Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Friday, July 14, 2017

Sidang Akhir, Oral Defense, atau Apalah Namanya

PROLOG
Hampir setahun aku berada di sebuah lingkungan baru, budaya baru, dan bahkan bahasa baru yang 100% asing di telingaku. Sejak tahun lalu hingga beberapa waktu ke depan tanah Taiwan menjadi rumah baruku pasca menyelesaikan tugas belajar dalam meraih gelar Sarjana Teknik (Material dan Metalurgi).

Melanjutkan master degree di tanah orang sudah sering dan bahkan selalu kita dengar, karena pada dasarnya di era saat ini hal semacam itu bisa dikatakan hype dan menjadi kebutuhan untuk pengembangan diri, dan bahkan untuk tujuan yang lebih luas, pengembangan negeri asal saat lulus dan pulang ke tanah air nanti. Nah, kali ini aku tak ingin terlalu membahas hal-hal umum tentang bagaimana kuliah di sini atau semacamnya. Karena hal-hal semacam itu sangat mudah didapatkan dari dunia maya ataupun acara-acara seminar dan Edu Fair yang menjamur.

Satu hal yang (mungkin) menarik dan ingin sekali kubahas kali ini adalah selaras dengan judul yang tertera di baris paling atas. Ya, tentang Sidang Tugas Akhir, atau di sini biasa disebut dengan Oral Defense.

Yap, sebelum membaca lebih lanjut, aku sarankan untuk duduk tenang, wudhu dulu juga boleh, atau seduh kopi juga sabi sih. Hehe, biar ga kaya anak-anak kekinian yang suka "terpelatuque" atau apalah istilahnya untuk jaman ini.

Mendengar istilah Sidang Akhir kira-kira apa sih yang ada di benak kita semua? Seram? Judgement Day? Atau mungkin Ajang Pembantaian dosen kepada mahasiswa? Hahaha, sama sih kurang lebih itulah yang aku dan kawan-kawan rasakan saat menjalani kuliah selama tak kurang dari empat tahun di salah satu kampus teknik negeri ternama di Indonesia. Tanpa perlu terlalu munafik dengan melabelinya dengan istilah-istilah menyenangkan, karena pada dasarnya selalu yang dirasakan adalah "rasa cemas dan takut akan pembantaian" entah kadarnya banyak atau sedikit.

Itulah kondisi nyatanya menurut opini dan sudut pandangku, yang terjadi di kampus-kampus saat beberapa kali aku mengunjungi kawan yang akan melaksanakan Sidang Akhir, dulu. Di mana pada akhirnya selalu saja ketika mendengar istilah "Sidang Akhir" yang muncul dalam diri sendiri adalah: "semangat lah, cuma sejam aja dibantainya" atau "bakal lama nggak ya?" atau pertanyaan-pertanyaan semacamnya. Yang bahkan ketika dirasakan, memang benar sejam di dalam ruangan sidang itu rasanya kaya beberapa jam di waktu dan kondisi biasanya. Ada yang keringatnya bercucuran, ada yang tiba-tiba gagap dan menjawab pertanyaan dosen dengan kalimat ngalor ngidul tak karuan, dan berbagai gejala demam Sidang lainnya.

Kira-kira apa sih penyebabnya? Di luar kondisi psikis pribadi masing-masing orang ya, karena memang tiap orang punya resistansi nervous-nya masing-masing.

Nah untuk menjawab pertanyaan tersebut, aku punya cerita yang mungkin bisa menjawabnya. Selama di sini aku sudah beberapa kali menghadiri Oral Defense kakak tingkat, baik yang merangkak untuk meraih gelar M.Sc. maupun yang sedang ngesot dalam mencapai gelar PhD mereka. Alhasil, aku berhasil menemukan perbedaan mendasar antara Sidang Akhir dan Oral Defense (selain dari struktur katanya).

Di dalam Sidang Akhir seringkali aku temui adanya pertanyaan semacam "kok bisa gitu?", "data itu didapat dari mana?, dan semacamnya, dari dosen penguji. Dan ternyata di Oral Defense pun sama saja.

Lha? Terus apa bedanya?

Bedanya ada di reaksi setelahnya, di mana saat mahasiswa berargumen dan menjelaskan kepada dosen penguji Sidang Akhir (kalau Oral Defense selalu diisi oleh full Professor semua), biasanya akan ada pertanyaan-pertanyaan mengular, bersambung dan berujung pada penekanan mental pada mahasiswa ketika tak bisa menjawab (atau istilahnya MENTOK dan mati kutu). Sehingga saat sesi Sidang berakhir mengesankan bahwa revisi yang terjadi untuk Tugas Akhir/skripsi mereka adalah semata karena pertanyaan si dosen yang terlalu kritis atau semacamnya.

Iya apa Iya? Hahaha, tak usah didebat, karena mungkin juga tak semua merasa demikian. Hanya saja mayoritas begitu.

Berbeda dengan ketika Oral Defense (yang beberapa kali kuhadiri di sini), ketika ada mahasiswa yang mengalami moment mentok dan mati kutu dengan pertanyaan mengular yang diajukan oleh Professor, mereka (para Professor penguji) tidak serta merta melakukan pertanyaan lanjutan yang akan membuat mahasiswa menjadi semakin depresi dan mengalami gejala demam Sidang Akhir tiba-tiba.

Baca: Demam sidang berupa keringat bercucuran, tangan dan jemari kedinginan, dan pikiran kacau tak karuan, dan semacamnya.

Di momentum semacam itu para Professor biasanya berdiskusi sejenak, entah dalam suara keras atau berbisik, untuk melakukan semacam penggiringan jawaban kepada mahasiswa yang sedang diuji. Alhasil, scene yang tampil di series Oral Defense selanjutnya adalah adanya tanya jawab sehat antara mahasiswa, Professor penguji satu dengan lainnya, sehingga mahasiswa menemukan sendiri dari percakapan (semacam focus group discussion) tersebut bahwa memang moment freeze yang dia alami barusan adalah bukan karena pertanyaannya yang terlalu expert, melainkan karena memang si mahasiswa yang kurang bisa peka terhadap permasalahan yang sedang dibahasnya di hadapan penguji. Tanpa ada statement justifikasi, atau simulasi penekanan antara Professor penguji ke mahasiswa, yang ada hanya simulasi focus group discussion di mana seluruh elemen dalam Oral Defense tersebut harus menyelesaikannya bersama, tak hanya si mahasiswa saja satu-satunya elemen yang wajib berpikir.

Sehingga waktu Oral Defense yang (rata-rata) sekitar dua jam atau lebih, tak begitu terasa karena auranya mengalir begitu saja...

Jadi selama aku di sini, aku tak pernah menemukan statement semacam: "menurut saya data kamu salah, dan entah bagaimana mekanismenya, seharusnya tidak demikian!" atau "kurang valid nih, kamu harusnya pengujian ulang!", dan kalimat justifikasi-justifikasi lainnya muncul di Oral Defense.

Memangnga bagaimana pernyataan yang muncul biasanya?

"Kamu yakin datanya benar? Kira-kira menurutmu sudah 100% benar belum?" atau "Pengujian kamu metode dan prosedurnya sudah benar? Coba dianalisis, adakah yang tertinggal prosesnya?" dan pertanyaan penggiringan opini lainnya yang secara penerimaan mahasiswa (menurutku) lebih mentrigger untuk berpikir "oh iya, berarti aku harus revisi di sisi sininya nih", atau "apa aku pengujian ulang di sisi sini aja ya?" dsb dsb.

Bagaimana? Sudah paham di mana bedanya?

Jadi jelas sekali bahwa anggapan: Sidang Akhir selalu identik dengan "pembantaian", wong rata-rata isinya langsung memerintah dan justifikasi revisi dari penguji kepada mahasiswa. Cukup berbeda dengan sesi "mempertahankan penelitian/pemahaman secara lisan" (Oral Defense), karena di sesi mempertahankan diri ini serangannya beragam, tak hanya langsung straight forward justifikasi, akan tetapi juga ada sesi diskusinya, yang semakin memperlihatkan bahwa ilmu pengetahuan itu sifatnya nisbi. Karena di sesi ini yang harus bertahan bukan hanya mahasiswa, sebab Professor juga membuka pertahanan dirinya terhadap pemahaman penelitian yang sedang dipaparkan oleh si mahasiswa. Cukup adil bukan?

Hihihi, aku tak memaksa pembaca sekalian untuk sepakat dan sepenuhnya mengiyakan anggapanku. Hanya saja sekelumit ulasan tentang Sidang Akhir dan Oral Defense ini setidaknya aku release untuk menunjukkan bahwa sudah saatnya kita melepaskan diri dari pemikiran bahwa penguji selalu benar dan yang diuji selalu salah. Karena pada dasarnya saat Sidang Akhir maupun Oral Defense pun kita sedang melakukan "Reveal A New Thing", bukan mengulang sesuatu yang hasilnya sudah diketahui sebelumnya lalu dipaparkan kembali. Jadi, mana mungkin proses penelitian kita (yang dilakukan bersama antara mahasiswa dan pembimbing, dan mungkin juga dengan penguji) akan membimbing pada hasil akhir: penguji benar dan mahasiswa salah? Toh penguji juga manusia bukan?

EPILOG
Jadi jelas, seharusnya ada satu anggapan yang harus berlaku bagi kita semua, baik yang masih jadi mahasiswa, maupun pihak yang telah memiliki mahasiswa (baik professor maupun dosen yang gelarnya belum professor): SIDANG BUKAN PEMBANTAIAN, TAPI PROSES FINAL DARI DISKUSI DALAM PENELITIAN UNTUK MENEMUKAN FAKTA BARU ILMU PENGETAHUAN.

Thus, from now on: yuk belajar saling memahami dalam hal apapun!!!

Taiwan, 14 Juli 2017
R. F. Hary Hernandha
(Mahasiswa yang belum pernah ikut prosesi resmi wisuda)

#KotakAjaib

No comments:

Post a Comment

Budayakan comment di setiap situs yang anda kunjungi...
Untuk memulainya, silakan dibiasakan di dalam blog Pujangga Tanpa Inspirasi!!
Terima kasih, Thank You, Gracias, Merci, Syukron, Matur Suwun...

Wanna support???