Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Tuesday, January 13, 2015

Senandung Lirih Hutan Pinus (part 3)

   ”Eh hari ini kita main lumpurnya di awal kan?” tanyaku.
   “Iya, pertama Construction Game, dan selanjutnya kita bermain lumpur, dan setelahnya kita bener-bener free dari lumpur,” kata salah seorang dari kami.
   “Oke, mari kita percepat!!!”
   Semangat itu mengawali kami hari ini (09/01). Setelah tiarap di balik pohon pinus akibat mendengar suara tembakan, kami kebali melanjutkan game pagi itu. Construction Game mengharuskan ada tiga elemen di dalamnya. Elemen analisator gambar, elemen penyampai pesan, dan yang terakhir aku tergabung di dalamnya, elemen penginterpretasi pesan. Terdapat beberapa miss lagi di sini, tapi setidaknya kami lebih baik dari kemarin dalam berkoordinasi. Dan progress kepercayaan tim kami meningkat. Entah karena apa aku rasa tak bijak jika terlalu mengejar hasil akhir (pita) tanpa menikmati permainannya, maka akhirnya...
   “Ah sudahlah, kita nggak usah kejar pita, percuma juga kalau ngoyo tapi nggak menikmati, yuk have fun aja yuk! Push up toh juga bareng-bareng,” selorohku.
   “Wah, boleh juga tuh idenya, okelah yuk kita have fun!” jawab yang lain.
   Tibalah kami di game lumpur terakhir regu kami. Fill the Water, adalah satu-satunya game tersulit sepanjang sejarah Character Building. Di mana tingkat keberhasilan di tiap angkatan hanyalah maksimal diraih oleh dua batch saja. Menurut instruktur, di angkatan beswan 30 kali ini dari mulai batch 1 hingga 3 belum ada yang berhasil memecahkan rekor keberhasilan di game ini. Tanpa pikir panjang kami menjalankan jobdesk masing-masing. Tangan, mulut, dan gelas berlubang tak luput dari usaha kami untuk mengisi pipa berlubang yang sedang ditutup lubang-lubangnya oleh kawan-kawan yang lain. Semakin lama pipa semakin penuh, kami tak ada firasat apapun. Akan tetapi kerjasama kami semakin terasa di game ini. Menjadi bagian dari regu satu ini sangatlah unik, karena tanpa membagi jobdesk tertentu secara spesifik, kami sudah tahu harus melakukan apa. Dari berlari, terpeleset berkali-kali, meminum air lumpur, disemprot air dari dalam mulut, hingga meneteskan air liur di pipa pun terlewati. Hingga di puncaknya adalah tangan kami masing-masing telah keram dan mati rasa. Di sela dengan bercanda dan bersenda gurau, tanpa terasa kami berhasil mengeluarkan bola pingpong dari dalam pipa. Senang bukan kepalang karena kami menjadi pemecah rekor pertama di angkatan kali ini. Hal itu semakin meningkatkan semangat kami, mendekatkan kami dalam kerjasama yang seutuhnya (ini agak lebay).
   Kami melanjutkan perjalanan menuju game Rappeling, di mana kami harus menuruni papan-papan kayu setinggi sekitar delapan meter dengan menggunakan tali. Lalu dilanjutkan dengan Flying Fox, tanpa harus dideskripsikan pun aku yakin reader pasti sudah paham tentang game ini. Game menyenangkan dengan esensi terbaik tentang kehidupan, di mana beban bukanlah alasan untuk menyerah dan tidak meraih kebahagiaan.
   Oke, skip lanjut bersih diri dan sholat Jumat. Yang lucunya, di moment sebelum sholat Jumat, aku dan Fauzan melewati insiden ketinggalan mobil dan hampir memutuskan sholat dhuhur saja tanpa sholat Jumat. Dan Alhamdulillah akhirnya ada mobil yang kembali untuk mengantarkan kami berdua :D
   Pasca sholat Jumat regu satu menuju ke game Elvis Walk, menurut kami game ini lebih mirip Double Rope Bridge. Hanya saja bedanya ada di pegangan atas yang berupa tali webbing dan tanpa ada “goyangan”. Setelah Elvis Walk, kami berlanjut ke Trust Fall yang mengharuskan kami untuk menjatuhkan diri secara lurus di atas tangan kawan-kawan yang akan menerima beban tubuh kita. Quotes salah satu dari kami yang paling berkesan menurutku ada satu, “Lho? Emangnya tadi aku pantat duluan ya?” :3
   Berlanjut pada game koordinasi sekali lagi, yaitu Blind Man Walking. Di sini kami harus menyeberangkan kawan satu regu yang matanya tertutup dan dengan perintah khusus dari pemandu (kawan yang lain). Bertolak dari Blind Man Walking, kami menuju Spider Web. Salah satu dari kami ada yang menunjuk pada sabuah lubang kecil di pojok kiri sambil berkata, “Aku kayaknya muat di lubang ini deh, coba yuk!” dan alhasil mukanya hampir menyapu tanah.
*geleng-geleng kepala sambil cekikikan*
   Meski di game ini kami tidak berhasil menyeberangkan semuanya, tapi kami puas telah bisa tertawa bersama di sini. Akhirnya, tibalah kami di game puncak, Paintball. Di Paintball kami mendapatkan masker hitam, melawan regu dua yang memakai masker kuning. Tanpa perlu dikiaskan keseruan saling tembak kami seperti apa, yang pasti di sini koordinasi kami sudah membaik jauh dari sebelum-sebelumnya. Dan hasil akhir pun menunjukkan, dari dua babak kami berhasil membagi kemenangan 1-1 dengan regu dua. Tak ada yang kesal, semua senang...
   Di pengumuman akhir, regu satu tak berhasil mencapai target 90 pita, kami pun membayar hutang target dengan push up sebanyak enam puluh empat kali. Meski kami (regu satu) tak berhasil menyabet “Red Ribbon” dan “The Best Team” award, tapi kami bangga dengan keberhasilan kami memecahkan rekor Fill the Water. Dan lagi kami berhasil bersenang-senang bersama, bekerjasama sampai akhir meski awalnya tak saling percaya, dan berkoordinasi semakin baik meski awalnya sama-sama keras kepala.
   Terlalu singkat memang jika dipikirkan, karena hanya beberapa hari saja kami bersama. Kami di sini bukan hanya regu satu, tapi batch empat seluruhnya.
   Malam terakhir kami habiskan dengan berapi unggun, merekatkan diri, dan saling bertukar cerita. Tak lupa juga kami bergoyang bersama, apapun lagunya tak penting, karena ketika ada musik dan beswan, lekuk tubuh ini tersihir untuk bergoyang. Berakhir dengan saling bergandegan tangan menyanyikan lagu”Ingatlah Hari Ini” milik Project Pop, aku melihatmu. Sebuah mata indah di sela-sela kawan-kawan yang lain, sebuah paras cantik yang baru aku sadari saat itu. Haha, pada dasarnya memang mungkin jatuh hati, tapi sudahlah, jika memang harus bertemu pasti akan bertemu lagi.
Sampai jumpa...
   Setelah Nation Building, Character Building lah yang mampu membuat kenangan terbaik di dalam secuil kisah selama menjadi beswan Djarum angkatan 2014/2015. Itu sih sementara ini, but for the next event? Who knows?

EPILOG
   Menjadi satu dalam ikatan ini tak mudah, perlu menyingkirkan ribuan mahasiswa lainnya. Tapi apa yang terjadi hingga detik ini membuatku paham, bahwa ketidakmudahan ini terbayar lunas dengan segala hal yang kita lewati bersama. Mungin tulisan ini tak ada apa-apanya dibandingkan pengalaman di regu masing-masing yang pastinya tak kalah unik. Satu hal yang ingin aku sampaikan dari sini, bahwa hatiku telah tertaut padamu, pada kalian, dan pada beswan Djarum 30. Aku harap persaudaraan ini tak hanya bertahan hingga saat gaji trakhir diterima, tapi sampai nanti, selamanya.
Terima kasih untuk setengah tahun ini ya, keluarga...

Monday, January 12, 2015

Senandung Lirih Hutan Pinus (part 2)

   Pagi itu kami telah dibagi ke dalam beberapa regu untuk menjalani pelatihan beberapa hari kedepan. Ada sepuluh regu, empat putra dan enam putri. Aku sendiri tergabung di dalam satu regu ajaib, regu satu. Kami ber-dua belas dipertemukan secara acak, yang entah ini kebetulan atau tidak Pandawa Lima berada dalam satu regu ini. Regu ini dipimpin oleh satu orang Komandan Regu (Danru), yaitu Alfian, lalu ada Fauzan (navigator pembawa peta), Rendy, Nugroho, Baghaz, Adrian, Marshal, dan kami Pandawa Lima Brotherhood (aku, Aldi, Surya, Huda, dan Afandi).
   Setelah upacara pembukaan, kami lari berhamburan menjauhi suara tembakan sejauh minimal 50 meter. Karena memang itu aturan pertama kami. Setiap mendengar suara tembakan, yang itu berarti adalah musuh, maka kami harus mencari satu pohon pinus untuk tempat bersembunyi. Dengan catatan pohon pinus tersebut harus berjarak minimal 50 meter dati tembakan, dan satu pohon hanya boleh ditempati satu orang. Selanjutnya regu satu menuju game pertama, yaitu Emergency Water. Game pertama kami dibuka dengan keharusan bermain lumpur. Mengisi bak di ujung jalan dengan jerigen yang berlubang besar. Adaptasi awal kami cukup baik untuk bekerja bersama, alhasil kami berhasil mengisi hampir dua bak. Akan tetapi karena waktu habis, kami hanya dihitung mengisi satu bak. Selanjutnya kami diharuskan memutar otak di game Six in Pack, yang pada akhirnya kami gagal melakukan game ini karena meski sense untuk bekerja bersama kami sudah ada, akan tetapi koordinasi kami masih buruk. Berlanjut pada game ketinggian pertama kami yaitu Human Jump. Masing-masing dari kami diharuskan melompat meraih samsak yang digantung sekitar dua meter dari kami berdiri. Setelah Human Jump, kami menuju game selanjutnya. Game ini bernama Sky Run, mengharuskan tiap orang menekan rasa takutnya akan ketinggian dan mengatur keseimbangan dengan menyeberangi pohon berjarak sekitar sepuluh langkah orang dewasa dengan menggunakan batang besi.
   Berhasil dengan game ketinggian kedua, kami berlanjut menuju game yang paling cetar membahana, bersama bapak Fernando “si ahli goyang”, kami diharuskan berjalan maksimal tiga-tiga untuk menyeberangi jurang dengan menggunakan dua kabel. Nama game ini adalah Double Rope Bridge, di mana tak ada kesempatan bagi kami untuk menyerah. Sekali maju tak boleh mundur, sekali memulai tiga orang tersebut adalah tim, dan tak boleh ada yang mati di tengah jalan. Karena menyerah berarti stagnan dan menghambat tim selanjutnya. Di game ini kami mendapat guncangan hebat dari bapak Fernando. Berulang kali Rendy terpelanting ke depan dan ke belakang karena “goyangan” bapak Fernando. Setelah berulang kali terseret dan jatuh menggantung, Rendy, bersama dengan Aldi dan Andi berhasil melalui jembatan hingga ujung. Aku sendiri memilih untuk melaju selanjutnya. Tahu bahwa posisi tengah adalah posisi terberat, kami (aku dan Surya) memilih Huda untuk berada di tengah kami. Beberapa kali lelah menggantung karena goyangan, kami bekerjasama dan berkordianasi dengan baik hingga ujung.
   Setelah Double Rope Brige, kami berlanjut pada game koordinasi selanjutnya, yaitu Folding Carpet. Di game ini kami mulai mendapat feel tentang masing-masing dari kami. Alhasil, meskipun gagal membalikkan karpet, instruktur kagum dengan kegigihan kami bersama dalam menyelesaikan game ini. Folding Carpet mengakhiri hari kami, dan tibalah saatnya kami untuk bersih diri dan kembali ke barak untuk beristirahat. Esok harinya? Siapa yang tahu akan seperti apa?

To be continued

Sunday, January 11, 2015

Senandung Lirih Hutan Pinus (part 1)

PROLOG
   “Kemampuan itu lekang oleh waktu, tapi karakter itu selamanya.”
   Aku pernah mendengar kata itu dari guru terbaikku sepanjang masa, papa. Selaras dengan apa yang mungkin akan Djarum Foundation tanamkan padaku, pada kami, pada kita semua, para Beswan Djarum 30.

   Hari itu telah aku tunggu sejak lama, menjadi bagian dari Character Building Beswan Djarum angkatan 2014/2015 batch 4. Aku merencanakannya sebulan lalu, karena memang aku tepatkan dengan rencana refreshing di waktu libur kuliah. Tergabung ke dalam sebuah batch unik. Ya, setidaknya menurutku memang unik, karena aku juga tak tahu batch lain seperti apa. Aku dan seratus dua orang lainnya akan menerima tempaan fisik dan mental selama beberapa hari. Seharusnya kami terdiri dari seratus lima orang, akan tetapi karena suatu hal ada dua rekan yang berhalangan mengikuti CB batch 4 kali ini.
   Diawali dengan perjalanan panjang selama lebih dari dua belas jam dari Surabaya menuju Bandung. Aku membunuh waktu dengan mengobrol banyak hal dengan abah Legowo. Dari mulai tentang diri pribadi masing-masing, hingga sharing tentang hal-hal lain yang aku rasa sangat “berbobot” untuk dibicarakan. Tentang kesungguhan, perjuangan, hingga kesabaran menghadapi kehidupan. Tepat pukul tujuh pagi kami tiba di stasiun Bandung. Disambut dengan sebelas orang beswan dari Malang yang telah menunggu “lumayan” lama. Sebagai PIC yang memang seharusnya bertanggung jawab, aku berkali-kali telah diingatkan prov untuk mengontrol kawan-kawan Surabaya dan Malang setibanya kami di Bandung. Setelah berfoto ria dan saling berkenalan lebih lanjut, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju saung Pengkolan 2, yang letaknya tak jauh dari Zone Simulasi Tempur D-235, Cikole. Kami makan dan bersih diri di sana. Pukul sembilan pagi kami berangkat menuju Zone 235 untuk registrasi dan cek kesehatan, juga meletakka barang-barang bawaan. Di hari pertama itu (07/01), setelah melakukan serangkaian tes kesehatan, kami menuju CiWalk di daerah jalan Cihampelas, Bandung. Yang cewek belanja, yang cowok cuma jalan-jalan. Yah, seperti biasanya, hanya jalan-jalan dan mencuci mata. Karena anggapan kami, “ini masih awal, belum mood mencari sesuatu untuk di bawa pulang (read: oleh-oleh).”
   Skip about CiWalk...
   Kami memulai aktivitas sore itu di Saung Angklung Udjo. Makan malan, berkenalan dengan beswan-beswan kota lain, berfoto, bersenda gurau, dan melakukan hal-hal seperti biasa. Adzan maghrib berkumandang, kami segera berwudhu dan melaksanakan sholat maghrib berjamaah. Entah sejak kapan mulainya, aku didaulat menjadi imam ketika Pandawa lima (aku, Aldi, Surya, Huda, dan Afandi) berkumpul dengan cowok-cowok Garang (sebutan untuk beswan 30 Malang). Lalu aktivitas kami lanjutkan dengan berkumpul di hall pertunjukan di Saung Angklung Udjo. Menyaksikan pertunjukan-pertunjukan alat musik Angklung yang menakjubkan. Angklung yang telah diakui UNESCO sebagai kekayaan budaya (kekayaan non benda) milik Indonesia itu bukan lagi menjadi alat musik biasa di tangan orang-orang di sini. Angklung Toel salah satunya, modifikasi Angklung menjadi alat musik pentatonis yang dapat menyihir setiap orang yang mendengarnya ini menyerupai piano menurutku. Membuatku semakin takjub dan semakin bangga dengan kekayaan budaya Indonesia. Hampir pukul sepuluh malam, kami digiring menuju bus masing-masing untuk bertolak ke Zone 235.
   Setibanya di sana kami disambut oleh beberapa orang instruktur TNI yang ada di sana. Kami melakukan unpack pada barang-barang kami, dan meletakkannya dengan rapi di dalam barak Sudirman (untuk beswan putra), dan barak Diponegoro (untuk beswan putri). Lalu...
Apa yang akan terjadi esok hari? Kami tak tahu, jalani sajalah...

To be continued

Thursday, January 1, 2015

Brotherhood New Year 2015 (part 2)

   Pukul 16.30 sore ini, aku memacu sang kuda besi menuju rumah salah seorang kawan Braderhud di daerah Merr. Bersiap dengan jas hujan dan bawaan pakaian ganti seadanya, kami bersiap untuk memecah jalan malam nanti. Tanggal satu Januari 2015 ini menjadi saksi perjalanan kami menuju suatu tempat di daerah Batu dengan rencana awal untuk menyaksikan sun rise di sana.
   Hujan turun sangat lebat saat adzan Maghrib berkumandang, rasa gundah mulai muncul dengan adanya pertanyaan, “kalau hujan gini kita tetep jadi berangkat kan?”
   Akan tetapi niat tetaplah bulat untuk mengarungi jalan menuju daerah Gunung Banyak, Batu. Demi sun rise, dan demi sebuah tekad, “jangan wacana lagi lah, berangkat!!!”
   Malam itu hujan “sedikit” reda, kami ber-sembilan memecah jalan di tengah hujan kota Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, hingga tiba di alun-alun Batu. Kepenatan dan rasa lelah sirna dengan usapan air wudhu dan sujud di hadapanNya saat menunaikan sholat isya’ di masjid alun-alun Batu. Rasa lapar yang tak terelakkan ini menjadi alasan kami untuk berjalan gontai menuju sebuah tempat makan, memesan sembilan porsi makanan dan menantinya hadir ke perut masing-masing. Satu porsi nasi telah bermuara di perutku. Hingga ada dua orang dari kami yang memutuskan untuk memuarakan nasinya di piringku, yang mau tak mau harus aku habiskan. Entah setan dari mana yang menyusup ke dalam perutku, akhirnya dua setengah porsi nasi telah ludes terlumat oleh gigiku.
   “Ah, kenyang... Lalu? Ke mana lagi kita setelah ini?” ujarku.
   “Yaudah, yuk balik ke alun-alun aja,” jawab seseorang dari kami.
   Kami ber-sembilan (aku, Soni, Wira, HAP, Rival, Lila, Frida, Delina, dan Linda) kembali menuju kolam air di tengah alun-alun. Tak lain dan tak bukan hanya untuk berfoto ria dan ber-selfie alay bersama. Sampai ada beberapa dari kami yang telah tumbang ke dalam rona mimpinya masing-masing. Kami memilih tempat di salah satu sudut smoking area, mengintimidasi beberapa anak muda yang ada di sana secara perlahan namun pasti. Hingga akhirnya mereka menyerah dan pergi meninggalkan kami, yang mulai terkantuk-kantuk di sana. Mata terpejam dengan telinga yang selalu siaga, hingga pukul dua pagi kami masih sesekali bercanda dan bersenda gurau. Ada yang memutuskan untuk beranjak dan tidur di emper warung kopi, dan ada juga yang memutuskan tidur di smoking area, seperti aku. Tepat pukul tiga pagi di tanggal dua Januari 2015, kami pergi untuk naik menuju daerah Gunung Banyak yang biasa digunakan para atlet Paralayang untuk take off menuju lapangan di bawahnya. Setelah beberapa kali tersesat dan salah jalan, akhirnya kami tiba di puncak tujuan kami.
   “Worth it!!!”
   Tampak lampu-lampu kota berkelap-kelip di bawah sana, seakan kami berdiri di atas tumpukan bintang-bintang. Ter-capture dalam kamera kami menjadi barisan galaksi yang berada di bawah kami, yang jauh berada di atas. Shubuh telah berlalu, kami menghabiskan waktu menunggu matahari yang tertutup mendung terbit. Gagal sih memang untuk menyaksikan sun rise, tapi foto-foto jepretan kami telah berjajar rapi di gallery smartphone kami masing-masing. “Great experience lah ya, apalagi sama kalian!!!” ujarku dalam hati. Braderhud adalah sekumpulan orang asing yang beberapa bulan lalu masih menjadi orang asing buatku, tapi untuk malam ini, hari ini, di tahun yang baru ini, aku tahu bahwa memang aku dan kalian dipertemukan untuk saling memberikan cerita dalam hidup masing-masing.


EPILOG
  Bukan tentang seberapa lama kamu mengenalku, tak juga tentang seberapa dekat kita sebelumnya. Akan tetapi jika kita menganggap spesial satu sama lain, apapun itu, aku yakin kita akan menikmati kebersamaan ini dengan suka cita. Dan semuanya tentang keluarga, menjadi tautan terdekat hati ini meski jauh dari ayah bunda, kalian yang mengisinya, ya kalian...

Wanna support???