Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Friday, December 23, 2016

Hanya Indonesia yang Punya Banyak Masalah, Yakin?

PROLOG
Sudah mulai berdebu nampaknya, dan sudah mulai jarang terjamah akibat aktivitas nyata di "gerakan 10-18" setiap harinya. Tenang, kalimat barusan membicarakan tentang blog ini saja kok, tak macam-macam. Eh iya, kali ini saya akan menulis tentang satu hal unik yang terjadi hari ini. Apa sih uniknya?

Alkisah ada dua mahasiswa angkatan tua yang sedang asyik mengobrol di warkop pinggir jalan. Sebut saja namanya Bejo dan Budi (sengaja biar gampang).
Bejo: "Bud, kamu setelah lulus mau ngapain?"
Budi: "Ngapain gimana? Ya cari kerja lah, Jo..."
Bejo: "Nah mbok ya gitu, kalo manggil aku yang keren, 'Jo'."
Budi: "Lha ngopo?"
Bejo: "Ya paling tidak memulai dengan panggilan keren dulu sebelum aku melanglang-buana ke kota orang, ke negara lain..."
Budi: "Lho? Kamu mau jadi TKI ke mana? Skripsimu ae durung mari."
Bejo: "Hush!!! Ora usah bahas skripsi. Pokoknya malam ini aku mau merenung dan mencari titik balik masa depanku."
Budi: "Lha ya sudah, kamu itu mau ngapain ke luar negeri segala?"
Bejo: "Aku mau mencari ilmu, Bud. Aku ingin mengembangkan potensiku di luar sana, bertemu orang baru, petualangan baru."
Budi: "Ealah Jo, saya beri tahu ya, luar negeri itu sama saja dengan Indonesia. Tidakkah cukup kamu menuntut ilmu di sini saja? Master degree di sini lho juga banyak yang oke."
Bejo: "Tapi di sini kumpulannya ya cuma Budi-Budi maneh e. Aku ingin punya teman yang namanya asing gitu lho. Dan lagi, aku ingin merasakan kedamaian tanpa menyaksikan berita pergesekan "para sumbu pendek" di negeri ini."
Budi: "Oh..."

Saat itu Budi tak tahu harus menjawab apa, dan hanya "Oh" yang keluar dari mulutnya. Karena pada dasarnya memang Budi tak paham tentang apa yang dimaksudkan tentang kedamaian yang Bejo maksud.

Cukup deh ya ilustrasi tentang 2B (Budi-Bejo) tadi, yang ingin saya bahas dari nukilan percakapan itu ada di satu hal penting sebenarnya. Yaitu tentang "persepsi bahwa luar negeri adalah lebih baik dari negeri sendiri (read: Indonesia)".
Jadi ceritanya begini, sebenarnya ini real kisah yang melatar belakangi kisah yang saya tulis kali ini, siang tadi pasca...

"Tidur lagi setelah Shubuh membuat mata ini susah melek, badan nempel kasur dan bahkan hampir tenggelam. Tapi setelah tahu jam analog di smartphone menunjukkan pukul 08.40 barulah kaki ini secepat kilat menyeret badan menuju kamar mandi air hangat dorm dan entah bagaimana ceritanya pukul 08.55 saya sudah duduk di kelas menunggu profesor tiba. Ajaib bukan? Waktu normal bersepeda dorm-Eng 5 sekitar lima menit ngebut, dan sepuluh menit telah termasuk keramas, bersabun, sikat gigi, dan cuci muka pakai facewash."

Jadi seperti biasa setelah kelas di hari Jumat, kami para lelaki Muslim sholeh NCU segera berburu sumber telolet eh maksudnya, bus no 132 untuk menuju masjid Longgang setelah transit ke 112 via terminal Zhongli. Sepanjang perjalanan hanya obrolan-obrolan ringan dengan penumpang Indonesia (kadang juga ada yang dari Gambia, India, atau Pakistan) lain yang sama-sama menuju ke masjid. Setelah sekitar satu jam perjalanan dari kampus, tibalah kami di pemberhentian bus dekat Longgang mosque. Pemandangan yang tak biasa terjadi, kali ini bus berhenti dan membuka pintu di tempat yang tak seharusnya. Sedikit meleset dari halte, dan sang sopir tidak segera menyuruh kami turun.
"Ada apakah gerangan" pikirku.
Tiba-tiba telolet eh maksudnya, bel dibunyikan. Dan muncul lah beberapa kata-kata dalam bahasa Mandarin (kami biasa menyebutnya Zhongwen). Lama tak ada tanggapan, suara sopir makin keras. Kami kira itu teriak menyuruh kami turun, sontak berdirilah kami. Maklum Chinese juga masih pas-pasan. Eh tiba-tiba kami berhenti di lorong dekat pintu keluar bus, apakah yang terjadi? Seorang pemuda turun dari mobil sedan dengan angkuhnya, memaki balik ke arah sang sopir. Kurang lebih tiga menit terjadi adu mulut di antara mereka sebelum kami memutuskan turun, kami yang tak ingin terlibat lebih jauh dan juga terlambat untuk makan di mbak Watik dulu sholat Jumat, segera turun dan ngeloyor pergi. Bahkan sampai kami menyeberang jalan pun masih terdengar teriakan dari mereka berdua.
"Oh, ternyata nggak cuma di Indonesia ya ada orang ndablek diingetin malah marah..." tukasku.
"Iya lho, kirain cuma di Indonesia aja," kata mas Rezki.
"Tapi selama di sini aku baru nemu hal semacam ini sekali ini lho!" celetuk mas Kholis, di tengah perjalanan kami untuk mengisi perut yang lapar sebelum sholat Jumat.
"Menarik," kataku "sepertinya bisa jadi bahan tulisan yang 'sedikit' mencerahkan untuk makanan blog-ku" imbuhku. Diikuti oleh tawa mereka berdua.

Aku bilang menarik, mengapa?
Kembali ke anekdot tentang gemerlap luar negeri ala 2B tadi. Bejo, dia menganggap bahwa "kedamaian" adalah mahkota yang paling menyilaukan dari luar negeri. Hidup di luar negeri tak akan pernah bertemu "manusia sumbu pendek" macam di Indonesia. Kata siapa? Ah, hanya spekulasi, karena sejak awal aku berangkat kemari tak pernah merasa "rumput tetangga selalu lebih hijau", yang ada adalah "rumput kita sendiri jarang disiram dan dipotong secara berkala sehingga nampak indah nantinya". Buktinya barusan, ternyata toh ada juga kasus seperti itu.

Padahal jika direka ulang, jelas sekali bahwa mobil sang pemuda tadi yang salah, parkir sekenanya, dengan bokong mobil yang miring ala kadarnya memotong jalur bus. Peringatan pertama, telolet bel, kedua masih bel, sampai ketiga kalinya pintu bus terbuka dan sopir memperingatkan secara wajar dengan tone standar. Sampai tiba-tiba adu mulut terjadi setelah sang pemuda membentak sang sopir karena tak terima diperingatkan, sambil turun dan berkacak pinggang.
Oh, hal sesimpel itu bisa jadi pertengkaran, dan bahkan sampai menyebabkan kemacetan beberapa menit di ruas jalan depan masjid. INI LHO JUGA TERMASUK SUMBU PENDEK, dan baru satu kasus yang ditemukan. Apa kita tahu kasus-kasus serupa yang lain? Saya jamin pasti tidak, karena pergerakan kita terbatas hanya kampus, bis 132 dengan sopir lain, dan juga jalan-jalan biasa yang kita lewati hanya untuk berbelanja dan berjalan-jalan. Telinga dan mata kita tak mampu menjangkau dan menangkap hal-hal serupa yang terjadi di sini. Dan ini juga terjadi baru di Taiwan, bagaimana dengan di negara lain (luar Indonesia), yakin bahwa tak ada TRAGEDI AKIBAT PARA SUMBU PENDEK?

Sebenarnya hal-hal semacam itu lho banyak, hanya saja mungkin kabar buruk yang sering kita dengar melalui sosial media "hanya berasal dari Indonesia", negeri kita tercinta. Di samping itu, akun sosial media kita juga telah sedikit banyak terpengaruh oleh Bubble Effect yang beberapa lalu sempat aku baca di web seseorang (klik saja tautannya).

Maka dari itu, jangan jadi Bejo-Bejo yang lain yuk! Karena Bejo hanya melihat gemerlap "luar negeri" hanya dari sudut pandang gemerlap harapan dan minim pengalaman. Dan juga, inilah gunanya kami di sini, para perantau Tenaga Kerja Intelektual Indonesia yang berjuang, selain menempuh pendidikan, juga tengah menggali pengalaman positif yang memiliki added value untuk dibagikan pada saudara-saudari kami di tanah air.

"Bukan rumput tetangga kita yang lebih hijau, tapi justru kita lupa dengan 'dilarang menginjak rumput' yang kita buat sendiri, dan bahkan ironisnya rumput kita sendiri pun lupa belum kita siram dan dipangkas rapi. Pantas saja 'nampak' lebih buruk dibandingkan milik tetangga kita..."

Sudah paham kan? Bahwa gemerlap negeri dongeng "luar negeri" itu ilusi, kemilau "luar negeri" lebih baik dari Indonesia (ya meski dalam beberapa hal memang nyata) itu semu. Kita, INDONESIA, juga bisa kok lebih baik. Yakinlah! Hanya dari kita lah energi positif itu berasal, hanya saja mungkin kita masih terlalu sering menebar energi negatif untuk negeri sendiri dibandingkan menyebar Good News from Indonesia.

EPILOG
Nampaknya semangat positif "kami" seperti malam ini tadi dapat kami tularkan kepada seluruh saudara-saudari kami di tanah air, hal-hal positif, sharing bermanfaat, hingga saling mengingatkan dalam balutan canda tawa penuh kasih (dan InshaAllah keberkahan dari-Nya) dalam sebuah forum pengajian dan diskusi NCU Muslim Club, yang menjadi kerinduan tersendiri di hati para jamaahnya. Terbukti, bahwa wacana jeda satu minggu pun tak mendapat restu dari jamaah. Lagi, entah mengapa minggu ke-12 (sejak kepengurusan baru) ini menjadi forum yang paling hangat dan tersebar begitu banyak tawa. Bukan karena virus "om telolet om" yang sedang viral, tapi malah justru "udah, kasih nasi!" ala kami sendiri (efek NCU MC flash quiz di tiap akhir sesi). Mungkin memang ini wujud hangatnya ukhuwah dalam balutan nilai Islam yang mulia.

Wanna support???