Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Saturday, January 18, 2014

Tahun Pertama itu...

Tahun lalu adalah tahun yang sangat-sangat menentukan sebuah langkah baru di kampus perjuangan ini. Luka,pahit, getir, dan manisnya menjadi mahasiswa baru tak pernah terlupakan.
___________________________________________________________

Tahun pertama itu...
     Ada banyak hal yang bisa kita gali dan pelajari dari apa yang telah dilewati. Termasuk berharganya pembelajaran di tahun pertama. Di sini kita mengenal teman, sahabat, dan bahkan saudara. Awal mula pertemuan angkatan 2012 menjadikan sebuah kesan tersendiri. Petang itu di food court Pakuwon, kita bertemu untuk pertama kalinya. Yang kuingat hanya segelintir orang yang ada di sana, karena memang belum ada yang kukenal saat itu. Hanya ada calon komting pertama saat itu, Adha Bangkit Banyubiru Tangguh, lalu ada Rahudita Sofiansah yang menyebut diri mereka tuan rumah saat itu. Layaknya tamu yang disambut tuan rumahnya secara baik di kota Surabaya, aku menyikapi pertemuan itu menjadi sebuah awal kekeluargaan yang terbentuk saat itu. Hingga hari-hari itu tiba, hari-hari yang menurutku luar biasa, karena memang efeknya saat ini ketika aku rasakan sangatlah besar.
     Dan setelah berjalan beberapa lama ada sebuah ketidaknyamanan yang terjadi, hingga aku bertemu dengan kalian, orang-orang hebat yang mendidikku untuk mengungkap sebuah pemahaman baru dalam hidup ini. Mungkin terkesan berlebihan, tapi memang itu adanya. Kalian luar biasa, selama aku mengenal kalian kalian orang-orang kritis, keren menurutku. Tapi sayang sekali jalan yang kalian ambil terlalu jauh. Aku pernah yakin bersama kalian, aku pernah kuat karena kalian, dan aku juga pernah bimbang karena kalian. Hingga akhirnya hanya satu orang yang bisa meyakinkanku untuk mengambil jalanku sendiri, papa. Sudahlah, tak penting itu diceritakan terlalu detail.
     Yang ingin aku sorot adalah sebuah perjalanan yang pernah kulewati. Tahun pertamaku di sini, aku telah mengalami sebuah proses, yang dulu pun aku pernah tak menerimanya, menganggapnya salah, dan sepenuhnya tak baik, yang biasa dikenal dengan negative thinking. Tapi aku yakinkan sekali lagi, semua proses itu ada ujungnya, semua proses itu ada tujuannya, dan semua proses itu ada manfaatnya. Kehidupan setelah proses itu akan jauh berbeda. Teringat tentang kata-kata dari kepala departemen PSDM HMMT tahun 2012/2013, Iga Ari Himando, yang intinya adalah bahwa himpunan itu bukan kotak ajaib, banyak hal yang bisa terjadi diluar anggapan ideal yang kita inginkan. Dan itu memang benar, rasa berat yang dirasakan saat proses itu tak ada apa-apanya ketika sistem telah ada di genggaman kita. Menyalahkan sistem memang mudah, tapi membangun dan mengatur sebuah sistem tak semudah membalikkan telapak tangan.
     Analoginya adalah kau harus menjalani dulu sebuah kehidupan untuk mengerti bagaimana jalan kehidupan itu menuntunmu ke jalan mana. Apa yang kau alami dulu, di masa lalu, adalah sebuah bekal terbaik untuk menghadapi masa depan dan demi mengatur sebuah sistem hidupmu di masa depan, yang kusebut itu pengalaman. Ada banyak pilihan yang bisa dilakukan, terus berjalan tanpa peduli apa yang dijalani, berjalan perlahan tapi pasti dan mengerti setiap keadaan yang dilalui dengan berbagai kondisi, atau berjalan sejenak lalu menyerah sebelum garis batas terlewati. Tiga hal itu akan menentukan pengalaman seperti apa yang akan kau dapatkan di akhir nanti, dan melakukan itu semua membutuhkan improvisasi, baik dilalui dalam "diam" atau "berkoar" mencari muka.
     Aku bisa berkata demikian karena aku pernah mengalaminya, dan aku memilih jalan yang aku rasa paling tepat untuk aku jalani. Bagaimana dengan kalian? Hey, kalian para pejuang tahun pertama. Kalian patut untuk mendapatkan pengalaman lebih dari apa yang pernah aku alami. Kalian berhak memilih apa yang ingin kalian pilih untuk jalani. Tapi hanya satu yang ingin aku tanamkan, sebuah tekad yang harus kau hunjamkan ke dalam sebuah niat. Bahwa sistem tak akan pernah bisa kau ubah ketika kau belum menjalaninya, ikutlah dulu ke dalam sebuah sistem, rasakan sistem itu dengan logika dan nurani kalian, dan ketika kalian telah melaluinya, pikirkan yang terbaik untuk tujuanmu. Bukan sekedar tujuan pribadi, tapi tujuan yang dapat berguna bagi orang-orang di sekitarmu, bagi organisasi, atau apapun itu yang pernah membawamu menjadi apa saja yang nantinya membentuk dirimu di masa yang akan datang.

Dan tahun kedua itu...
     Pembelajaran tiada akhir, kaulah penentu segalanya dalam hidupmu, ingin menjadi apapun kamu, jadilah! Asal tetap bermanfaat bagi sekitarmu, lakukan. Karena tekad pada baris pertama akan selalu bisa menuntunmu untuk menjadi manusia yang luar biasa, dimanapun kamu, sebagai apapun dirimu, dan bagaimanapun kamu menjalani hidup.
     "Jangan pernah menyerah..."

Surabaya, 18 Januari 2014
Dalam sebuah kotak yang membingkai kehidupan,

Friday, January 17, 2014

Sudahkah Kita

Jumat petang, 17 Januari 2014

   Seorang cowok berjalan agak terburu-buru dari sebuah tempat duduk di tengah ramainya jurusan. Dia teringat sesuatu yang membuatnya segera pulang ke rumah yang selama hampir dua tahun ini menemani perjalanan ceritanya di sebuah kampus perjuangan. Setiba di rumah tersebut tampak handphone dinyalakan untuk sekedar melihat jam. Ada rasa bersalah di sana, sesegera mungkin dia masuk kerumah dan mengambil air wudhu. Ternyata hal itu yang membuatnya gelisah. Ingatan akan sang pencipta membuatnya merasa bersalah.
   Memang begitu seharusnya manusia, tak hanya mengutamakan kesenangan dunia.
Sudahkah kita merasakan hal yang sama saat kita lalai atau bahkan terlambat untuk melakukan komunikasi rutin denganNya?

Thursday, January 2, 2014

Penghujung Pertemuan

Surabaya, 29 Desember 2013
Sore ini langit tak secerah biasanya. Kota surabaya yang kukenal tak memancarkan panas terik akhir-akhir ini. Semoga tak menjadi firasat tentang hal buruk yang akan terjadi atau apalah itu.
***
Kau sedang berada dalam kamar, entah perasaan apa yang tengah berkecamuk dalam hatimu, hingga berkali-kali kau mencoret diarymu dan mengganti tulisanmu dengan kata-kata baru. Tiba-tiba...
“Fifi, ayo turun! Kamu belum makan sejak pagi,” ucap seseorang.
“Lho? Mama udah pulang” gumammu, dan segera kau menjawab, “Iya ma.”
Kau beranjak turun dari tempat tidur, berjalan gontai dengan sisa-sisa kemalasan yang masih menempel di tubuh. Tapi, senyum dari seorang wanita paruh baya, yang menunggumu di meja makan, membawa perasaan lain yang membuatmu mempercepat langkah untuk segera turun dan memeluknya erat. Dua hari lalu kau baru saja tiba di kota kelahiranmu, rasa rindu untuk orang-orang terdekatmu tak lagi bisa terbendung. Apalagi saat bertemu mama yang ketika kau datang memang tak ada dirumah. Hanya melalui sms beliau berkata sedang tak ada di rumah.
“Mama dari mana sih? Kok nggak minta jemput aku?”
Wanita itu menjawab, “mama biasa melakukan apapun sendiri kok, mama abis dari Rumah Sakit.”
Sejak papa meninggal dan kau melanjutkan studi ke Perancis, mama melakukan segalanya sendiri di rumah. Hingga saat menderitanya pun dia rasakan sendiri, tanpa ada yang tahu, termasuk dirimu. Hingga akhirnya...
***
Surabaya, 1 Januari 2014
Hari ini tepat 50 tahun usia mama, tak pernah kurasakan sakit yang seperti ini sebelumnya. Aku pulang hanya ingin membawa kabar gembira untukmu. Tapi sepertinya Tuhan berkehendak lain, aku menangis hari ini, di depanmu, dalam kafan putih yang menemanimu berpulang padaNya. Aku lulus tahun depan, ma. Dan seharusnya ini adalah kado termanis yang bisa aku sampaikan di 50 tahun usiamu, di penghujung pertemuan kita di dunia. Aku sayang mama.
***

Wanna support???