Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Friday, July 14, 2017

Sidang Akhir, Oral Defense, atau Apalah Namanya

PROLOG
Hampir setahun aku berada di sebuah lingkungan baru, budaya baru, dan bahkan bahasa baru yang 100% asing di telingaku. Sejak tahun lalu hingga beberapa waktu ke depan tanah Taiwan menjadi rumah baruku pasca menyelesaikan tugas belajar dalam meraih gelar Sarjana Teknik (Material dan Metalurgi).

Melanjutkan master degree di tanah orang sudah sering dan bahkan selalu kita dengar, karena pada dasarnya di era saat ini hal semacam itu bisa dikatakan hype dan menjadi kebutuhan untuk pengembangan diri, dan bahkan untuk tujuan yang lebih luas, pengembangan negeri asal saat lulus dan pulang ke tanah air nanti. Nah, kali ini aku tak ingin terlalu membahas hal-hal umum tentang bagaimana kuliah di sini atau semacamnya. Karena hal-hal semacam itu sangat mudah didapatkan dari dunia maya ataupun acara-acara seminar dan Edu Fair yang menjamur.

Satu hal yang (mungkin) menarik dan ingin sekali kubahas kali ini adalah selaras dengan judul yang tertera di baris paling atas. Ya, tentang Sidang Tugas Akhir, atau di sini biasa disebut dengan Oral Defense.

Yap, sebelum membaca lebih lanjut, aku sarankan untuk duduk tenang, wudhu dulu juga boleh, atau seduh kopi juga sabi sih. Hehe, biar ga kaya anak-anak kekinian yang suka "terpelatuque" atau apalah istilahnya untuk jaman ini.

Mendengar istilah Sidang Akhir kira-kira apa sih yang ada di benak kita semua? Seram? Judgement Day? Atau mungkin Ajang Pembantaian dosen kepada mahasiswa? Hahaha, sama sih kurang lebih itulah yang aku dan kawan-kawan rasakan saat menjalani kuliah selama tak kurang dari empat tahun di salah satu kampus teknik negeri ternama di Indonesia. Tanpa perlu terlalu munafik dengan melabelinya dengan istilah-istilah menyenangkan, karena pada dasarnya selalu yang dirasakan adalah "rasa cemas dan takut akan pembantaian" entah kadarnya banyak atau sedikit.

Itulah kondisi nyatanya menurut opini dan sudut pandangku, yang terjadi di kampus-kampus saat beberapa kali aku mengunjungi kawan yang akan melaksanakan Sidang Akhir, dulu. Di mana pada akhirnya selalu saja ketika mendengar istilah "Sidang Akhir" yang muncul dalam diri sendiri adalah: "semangat lah, cuma sejam aja dibantainya" atau "bakal lama nggak ya?" atau pertanyaan-pertanyaan semacamnya. Yang bahkan ketika dirasakan, memang benar sejam di dalam ruangan sidang itu rasanya kaya beberapa jam di waktu dan kondisi biasanya. Ada yang keringatnya bercucuran, ada yang tiba-tiba gagap dan menjawab pertanyaan dosen dengan kalimat ngalor ngidul tak karuan, dan berbagai gejala demam Sidang lainnya.

Kira-kira apa sih penyebabnya? Di luar kondisi psikis pribadi masing-masing orang ya, karena memang tiap orang punya resistansi nervous-nya masing-masing.

Nah untuk menjawab pertanyaan tersebut, aku punya cerita yang mungkin bisa menjawabnya. Selama di sini aku sudah beberapa kali menghadiri Oral Defense kakak tingkat, baik yang merangkak untuk meraih gelar M.Sc. maupun yang sedang ngesot dalam mencapai gelar PhD mereka. Alhasil, aku berhasil menemukan perbedaan mendasar antara Sidang Akhir dan Oral Defense (selain dari struktur katanya).

Di dalam Sidang Akhir seringkali aku temui adanya pertanyaan semacam "kok bisa gitu?", "data itu didapat dari mana?, dan semacamnya, dari dosen penguji. Dan ternyata di Oral Defense pun sama saja.

Lha? Terus apa bedanya?

Bedanya ada di reaksi setelahnya, di mana saat mahasiswa berargumen dan menjelaskan kepada dosen penguji Sidang Akhir (kalau Oral Defense selalu diisi oleh full Professor semua), biasanya akan ada pertanyaan-pertanyaan mengular, bersambung dan berujung pada penekanan mental pada mahasiswa ketika tak bisa menjawab (atau istilahnya MENTOK dan mati kutu). Sehingga saat sesi Sidang berakhir mengesankan bahwa revisi yang terjadi untuk Tugas Akhir/skripsi mereka adalah semata karena pertanyaan si dosen yang terlalu kritis atau semacamnya.

Iya apa Iya? Hahaha, tak usah didebat, karena mungkin juga tak semua merasa demikian. Hanya saja mayoritas begitu.

Berbeda dengan ketika Oral Defense (yang beberapa kali kuhadiri di sini), ketika ada mahasiswa yang mengalami moment mentok dan mati kutu dengan pertanyaan mengular yang diajukan oleh Professor, mereka (para Professor penguji) tidak serta merta melakukan pertanyaan lanjutan yang akan membuat mahasiswa menjadi semakin depresi dan mengalami gejala demam Sidang Akhir tiba-tiba.

Baca: Demam sidang berupa keringat bercucuran, tangan dan jemari kedinginan, dan pikiran kacau tak karuan, dan semacamnya.

Di momentum semacam itu para Professor biasanya berdiskusi sejenak, entah dalam suara keras atau berbisik, untuk melakukan semacam penggiringan jawaban kepada mahasiswa yang sedang diuji. Alhasil, scene yang tampil di series Oral Defense selanjutnya adalah adanya tanya jawab sehat antara mahasiswa, Professor penguji satu dengan lainnya, sehingga mahasiswa menemukan sendiri dari percakapan (semacam focus group discussion) tersebut bahwa memang moment freeze yang dia alami barusan adalah bukan karena pertanyaannya yang terlalu expert, melainkan karena memang si mahasiswa yang kurang bisa peka terhadap permasalahan yang sedang dibahasnya di hadapan penguji. Tanpa ada statement justifikasi, atau simulasi penekanan antara Professor penguji ke mahasiswa, yang ada hanya simulasi focus group discussion di mana seluruh elemen dalam Oral Defense tersebut harus menyelesaikannya bersama, tak hanya si mahasiswa saja satu-satunya elemen yang wajib berpikir.

Sehingga waktu Oral Defense yang (rata-rata) sekitar dua jam atau lebih, tak begitu terasa karena auranya mengalir begitu saja...

Jadi selama aku di sini, aku tak pernah menemukan statement semacam: "menurut saya data kamu salah, dan entah bagaimana mekanismenya, seharusnya tidak demikian!" atau "kurang valid nih, kamu harusnya pengujian ulang!", dan kalimat justifikasi-justifikasi lainnya muncul di Oral Defense.

Memangnga bagaimana pernyataan yang muncul biasanya?

"Kamu yakin datanya benar? Kira-kira menurutmu sudah 100% benar belum?" atau "Pengujian kamu metode dan prosedurnya sudah benar? Coba dianalisis, adakah yang tertinggal prosesnya?" dan pertanyaan penggiringan opini lainnya yang secara penerimaan mahasiswa (menurutku) lebih mentrigger untuk berpikir "oh iya, berarti aku harus revisi di sisi sininya nih", atau "apa aku pengujian ulang di sisi sini aja ya?" dsb dsb.

Bagaimana? Sudah paham di mana bedanya?

Jadi jelas sekali bahwa anggapan: Sidang Akhir selalu identik dengan "pembantaian", wong rata-rata isinya langsung memerintah dan justifikasi revisi dari penguji kepada mahasiswa. Cukup berbeda dengan sesi "mempertahankan penelitian/pemahaman secara lisan" (Oral Defense), karena di sesi mempertahankan diri ini serangannya beragam, tak hanya langsung straight forward justifikasi, akan tetapi juga ada sesi diskusinya, yang semakin memperlihatkan bahwa ilmu pengetahuan itu sifatnya nisbi. Karena di sesi ini yang harus bertahan bukan hanya mahasiswa, sebab Professor juga membuka pertahanan dirinya terhadap pemahaman penelitian yang sedang dipaparkan oleh si mahasiswa. Cukup adil bukan?

Hihihi, aku tak memaksa pembaca sekalian untuk sepakat dan sepenuhnya mengiyakan anggapanku. Hanya saja sekelumit ulasan tentang Sidang Akhir dan Oral Defense ini setidaknya aku release untuk menunjukkan bahwa sudah saatnya kita melepaskan diri dari pemikiran bahwa penguji selalu benar dan yang diuji selalu salah. Karena pada dasarnya saat Sidang Akhir maupun Oral Defense pun kita sedang melakukan "Reveal A New Thing", bukan mengulang sesuatu yang hasilnya sudah diketahui sebelumnya lalu dipaparkan kembali. Jadi, mana mungkin proses penelitian kita (yang dilakukan bersama antara mahasiswa dan pembimbing, dan mungkin juga dengan penguji) akan membimbing pada hasil akhir: penguji benar dan mahasiswa salah? Toh penguji juga manusia bukan?

EPILOG
Jadi jelas, seharusnya ada satu anggapan yang harus berlaku bagi kita semua, baik yang masih jadi mahasiswa, maupun pihak yang telah memiliki mahasiswa (baik professor maupun dosen yang gelarnya belum professor): SIDANG BUKAN PEMBANTAIAN, TAPI PROSES FINAL DARI DISKUSI DALAM PENELITIAN UNTUK MENEMUKAN FAKTA BARU ILMU PENGETAHUAN.

Thus, from now on: yuk belajar saling memahami dalam hal apapun!!!

Taiwan, 14 Juli 2017
R. F. Hary Hernandha
(Mahasiswa yang belum pernah ikut prosesi resmi wisuda)

#KotakAjaib

Friday, July 7, 2017

NCU Dormitory Leader Training 2017 (jangan percaya judul)

PROLOG
Alhamdulillah, udah Jumat aja nih. Tanggalnya juga cantik, 07/07/2017 (maksa sih, dicantik-cantikin). Jadi sebelum memulai posting yang benerannya kali ini aku mau cerita ya. By the way, apa kalian udah baca posting yang sebelum ini? Kalau belum, coba dibaca dulu deh hihihi...
Sejujurnya untuk yang cerita percakapan tentang kiasan "penyerahan Thousand Sunny oleh sekelompok orang" itu totally fiction lho. Dan kiasan itu sebenarnya adalah kondisi yang aku harapkan terjadi di dunia nyata hari ini, hari di mana presentasi proposal risetku (untuk topik penelitian yang baru) bisa diterima oleh perusahaan dan juga profesor. Yang tak disangka-tak dinyana BENAR-BENAR TERJADI.
Oh meeen, di sinilah semakin aku percaya bahwa Allah SWT akan mengabulkan setiap doa hamba-Nya yang mau sungguh-sungguh meminta, dan bahkan berhasil memberikan visualisasi perencanaan secara gamblang (intinya berusaha penuh). Finally, my struggle since 30 days ago got an awesome result: titled as a splendid presentation by company and also my advisor.
Dan bahkan sampai tercipta sebuah percakapan absurd tentang "bagaimana jika setelah lulus nanti kamu bekerja di perusahaan kami? Boleh kan laoshi?" tanya mereka pada profesorku.
"Hahaha, biarkan dia sendiri yang menjawab..." kata profesor singkat.
Seperti biasa, aku tak langsung memutuskan untuk mengiyakan tawarannya, toh aku masih punya waktu 10 bulan lebih untuk memikirkan hal-hal pasca-master. Begitulah kira-kira sekelumit kisahku hari ini. Yang merupakan visualisasi nyata doaku yang tersurat di postingan sebelum ini.

Then, today I want to show you all some story about one-day training. Pelatihan yang diadakan oleh NCU Dormitory Office bagi para dormitory leader di kampusku. Bagaimana sih pelatihannya? Yuk klik bareng-bareng video berikut...


Tuh, kebayang nggak gimana pelatihannya?

Jadi di pelatihan ini ada tiga sesi yang terbagi ke dalam dua jenis kegiatan. Jenis kegiatan yang pertama adalah berbentuk seminar dan simulasi, lalu jenis yang kedua adalah kunjungan lapangan ke masing-masing dormitory tempat kami bertugas. Di kunjungan lapangan kami diajarkan bagaimana mematikan alarm dan juga memberikan announcement (baca: pengumuman) kepada seluruh penghuni dormitory ketika keadaan darurat terjadi. Setelah itu kami juga diberikan wawasan tentang jalur pipa air ledeng di dormitory tempat kami bertugas, agar nantinya jika ada yang bertanya pertanyaan semacam:

"Kok air di kamar mandiku cuma nyala hangat setiap jam 16.00-24.00 aja ya?" atau
"Kok air di kamar mandi di barisan gedung bagian X dengan gedung bagian Y beda jadwal keluar air hangatnya ya?" terus-terus
"Kok keran airku sering susah ngeluarin air ya?"

nantinya kami bisa menjelaskan kepada penghuni dormitory yang sedang kebingungan tersebut.

Nah, sesuai dengan yang dijanjikan di video ya. Ada hal menarik yang terjadi di sesi kedua seminar fire awareness, tepatnya yang menimpa aku dan Ivan (kawanku dari department of Mathematics NCU, yang sama-sama dari Indonesia). Jadi karena sejak seminar yang sesi pertama kan bahasanya Mandarin tuh, sampai-sampai kami terserang kantuk yang teramat sangat (ini lebay, meski juga terbukti di lunch time Ivan terkapar tak berdaya di mushalla Earth Science), di sesi keduanya Ivan ketiduran di dalam ruangan. Sampai pada suatu ketika, di saat simulasi tentang "keluar dari pintu darurat" saat kebakaran, pemateri secara acak menunjuk salah satu peserta untuk mempraktikkan teori yang sudah dijelaskan.

Jeng jeng jeng jeng...

Apesnya, si Ivan yang kena tunjuk. Dibangunkanlah dia oleh kawan Vietnam yang duduk di sebelah kami. Alhasil, dengan sempoyongan dan di-translate-kan bahasanya oleh kawan Vietnam, Ivan maju ke depan dengan tatapan bingung dan masih dalam kondisi mengumpulkan nyawanya yang sempat hilang. Dan untungya dia berhasil...

Lalu lalu? Apa lagi kejadiannya?

Kejadian yang kedua ini secara acak lagi: menimpaku. Karena bosan, di tengah seminar aku menyisipkan headset ke telinga, mendengar musik hasil streaming dari Youtube di smartphone-ku. Tak tanggung-tanggung, headset-nya kuselipkan di telinga kanan dan kiri, otomatis apapun yang disampaikan pemateri semacam praktik pantomim buatku karena hanya gerak dan tanpa suara darinya (wong memang bahasanya Chinese, kudengarkan juga aku tak paham).

"Ok, can you please come here?" katanya nyaring (buktinya suara lagu di headset-ku sampai tertutupi sejenak)

Mendengarnya tiba-tiba mengubah bahasa dan menunjuk ke arahku, sontak aku refleks untuk melepas headset. Dan maju ke depan, meski pada dasarnya aku tak paham apa yang harus kulakukan.

Dan pada akhirnya?






Dengan asyiknya Ivan mengabadikan moment bergulingku di atas panggung ke dalam insta-story miliknya. Kupikir cukup fair lah, karena di simulasi sebelumnya aku sempat menertawakannya saat maju sempoyongan mempraktikkan adegan membuka pintu darurat saat kebakaran.

Di adegan itu, aku sedang menunjukkan cara berguling ketika pakaian bagian punggung secara tak sengaja terbakar api (saat kondisi kebakaran). Untung saja gerak pantomim yang dicontohkan pemateri saat aku memakai headset tak begitu susah kutirukan, sehingga adeganku di depan puluhan orang itu nggak malu-maluin amat.

Tapi tak bisa dipungkiri sedikit memalukan sih, harus loading mikir dulu saat disuruh simulasi ke depan akibat tak memperhatikan pemateri. Tapi, at least kami masih tertolong karena adegan simulasi yang kami lakukan berhasil, jadi nggak malu-maluin Yin Ni ren (baca: orang Indonesia).
Hahaha...

Pssst, contoh di atas nggak boleh ditiru ya! Karena ini salah satu contoh sengklek kurang baik yang sempat kami lakukan. Bukan ingin excuse atau bagaimana sih, akan tetapi kurasa hal tersebut (saat di mana kami dilanda kantuk dan bosan) wajar karena memang kondisi pelatihan itu diadakan di bulan Ramadhan. Sehingga kami yang seharusnya lunch juga tak bisa makan siang saat istirahat, itu juga yang menyebabkan Ivan memilih tidur saat lunch-time  di mushalla Earth Science.

Terakhir, kusisipkan foto-foto kami ya...

Komplotan dormitory leader andalan Male Graduate Student (BM) dormitory
Masih sama, cuma ada dua cewek yang tiba-tiba ingin foto bareng kami aja sebelum bubar jalan
Foto awal acara sebelum muka kucel
Foto akhir acara setelah pergulatan dengan rasa kantuk dan bosan
EPILOG
Yah, sekian cuap-cuap unyu dariku di posting-an kali ini. Sesungguhnya kegiatan mem-posting pengalaman kali ini hanya sekedar kulakukan untuk mengisi waktu di sela-sela membaca paper dan juga jurnal untuk persiapan melakukan eksperimen di penelitian selanjutnya. Jadi, bagi para pembaca: terima kasih banyak, karena telah meluangkan waktu berharga kalian untuk membaca tulisan nirfaedah kali ini. Hahaha, doakan agar ke depan aku bisa kembali menghadirkan tulisan yang lebih bermanfaat.

Sekian dan sampai jumpa di posting selanjutnya!!!

Wednesday, July 5, 2017

Karena Pelangi Tak Hanya Ada di Matamu

PROLOG
Sesendu sore di hujan musim panas, menjadi candu, meski sejujurnya tak berada pada tempat yang semestinya.

Perjuangan dan harapan untuk menghadapi satu demi satu tantangan "awal" telah usai. Dua semester telah terlewati dengan begitu banyak dinamika dan ketidakstabilan kondisinya. Mulai dari betapa senangnya dapat melanjutkan studi di negeri orang, hingga terbersit sebuah rasa "tak nyaman" dari sekedar tak mengikuti prosesi pemindahan tali topi wisuda. Ya, setidaknya beberapa orang yang menyemangatiku bilang itu hanya "sekedar", jadi bukan aku sendiri yang mendefinisikannya demikian.

Dua bulan awal menikmati masa "jalan-jalan", adaptasi sana-sini hingga pada akhirnya terjun ke dalam sebuah arus deras sebuah sungai pengetahuan. Yang karena deras arusnya, hingga saat ini belum banyak yang mampu bertahan sampai akhir saat berlayar mengarunginya. Tujuh bulan berikutnya, tak banyak yang berubah, hanya pengetahuan-pengetahuan dasar yang harus kupelajari dari awal tanpa ada penuntun jalan yang benar-benar bisa diandalkan.

Sendirian?

Ya, aku seorang diri membentangkan layar, aku pun seorang diri dalam mendorong kapal menuju derasnya arus sungai. Bahkan, untuk menentukan arah pun aku seorang diri. Gagal, layarnya terkoyak, dan pada akhirnya harus karam di antara bebatuan, setelah bertarung selama sembilan bulan.

Bingung?

Yap, hujan masih turun, dan mendung masih menyelimuti langit.

Sembilan bulan diselimuti gundah, ragu, antara ingin lanjut dengan idealisme, atau harus sejenak menepi untuk membangun kapal baru dengan sistem berbeda, dengan pengetahuan navigasi dan amunisi yang lebih mumpuni dibanding sebelumnya.

Sepekan, dua pekan, cukup lah!

Aku menyerah dengan keadaan, hingga akhirnya kutemukan sebuah naskah yang belum kafi dan masih membutuhkan banyak telaah.

Lalu?

"Captain! I found this..." kataku membawa gulungan naskah tersebut.
"Do you think that's good?" jawabnya singkat
"Please wait for my explanation about this!" ujarku mantap

Tampaknya penjelasanku memukaunya, terpancar rasa harap di matanya. Akan tetapi sepertinya naskah itu belum mampu memperbaiki kapal lamaku dalam waktu dekat, karena apa-apa yang kubutuhkan tak tersedia di dalam barak amunisi.

"We can order from another camp if you want," ujarnya menenangkanku.
"When will we do that?" tanyaku antusias
"As soon as possible, after you do this quest!" imbuhnya segera.

Tak berapa lama, aku dipertemukan dengan sekumpulan armada sebuah kapal yang tak tahu arah. Dan mungkin lebih tepat kami menyebutnya armada yang terarah, tapi tanpa navigator.

"I hope you can help them!" ujarnya memberi saran.
"But, my ship has wrecked just now. How can you suggested me to join another's so easily?" bantahku
"Only for one month as a navigator, and we'll see what can you do with your future experience after you come back then." jawabnya.

Aku tak lagi berargumen, karena banyak pertimbangan membuatku berpikir akan lebih baik jika aku mengasah beberapa kemampuan dasar yang belum sempat aku maksimalkan dari pelayaranku sebelumnya. Dan mungkin "misi lain" ini akan memberikanku "sesuatu" pada akhirnya.

Sepekan, dua pekan, tiga pekan...

"Hi, Capt! I've done with my quest, I'm ready for fix my shipwreck, and also I'm ready to do the next mission," kataku setelah tiga pekan lalu sempat terombang ambing di salah satu bagian terderas dari arus sungai ilmu pengetahuan yang tengah kuarungi.
"Did you see their ship?" tanya sang kapten menunjuk kapal yang baru saja kutempati tiga pekan lalu.
"Absolutely, they have a good basic, many kinds of ammo can support their needs. That's a good ship and absolutely looks bigger than mine," jawabku.
"Hello Captain, We thought this guy is your best crew. And as a present, we want to give our ship to him. He can decide his crew by your suggestion, and sail it by some direction himself," kata seorang awak kapal yang beberapa pekan ini merekrutku menjadi navigator.
"Oh sure, he's a captain now!" ujarnya pada mereka. "And I'm going to give you a fresh-good crew for your first support!" tambahnya dengan menatapku.

Masih tak paham, karena kurasa ada hal yang aneh di dalam percakapan itu.

"What are you all meaning here?" tanyaku memastikan "sesuatu".
"..." para awak kapal terdiam.
"That's a present for you! You'll be a captain for your next ship, and you can sail it as soon as possible whenever you're ready. Just leave you Going Merry a little bit rest, and go with that Thousand Sunny." ujar sang kapten menegaskan.

Pikiranku campur aduk, aku yang sebelumnya hanya menjadi navigator di kapal itu tiba-tiba diberikan sebuah kebebasan untuk menjadikannya milikku, melakukan apa yang kumau, dan bahkan menentukan arah layarnya. Tapi kali ini berbeda, aku tak perlu membentangkan layarnya seorang diri, ada seorang awak yang diberikan oleh sang kapten.

"I know, this time's your free-work month. But, please before you go home, tell everything about your new Thousand Sunny to him!" ujarnya menunjuk seorang awak bernama Ensin. Yang kutahu dia adalah awak baru yang masih asing dengan dunia pelayaran semacam ini, meski background-nya memiliki banyak singgungan dengan apa yang tengah kami (sang kapten dan tim) lakukan.

"Ok, good luck for your new ship! And prepare some enough ammo before sail next month, after you came back here..." imbuh sang kapten.
"Thank you, prof Captain. I'll do!!!"

Hingga tibalah saat di mana pekan pelatihanku bagi awak baru. Ensin adalah orang yang cukup cepat belajar, banyak hal dasar yang sebenarnya telah ia kuasai, hanya saja mungkin membutuhkan sedikit "pembiasaan".

Terlalu banyak badai yang telah kulalui selama sebelas bulan ke belakang, menjadi ujung godam untuk menempa sebuah "bidang keras" pun sudah berkali-kali kulakukan. Babak belur, gagal, dan beberapa kali pulang (dari berlayar) tanpa hasil pun sering terjadi.

Lalu, apa lagi yang akan terjadi selanjutnya?

Ah, pikiranku menerawang pada satu percakapan yang kulakukan dengan sang kapten beberapa hari setelah momentum penyerahan Thousand Sunny tempo hari. Diskusi yang biasanya hanya berlangsung beberapa belas menit, berubah menjadi hampir satu setengah jam, hanya karena satu topik yang telah ia ulang berkali-kali selama dua bulan ke belakang. Dan sayangnya, masih kuabaikan...

"Hi, did you expect something when I call you here?" ujarnya tiba-tiba.
"No, I didn't expect anything."
"I just want to straight forward to you, once again, after several times I've did." lanjutnya.
"....." di sini aku terdiam, karena aku tahu betul ke mana arah pembicaraan ini akan bermuara.
"Have you think about my order?"
"Not yet, I want to finish this sailing first! Although actually I really want to get it, but not in this fast." jawabku.
"Oh, is it still the same? Please listen to me more carefully!"
"....." aku diam, menatapnya tanpa makna.
"I proposed to you in many times for this thing because I believe you, I know about your quality and also your ability. I offer you to be my ally in the future, you can have one of my areas if you want. And I'll assure you to have a good life. But, please just stay here as my ally after you finished this sailing as my crew. Not more than 4 years, and you also can fix your Going Merry. Beside you can sail with your new Thousand Sunny." terangnya panjang lebar.
"I still can't decide my plan for that, prof Capt! Really, I still have a year left sailing as your crew here. Maybe I'll think it later." jawabku singkat.
"Oh, ok. I appreciated your answer. But, please remember, I'm regarding that you're the best crew here, moreover than my current ally. And that's why I offered you in many times to be my ally soon."
"I'll think about it next time. Then, can I come to my ship now?"
"Sure, do your best for your sail!!!" ujarnya, sesaat sebelum aku meninggalkan tempatnya bernaung.

Wow, sebelas bulanku bukan hal yang sia-sia ternyata, apresiasi besar hadir di balik segala hal "kurang menyenangkan" yang terjadi. Babak belurku, karamnya Going Merry-ku, dan bahkan perpindahanku dari Going Merry menuju Thousand Sunny, semuanya memang memiliki maknanya masing-masing.

Lalu, kejutan macam apa lagi yang menungguku nanti?

Entahlah, mungkin hanya usaha keras dan sebuah keyakinan doa yang bisa membimbingku untuk segera tahu bagaimana gambaran akhirnya. Ya, kuharap ini segera berakhir dengan manis.

EPILOG
Di balik hujan dan badai, selalu ada sinar mentari yang menanti. Dengan seberkas cahaya jingga yang di kala senja menjadi sebuah siluet indah sang awan.
Ya, sangat indah...

Langit senja di area tempat Going Merry sempat karam
dan digantikan oleh Thousand Sunny
Dan jika beruntung, mungkin saja badai dan hujan akan mengantarkan kita pada cantiknya segores pelangi senja jauh di langit sana...

Ini hanya ujung indahnya, entahlah bagaimana penampakan lengkung sempurnanya...
Yang meski hanya nampak segores saja me-ji-ku-hi-bi-ni-u -nya
mampu membius siapa saja yang sedang gundah gulana,
hingga mau tak mau menyunggingkan senyum bahagia mereka.
Ya, tak hanya ada di matamu saja, karena di langit senja dalam derasnya arus sungai ilmu pengetahuan ini aku juga bisa menyaksikannya: PELANGI.

__________________________________________

Additional tribute post, I present this post to one of PENTOL KOREK CHUNGLI member yang terbang ke Indonesia untuk melanjutkan kehidupan nyatanya di tanah air mulai malam ini.

Nah yang pakai topi ini nih yang pulang ke Indonesia malam ini. Namanya mbak Zetta Rasullia Kamandang, pssst ga boleh naksir ya, doi udah ada yang booking
Yang fotoin mas Maystya nih, dan di moment ini member-nya cuma kurang Elsya dan Mr. L. Tri Wijaya, mereka berdua lagi pulang summer vacation di Indonesia.
PENTOL KOREK CHUNGLI ft. mas Feisal scene 1

PENTOL KOREK CHUNGLI ft. mas Feisal scene 2

PENTOL KOREK CHUNGLI ft. mas Feisal scene 3

PENTOL KOREK CHUNGLI ft. mas Feisal scene 4
Ok, see you when we meet in the different better place ya, mbak Zet!!!
Sukses sama semua yang sedang diusahakan...

Wanna support???