background anak-anak kecil yang bermain motor trail mini dan ATV disana. Tanpa disuga ternyata anak-anak muda yang koreknya kami pinjam juga menyalakan kembang api besar, ada empat kembang api yang mereka letuskan, dan kami menikmatinya malam itu. Itung-itung pesta kembang api gratisan bareng-bareng. Dan malam itu kami lanjutkan dengan kembali ke parkiran motor, sejenak menyaksikan stand up comedy dari acara Bojonegoro Art Exhibition 2013 yang diakhiri dengan quote penutup dari sang standers (emang bener ya ini sebutannya? Ngasal aja lah), "Aku cinta banget sama yang namanya uang, sampai-sampai malam ini dompetku kosong, karena apa? Karena aku tahu, cinta itu tak selamanya harus memiliki." Haha, dan tepuk tangan pun mengakhiri tawa. Kami yang mungkin sudah bosan, mulai bingung ingin melakukan apa, ada yang berencana ngopi bareng, tapi aku memilih pulang. Karena kerja sambilan, ngopi itu hanya berlaku di kota perantauan, Surabaya, buatku. Kalau di rumah (Bojonegoro) libur dulu deh.

Bukan latar belakang sekolah ataupun perguruan tinggi yang membawa keakraban kami, tapi kesamaan visi untuk saling bekerja sama tanpa tendensi persaingan yang menyatukan kami. Semoga momen malam ini tak menjadi akhir dari pertemuan kami dan juga tali silaturrahmi kami. Jangan pernah menjadi eksklusif dengan kesombongan dan kebanggaan terhadap diri sendiri, pun juga jangan pernah merasa rendah diri, karena di dunia ini kita tak sendiri, ada orang lain di sekitar kita. Disadari atau tidak, kenal atau tidak kenalnya kita dengan mereka, mereka juga berperan dalam pendewasaan kita.

Wanna support???