Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Wednesday, August 30, 2017

SVE17 2.0: Sopir Pribadi di Family Trip, Gajinya Kasih Sayang Sepenuh Hati

PROLOG
Masuk pekan kedua di edisi liburan kemarin sepertinya tak bisa lagi mengelak untuk menyalurkan hasrat jalan-jalan dalam rangka Family Trip. Ya kali kan, udah pulang jauh-jauh menempuh perjalanan 3800an km malah nggak dapat esensi "pulang"nya...

Harinya yang pasti weekend. Karena di hari-hari biasa papa masih harus mengajar (FYI aja, papaku seorang pengajar di salah satu SMP negeri di daerah Bojonegoro), kakak yang memang bekerja sebagai tenaga medis ahli gizi di RSUD Bojonegoro harus masuk kerja juga, Zaky (ini adik sepupuku yang udah 6 tahun menempati posisi substitusi sebagai anak terkecil di rumah setelah kepergianku merantau sejak di Surabaya sampai sekarang di Taiwan) juga masih harus sekolah. Sedangkan aku, di rumah harus bertugas secara tandem dengan mama untuk mengantar-jemput kakak dan Zaky, juga melakukan aktivitas rumah tangga semacam masak dan beres-beres rumah. Kapan lagi kan bisa berbakti secara real action kalau nggak pas liburan dan pulang ke Indonesia gini? Tentunya selain berbakti dalam wujud lain berupa mendoakan kedua orang tua di setiap selesai Sholat (juga setiap waktu) lho ya.

Istilah Thank God It's Friday (baca: TGIF yang artinya Alhamdulillah udah masuk hari Jumat) memang selayaknya tak perlu dicanangkan atau digaungkan terlalu heboh karena secara default telah menempati posisi syukur tersendiri di hati kami (para pekerja di weekdays) pada tiap pekan (khususnya bagi para lelaki Muslim). Begitu juga bagi keluarga kami, karena rasa syukur di hari Jumat semakin terkukuhkan dengan kepulangan lebih awal dari para penghuni rumah, kecuali kakak. You know why? Karena tenaga medis tak bisa disamakan dengan pekerjaan biasa, mereka harus standby sesuai waktunya dan tak bisa libur serta memaju-mundurkan shift dengan seenaknya. Pasien dan keberlangsungan sistem pengobatan menjadi prioritas bagi mereka, sampai-sampai Sholat Idul Fitri (juga Idul Adha) saja harus ijin jauh-jauh hari untuk meninggalkan tugas di pagi hari dan wajib bergabung lagi setelahnya (jika pas tak bisa mengambil cuti fullday).

Oke, skip tentang susahnya para pekerja medis (pekerjaan yang dulu pernah aku idamkan).

Di Jumat siang tak ada rencana sama sekali acara weekend seperti apa yang akan kami lewati. Barulah setelah selesai sholat Jumat, dan tidur siang sejenak, aku dan mama yang pada saat itu sedang berkutat dengan pekerjaan rumah, entah urusan jemuran maupun dapur,

Salah satu pekerjaan dapur yang kulakukan di ruang tamu sembari menunggu mama menjemur baju di lantai atas
membicarakan rencana untuk melewati weekend dengan sedikit berbeda. Kata mama, "Ayo jalan-jalan wes Sabtu-Minggu ini. Mumpung kamu di rumah, dek!"

"Ayo lah ke makam ibuk sama bapak..." sahutku tanpa menoleh sesaat setelah mama berkata demikian, sebelum kepalanya menyembul dari tirai pembatas antara ruang tamu dan ruang TV. Oh iya FYI aja, aku dan kakakku memanggil kakek dan nenek kami baik yang dari papa maupun mama dengan sebutan bapak dan ibuk. Entah sejak kapan dimulainya, yang pasti itu telah kami sepakati sejak kecil.

"Tapi nggak mungkin ke Lumajang lho ya! Kamu minggu depan ke Depok. Nanti kecapekan, lagian nggak mungkin cuma dua hari kalau ke sana," kata mama.

"Paham ma, InshaAllah kalau untuk bapak Soeaidi dan ibuk Mariyamah sudah didoakan setiap hari aja. Aku pengen lihat rumput yang ditanam tahun lalu di makan ibuk Is sama bapak Karnawi aja, udah gimana sekarang ya?" sambutku bersemangat.

"Yang punya bapak bagus, punya ibuk yang agak rusak di beberapa bagian. Soalnya di atasnya pas langsung kena tetesan hujan kalau deras. Wes nanti kamu lihat sendiri aja deh!"

"Yawes ayo ke Jombang aja besok, terus main ke area candi-candi kecil di Trowulan sekalian aku mau cari sepatu di sana."

"Sek, nunggu papa wungu nanti diomongin bareng ya..."

Percakapan waktu itu berlangsung di ruang tamu dan juga di dapur, karena pada saat itu kami berpindah-pindah tempat ngobrolnya. Sambil berganti-ganti bahan irisan, dari mulai kentang, daging, cabai, bawang merah, sampai sayur-sayuran.

Dan tepat setelah mama selesai mengaduk-ngaduk capcay ala mama dengan bahan-bahan yang kami persiapkan, dan aku selesai dengan uleg-an bumbu untuk masakan yang lain, papa dan Zaky bangun. Oh iya, ceritanya waktu itu kakak udah pulang juga sih (hehehe, maaf nggak sistematis nih ceritanya). Akhirnya percakapan pun berlangsung sore pasca sholat Ashar berjamaah, dan dalam suasana makan malam yang diajukan sebelum Maghrib.

"Besok ke Jombang yuk!" pancingku

"Ya udah, ayo! Sekalian bawa cat ya ma, nisannya bapak-ibuk nanti diganti catnya. Cekno dedek ae sing ngecat," sambut papa sambil tertawa jahil.

"Wah siap!" kataku bersemangat.

"Ma, aku ikut!" sela Zaky.

"Lho sek, aku tak ijin ae berarti ya? Tak alokasi minggu depan aja kerjaanku," sahut kakak.

"Waduh, ojok wes. Diundur Minggu ae kalo gitu, tapi dari pagi banget kita berangkatnya. Gimana?" tawarku.

"Gitu aja deh, besok lagian Zaky juga masih sekolah lho! SD jangan disamain sama kuliahmu yang cuma lima hari," terang mama.

"Oke, Minggu ya. Disiapin cat sama apa-apa aja yang mau dibawa mulai besok. Sekalian kita lihat tanah kita yang di Jombang n perbatasan Mojokerto-Jombang ya!"

"Lho iya Pa, aku yang tanah satunya belum tahu lokasinya. Mau mau!!!" sahutku menanggapi pernyataan papa.

"Sip, tapi kamu yang nyetir seharian ya!" goda papa sekali lagi.

Aku yang memang pada dasarnya suka tantangan dan nggak tahan "goda"an, tanpa pikir panjang kujawab "Oke, dari berangkat sampai pulang semalam apapun tak-sikat!"

Akhirnya di hari Sabtu saat semua orang bekerja dan tenggelam dengan tugas kantornya masing-masing, aku dan mama yang mempersiapkan segala hal untuk short Family Trip esok harinya. Dari mulai "menurunkan" cat dari gudang atas sampai packing dan memasak bekal makanan yang akan dibawa untuk sarapan dan makan siang.

"Ma, malemnya nggak usah disiapkan ya! Aku pengen bakso sama siomay yang di deket Ringin Contong." kataku pada mama.

"Ya udah, nasinya ini dibungkusin untuk sarapan sama makan siang aja!"

Dan aktivitas seharian pun berakhir dengan preparation yang baik untuk esok hari.

Area candi-candi kecil dengan arcanya di Trowulan menjadi destinasi kunjungan hari itu
Hari itu diawali dengan mengunjungi dan mengecat ulang batu nisan bapak-ibuk di daerah Mojokrapak, Jombang. Dan setelah itu dilanjutkan dengan agenda berbelanja kebutuhan sepatu dan barang-barang kulit di sentra pengrajin kulit Mojokerto (yang produknya pun telah diakui internasional dan salah satu liputan tentang pengrajinnya pernah dimuat di web resmi Kominfo Jawa Timur). Berbekal sekali dayung dua-tiga pulau terlampaui, dan tak ingin menyia-nyiakan family time kali ini, kami menyempatkan diri untuk mengunjungi area yang memajang beberapa arca buatan pengrajin batu di Trowulan, Mojokerto.

"Ntar selesai foto di sini, muncul wajah orang di belakang kita lho!" ujarku sambil berkedip ke semuanya selain Zaky.

Pancingan pun dilahap, "Wah, ya udah yuk coba foto!" kata Zaky bersemangat (tapi sebenarnya takut, karena pada dasarnya dia penakut sama hal-hal begituan).

Dan pas udah kelar foto si dia nanya, "mana wajah orangnya, mas?"

Sambil nyengir kujawab, "nah itu di patung kan wajah orang."

Dan Zaky pun cemberut kecewa. Ya, mau gimana, kan memang tujuan awal ngomong gitu cuma untuk menggoda.

"Yuk, lanjut ke tujuan selanjutnya!" kataku sambil menyambar pintu mobil. Dan perjalanan kami pun berlanjut...

Wefie ini diambil di salah satu lokasi tanah kosong yang entah kapan akan menjadi bangunan rumah kami
Maklum kayanya mama emang kangen banget sama anak bungsunya setelah satu tahun nggak pulang

"Udah surup lho, Maghrib dulu lah!" kataku menepikan mobil di salah satu pom bensin sekitar kota Jombang. Dan setelah itu kami melanjutkan tujuan akhir kami yang terlontar sebelumnya.

Here we are, di lokasi outlet bakso dan siomay favorit kami dekat Ringin Contong, Jombang
Dan memang sesuai prediksi papa, kami tiba di gapura Selamat Datang di Kabupaten Bojonegoro yang berdiri di perbatasan Babat (Lamongan) dan Baureno (Bojonegoro) tepat pada pukul delapan malam. Di mana, jelas sekali aku tak mungkin membiarkan papa menyetir di kondisi lampu sorot dari mobil-mobil dan kendaraan besar lainnya dari arah berlawanan yang mengganggu pandangan. Akan sangat berbahaya apalagi dalam kondisi mengantuk karena lelah bepergian sehari penuh.

"Lho, papamu sare dek?" tanya mama dari bangku tengah.

"Hihihi, iya ma. Biarin lah capek mungkin," jawabku.

"Pa! Anake nyetir seharian lho malah sekarang ditinggal tidur!" kata mama menowel lengan papa.

"Hmm? Nggak papa, areke kuat kok!" jawab papa setelah terjaga setengah sadar.

EPILOG
Dan perjalanan hari itu pun mengakhiri pekan keduaku di Indonesia. Untuk kisah pekan depan akan aku lanjutkan di seri SVE17 3.0, bagaimana ceritanya? Yuk stay tune terus di blog ini ya!!!
See you...

Monday, August 28, 2017

SVE17 1.1: Spin Off tentang Saudara tak Sedarah

PROLOG
Belum bisa move on dari pekan pertama nih ternyata, seri selanjutnya dari SVE17 masih berkutat pada sebuah spin off yang akan menceritakan tentang sebuah hubungan. Bukan hubungan yang seperti biasanya kalian kira, melainkan ikatan kekeluargaan yang mungkin bagi "sebagian orang" tak ada beda dengan pertemanan biasa.

Oh iya, itu kan bagi "mereka", mungkin akan berbeda denganku dalam hal pemaknaannya.

Perkenalkan, dua orang ini adalah my true ally selama empat tahun masa S1. Si 2712100070 (kiri) dan si 2712100050 (kanan) yang akan aku beberkan beberapa cerita tentang mereka di post kali ini.
Perjalananku dimulai sejak hari Selasa di pekan pertama setibaku di Indonesia. Surabaya, bertemu kawan-kawan lama, juga dosen yang sekarang menjadi kolega. Ah, sungguh nostalgia berirama indah dengan berbagai nada merdu yang cocok bagi para pecandu melankolia.

Berteman segelas teh hangat dan sebatang rokok yang ia selipkan di antara
telunjuk dan jari tengahnya, kami menikmati atmosfer silaturrahim
di rumah pertama yang akan selalu aku tuju ketika berkunjung ke Malang
Namanya Muhammad Yogie Latansa, pemilik NRP genap yang berselisih 30 orang denganku saat kuliah dulu. Dilihat dari urutan NRP-nya pun dapat dipastikan kami sama-sama diterima di jurusan Teknik Material dan Metalurgi (sekarang Departemen Teknik Material) FTI-ITS melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tulis tahun 2012. Entah sejak kapan kami saling mengenal, yang pasti jelas diawali dari satu tempat bersejarah bagi angkatan kami: food court Pakuwon City.

Masih ingat dengan tempat ini? Lima tahun lalu tempat ini jadi tempat gathering pertamanya calon generasi MATRICE ke-14. Di mana foto ini ku-capture sesaat setelah Frizka privately gave a good news about hari lamarannya yang berlangsung beberapa pekan lalu. @ Area Food Court Pakuwon City menjelang maghrib.
Itulah tempatnya, how nostalgic it is!!! Setidaknya bagi angkatan MT14.

Dan setelah beberapa bulan menghuni gedung perkuliahan yang sama, entah bagaimana mekanismenya Yogie dan aku seringkali hangout bareng. Saling akrab dengan sebutan "ndul" sejak maba, saling bayarin makan tanpa minta tukar, nitip beli jajanan tanpa embel-embel bayar, request antar ke Gr*media/Tog*mas/dll untuk hunting buku bareng tanpa sungkan, saling memberikan oleh-oleh tanpa diminta setibanya kami dari pergi ke luar kota, dan bahkan saling menemani di masa-masa transisi pendaftaran menuju jenjang selanjutnya (S2) pun telah kami lewati bersama. LIMA TAHUN, tak kurang dari enam puluh bulan kami telah menjalani relationship semacam ini. Didukung dengan penelusuran dan investigasi lebih lanjut bahwa ternyata orang tua kami (papaku dan ayah Yogie) mendiami gedung SMK yang sama hanya berbeda beberapa bulan dalam hal jenjang. Cocok, match like no other!

"Makan Zha, dihabiskan aja yang ada nggak papa! Nanti tante masak lagi"
"Itu lho ada bakso, di-pending dulu aja ngobrolnya, sana ambil mangkok!"
"Mau kopi apa teh, Zha? Mumpung dingin-dingin gini..."
"Duh, Ozha udah kesandung berapa kali aja disitu (penghubung antara ruang TV dan dapur rumah Yogie), kayanya perlu dikasih penanda tuh, Yah!"
"Ozha, Yogie, kalau keluar nanti pulangnya nitip perlengkapan punya dek Oca ya!"
"Kamu mandi duluan aja sana, Zha! Yang lain masih susah dibangunin ini lho..."
"Udah sholat kan ini tadi? Kalau belum sholat dulu sebelum tidur, jangan begadang, kamu capek!"

Semua kalimat dalam tanda kutip itu terlontar begitu saja dari mamanya Yogie setiap kali aku berkunjung ke rumahnya. Memang sangat terasa tak ada lagi sekat antara kawan dari anaknya atau anaknya sendiri ketika menginstruksikan sesuatu. Yang sekali lagi, entah sejak kapan hubungan semacam ini terjalin, kami tak paham tepatnya.

"Ozh, Eka lho ngene..."
"Lha, nek aku karo Tira biasane koyok ngene lho, Yog..."
"Kon pernah nggak khawatir karo pacarmu sampe koyok ngene?
"Menurutku sih wajar Yog, cewek kan butuh blablablabla...."

Curhat tentang pasangan masing-masing? Bahkan sejak masih bersama dengan pasangan yang sebelumnya (baca: setan *eh mantan maksudnya), kami pun saling mengetahui cerita masing-masing. Dari mulai cerita polesan, pencitraan, dan layak masuk instagram sampai behind the scene-nya pun kami tak ada tedeng aling-aling dalam berbagi kisah satu sama lain.

Ah, sudah begitu banyak cerita dan sampah-sampah yang saling kita tumpahkan. Dan bahkan tak jarang juga tanpa dikode, tanpa dikomando, dan tak ada yang janjian sama sekali, rasa rindu di antara kami muncul bersamaan. Literally BERSAMAAN, buktinya seringkali kami menerima sms satu sama lain dalam waktu yang bersamaan padahal lagi liburan kuliah (saat dulu masih populernya sms, sebelum BBM yang mengawali smartphone chat merajalela). Lalu apa isinya?

Tak begitu penting sih, paling juga: "Hei ndul, yaopo kabarmu?" atau semacamnya.

Susah memang untuk dideskripsikan sedekat apa kami, tapi setidaknya gambaran-gambaran peristiwa di atas sudah cukup menginterpretasikan kawan macam apa yang kutemui pertama kali di pekan pertama ini.

Partner in crime? Yes, after Yogie, she's my true ally in my whole bachelor's life
Nimas Faradyta, cewek yang sejak maba paham banget sama kisah kasih dan kisruh dari si #KotakAjaib, sampai-sampai di inner circle-nya yang lain dia mendapatkan label sebagai "Sahabat Kotak". Hahahaha, sampai ketawa sendiri ketika kudengar ceritanya bagaimana mendapatkan label semacam itu. Tak hanya kisah-kisah biasa yang kami bagikan, bahkan cerita kontroversial masing-masing yang belum layak publish pun kami sudah saling tahu duluan.

Dulu di angkatan kami sempat mendapatkan labelling cinlok terselubung, yang jelas-jelas kami paham aturannya: kami sudah punya pasangan masing-masing. Dan partner in crime shall be partner in crime, sampai akhir, sampai kami telah memilih jalan hidup masing-masing tepat di bulan ini: AGUSTUS 2017. Nimas yang akan segera menikah di 10 September nanti, dan juga aku yang telah mendeklarasikan keseriusan dengan seseorang asal Depok yang pada seri SVE17 kali ini juga akan sedikit aku ceritakan (mungkin).

Lalu, seperti Yogie tadi, pertanyaannya sama: hubungan seperti apa yang terjalin di antara kalian?

"Zha, nitip FRS-an ya! Kamu ambil kelas apapun aku ikut. Aku percaya lah sama pilihanmu."
"Nims, aku telat masuk kelas nih, bawain tasku dari sekre HMMT ke kelas dulu dong!"
"Staf-stafmu ke mana hei? Kok lama nggak kelihatan rapat? Bagi tugas yuk!"
"Kamu semester pertama yang cerewet ya, aku ntar gantian yang semester selanjutnya, biar staf-staf nggak bosen diomelin sama satu orang aja."
"Eh Zha, masa' iya kamu dikira blablablabla sama mereka lho!"
"Kemarin pas aku lewat ada yang ngomongin kamu kaya gini coba..."
"Mau dibawain apa nih? Aku lagi keluar lho!"
"Yuk anter ke toko buku! Ada yang mau aku cari nih..."
"Nih, buat kamu. Aku sengaja nggak bilang kalau nyari buku ini buat kukasih ke kamu sejak awal."
"Gimana persiapannya? 'mas'mu udah kelar kerjaan luar pulaunya?
"Tira udah kamu hubungin belum, Zha?"

Dan masih banyak lagi percakapan-percakapan kami yang ketika di-reveal semuanya akan menghantui hidup kalian (para pembaca) selamanya, karena memang terlalu banyak hal-hal kontroversialnya. Dan lagi, nantinya menjadi tak private lagi di antara kami.

Hmm, setidaknya seperti itulah gambaran hubungan macam apa yang sedang kami jalani sampai saat ini. Serupa dengan Yogie tadi: hal semacam ini telah berlangsung selama LIMA TAHUN.

Dan kata orang, kalau persahabatan itu sudah berlangsung lebih dari 7 tahun, akan langgeng dan will be endless. Dan, langkah kita (Yogie, Nimas, dan aku) tinggal membuktikannya dua tahun lagi menjalani Long Distance Friendship semacam ini, sebelum pada akhirnya akan jadi endless.

Udah, cuma dua aja nih yang dijelasin?

Oh iya, ada lagi sih satu. Kalau yang ini mungkin bisa dibilang kita nggak deket-deket buanget yang ke mana-mana nempel kaya perangko gitu. Tapi setidaknya cukup lah untuk dideskripsikan sebagai kawan lama yang cukup dekat. Dan tanpa sengaja kami bertemu (masih dalam suasana SVE17 dengan tema silaturrahim) di pekan pertama ini.

Kalau yang ini udah pernah aku deskripsikan di akun instagram sih
Namanya Fadhila Avionela, dia ini salah satu saksi hidup yang sempat mengetahui seberapa "semampai"-nya aku waktu SMP. Dia juga sempat jadi partner organisasi selama aku jadi ketua OSIS SMP Negeri 1 Bojonegoro dengan tinggi di bawah rata-rata (waktu itu lebih tinggi dia). Dulu potongannya mulai rambut pendek ala-ala Dora sampai agak panjangan, terus memutuskan pakai kerudung sejak SMA.

"Ozhaaaaa, keluar dong!!!"

setidaknya itu kalimat yang pernah terlontar dari dia pas main ke rumahku bareng Janice pas SMP untuk pertama kalinya. Dan mengapa itu yang kutulis di sini? Karena kalimat itulah yang diingat mamaku sampai sekarang.

Sejak dulu sama saja, kalau udah ketemu obrolannya ngalor ngidul sampai lupa waktu. Bahkan saat di foto ini pun kami baru saja menyelesaikan perhelatan akbar ghibah ngobrol selama 5 jam nonstop. Entah yang tentang nostalgia masa SMP-SMA lah, tentang setan mantan lah, kehidupan masa kuliahnya, juga tentang next step yang sedang akan ia jalani. Disadari atau tidak memang secara tak langsung kami sering kontak-kontakan meski kondisinya aku sedang di Taiwan dan dia di Indonesia, entah via chat Line maupun DM instagram. Anyway, selamat untuk jenjang karir pekerjaan barumu ya! Semoga lekas menemukan pengganti dari si buluk dan pendek (ini aku mengutip kata-katamu juga lho ya, jadi jangan dikomplain, wkwkwk).

EPILOG
Cukup ya untuk spin off kali ini, doakan saja penulis ada mood tambahan untuk melanjutkan cerita dari series SVE17 sebelum pekan ini berakhir. Karena ternyata sepulang liburan riset harus dan wajib sudah berjalan dengan akselerasi maksimal. Sekian, dan selamat beraktivitas!!!

Wednesday, August 23, 2017

SVE17 1.0: Dua Tawaran, Sambutan, dan Silaturrahim

Akhirnya setelah sekian bulan aku meninggalkannya, aku kembali lagi.
Meski hanya sejenak aku menikmatinya: keindahan langit senja di Indonesia, dari atas langit Kalimantan.
PROLOG
Wah, sepertinya memang udah bukan hitungan hari lagi writer mencampakkan blog  unyu  yang baru aja bertransformasi color-theme ini ya? Sebulan penuh guys, kerasa nggak? Kalau aku sih, udah agak gatel-gatel gitu efek lama nggak ketik-ketik manja di tuts keyboard dan berbagi cerita. Jadi kali ini series-nya agak sok-sok misterius pakai singkatan dan juga versi gitu. Tapi maksud dari SVE17 ini nggak semisterius kelihatannya kok, karena kode itu hanya kependekan dari Summer Vacation Edition 2017. Dan untuk versinya nggak perlu bingung-bingung diterjemahin juga ya, karena itu hanya menandakan hitungan pekan. Jadi kalau ada kode 1 di digit sebelum titik itu artinya, cerita kali ini terjadi di pekan pertama. Dan angka di belakang titik itu maksudnya space yang disediakan kalau-kalau ternyata terpikirkan cerita lainnya (baca: spin off series) yang juga mungkin terjadi di pekan yang sama. Yaaa gitu deh...
Jadi, kalian siap untuk membaca kelanjutan langkah kaki sang #KotakAjaib?

Dan cerita tentang Going Merry dan Thousand Sunny pun berlanjut di posting kali ini. Bukan lagi menjadi narasi cerita, akan tetapi menjadi impact dari mengapa aku harus "pulang" dan rela meninggalkan rumah di Bojonegoro menuju Surabaya meski baru tiga hari lalu (saat itu) merasakan atmosfer hangatnya perhatian orang tua.

Jadi waktu itu hari Selasa (25/07), aku memutuskan untuk memacu motor kesayangan sejak SMA membelah jalanan Bojonegoro, Lamongan, Gresik, dan Surabaya demi sebuah aktivitas (yang mungkin bagi beberapa orang dianggap nggap penting dan "apa banget") bernama silaturrahim ke jurusan (sekarang namanya departemen) tercinta, Teknik Material dan Metalurgi (sekarang namanya Teknik Material) ITS. Tujuan utama dari silaturrahim kali ini adalah tindak lanjut dari percakapan-percakapan dan kode-kode pertemuan dari bapak dosen pembimbing utama Tugas Akhirku yang tak lain dan tak bukan adalah Kepala Departemen Teknik Material (DTM) FTI-ITS periode berjalan. Mungkin beliau sudah kangen dengan anak didik bandelnya yang sering ndableg kalau diberi wejangan tentang risetnya saat S1. Hihihi, yang meski hitungannya berupa ke-ndableg-an, hal-hal itulah yang juga mengantarkanku untuk berhasil menancapkan tonggak riset material paduan Magnesium untuk biomaterial ortopedi di DTM. Terbukti untuk riset-riset selanjutnya tak sedikit adik-adik yang melanjutkan topik risetku.

Oke, flashback-nya lebih baik dicukupkan saja sebelum terkesan membosankan. Jadi tepat pukul 10.00 pagi aku telah tiba di kosan Suto Guswanda untuk meletakkan barang-barang bawaanku, karena memang selama beberapa hari ke depan rencananya aku menginap di kosannya. Setelah sebelumnya mengobati rasa rindu pada bangunan paling sejuk di seantero ITS: Masjid Manarul Ilmi, dengan sejenak bersujud di aula utamanya dan duduk di sandaran berbahan keras paling ergonomis di ITS: pilar masjid Manarul Ilmi.

Tak menyianyiakan waktu, segera setelah itu aku memacu motor menuju gedung departemen TM. Gedung yang lima tahun lalu sempat menjadi gedung paling angker selama menjadi mahasiswa baru, yang tanpa perlu diceritakan detail sepertinya kawan-kawan yang senasib seperjuangan denganku akan paham dengan sendirinya.

Di sana aku disambut baik sekali layaknya kawan lama, saudara, serta sahabat oleh civitas akademik DTM. Baik dari mas Basuki sang penjaga gerbang keluar masuk motor dan sepeda di jurusan (aku sebutnya gini aja ya, biar bisa bernostalgia dengan penamaannya), pak Anto sang penjaga furnace lab. Metalurgi, pak Moko sang pranata serba bisa, juga bapak-bapak lainnya. Tak lupa juga adik-adik angkatan 2013 yang masih berjuang dengan yudisium mereka (pekan itu), mereka semua menyambutku dengan hangat dan baik. Hingga tibalah saat di mana aku harus masuk ke ruangan sakral: area ruang dosen. Bagaimana bisa sakral? Iya lah, kita (mahasiswa) hanya bisa masuk ke sana jika mengurus berkas beasiswa, menyerahkan borang FRS dan ekivalensi, menemui dosen wali, lobbying untuk pengurusan praktikum adik-adik (saat menjadi asisten lab), bahkan sidang Tugas Akhir, serta urusan-urusan resmi lainnya. Ah, how nostalgic memories it is...

Di sana aku sekali lagi disambut dengan satu pertanyaan sejuta (umat) dosen, "Lho, Ozha lagi pulang? Gimana risetnya? Lancar kan ya?"

Dan hanya jawaban yang selalu sama dan default yang keluar dari mulutku, "Iya pak/bu, Alhamdulillah Lancar, makanya ini bisa liburan dan pulang." (if you know what I mean)

Hanya saja satu jawaban lain yang kukeluarkan jika beliau-beliau mulai menanyakan satu hal: "Kamu kapan lulusnya? Kembali kan nanti?"

"InshaAllah tahun depan untuk Master-nya pak/bu, mohon doanya. Kalau pertanyaan kedua itu mungkin akan (bisa) saya jawab pas saya selesai menemui pak Agung Purniawan nanti. Pak Agung wonten, pak/bu?" begitu jawabku.

Yang akan disusul dengan senyuman termanis beliau-beliau sambil berkata, "Ya sudah, semoga lancar ya di sana dan cepat kembali. Pak Agung ada di ruangan kok, dan lagi nggak sibuk. Segera ditemui saja!"

Singkat cerita pak Agung dan juga bu Diah Susanti menerimaku dengan ramah di ruangan beliau berdua (ruang Kepala dan Sekretaris DTM). Saat itu kami semua mengobrol ngalor ngidul dan berdiskusi tentang pertanyaan-pertanyaan yang sempat mengganjal di pikiran masing-masing. Berjam-jam tanpa sekat, kami berbincang bukan lagi dalam kondisi dosen-mahasiswa, akan tetapi lebih ke partner dan kolega. Tak hanya berbincang, bahkan seharian itu aku di-provide layaknya tamu oleh bapak ibu dosen. Mengapa kubilang tamu? Karena selain ditraktir makan, aku juga diajak berkeliling ITS bersama beberapa dosen dalam satu mobil.

Lalu topik pembicaraan seperti apa yang terjalin di sana?

Jelas, tak jauh-jauh dari nostalgia masa kuliah: saat di mana sekat dosen dan mahasiswa masih melekat di titel kami masing-masing, kondisi DTM dan ITS sekarang, keputusanku untuk lanjut PhD atau kerja di Taiwan dulu, tawaran kembali, serta saran-saran ke depan untukku dan rencana pembangunan/pengembangan DTM ITS.

Ah, sungguh sangat luar biasa. Pengalaman pekan pertama ini jelas sekali sangat berharga. Karena dengannya aku telah berhasil mendapatkan koneksi kuat (strong bond) dengan beliau-beliau para dosen yang selama delapan semester membimbingku dan memberikan banyak wawasan saat di jenjang S1. Bahkan tak hanya itu, aku mendapatkan labelling baru dari beliau-beliau selain "mahasiswa DTM yang telah lulus": yaitu partner aset.

Entah apa maksudnya, yang pasti intinya di momentum itu aku sangat menikmati update hubungan semacam itu, dosen-mahasiswa menjadi partner-kolega.

Lalu apa hubungannya dengan judul yang tersemat?

Oh, maksudnya di redaksional Dua Tawaran dan Sambutan? Sepertinya itu tak harus dijelaskan terlalu detail lah ya, yang pasti tawaran-tawaran itu dilontarkan oleh profesorku serta general manager dari perusahaan yang proyeknya sedang kukerjakan beberapa waktu lalu sebelum aku pulang ke Indonesia. Dan untuk sambutan, kukira jika kalian membaca dengan cermat di posting kali ini sejak awal pasti paham apa yang kumaksud.

Yah, nggak seru nih mainnya kode-kode...

Hahaha, tenang aja lah, suatu saat kodenya juga akan terpecahkan. Dan untuk mengobati rasa "ke-nggak seru-an" pembaca, berikut ini aku sematkan juga beberapa dokumentasi lain tentang silaturrahim yang terjadi di SVE17 1.0 kok, check this out!!!

Masih ingat siapa mereka? Beberapa hal tentang kami pernah kutuliskan secara gamblang pada satu posting yang nggak kalah bapering tentang REFORMASI. Tapi di foto ini beda, kami perwakilan tiga generasi pemandu LKMM TM ITS yang dipertemukan melalui hitsnya masalah-masalah yang terjadi di KM ITS pada masanya masing-masing.
Here we are: Berarti x Reformasi x Ekspresi
Foto sebelumnya belum ada Hamida, dan di sini dianya baru datang dan sudah ada beberapa dari kami yang pulang.
Ini sesi lain lagi dari silaturrahim pekan ini: with MT14 warkopers!!!
Bonus dari foto di atas: dua orang kawan yang memutuskan untuk melanjutkan studi Master mereka di kampus tecinta ITS, yang sebelum foto ini di-capture telah menjalani prosesi lari-lari dan ngantri untuk daftar ulang.
Welcome to the new world bro!!!
(Kiri: Kukuh Ardiansani Kurniawan, 2712100013; Kanan: M. Yogie Latansa, 2712100070)
Eh, ternyata ada kesempatan ketemu juga sama beberapa orang cewek-cewek hits-nya Divergent lhooo...
Selain itu juga ketemuan sama mas Azis (aka Brutuz) MT04, yang selain silaturrahim kami juga ngomongin proyek sosial berupa crowdfunding punya Ikatan Alumni Material ITS. Penasaran apa proyeknya? Cek foto abis ini ya...
Yuk donasi yuk!!!
EPILOG
Pekan pertama berakhir manis, karena labelnya memang silaturrahim. Lalu bagaimana dengan pekan kedua? Yuk kita nantikan kelanjutannya!!!

Wanna support???