Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Thursday, December 20, 2012

Recall and Redo

Sekali lagi, passion baru telah muncul.
Atau mungkin ini passion lama yang memang sudah terlalu lama tak pernah muncul?
Dan momen kali ini adalah sangat tepat, dimulai lagi perjuangan baru.
Di sebuah kampus perjuangan Sepuluh Nopember Surabaya,
hampir tiba di penghujung semester,
mengalir saja, dengan grafik naik turun yang mungkin tak pernah aku temukan di masa SMA,
begitu indah terangkai sempurna,
dengan sahabat-sahabat dan partner-partner seperjuangan yang baru,
yang ada kebanyakan tak lagi aku, saya, atau menunjuk pada diri sendiri,
sesuatu yang mengarah pada refleksi hedonisme.
Hanya ada kita dan kami,
dengan sebuah cover berlabel "kaderisasi"
kami dibentuk disini,
aku pun mulai terbentuk,
mungkin beberapa bulan lalu aku belum paham kemana arah langkahnya,
bagaimana alur berjalannya, juga bagaimana sistem yang ada di dalamnya.
Tapi sekarang, di penghujung semester pertama,
atau biasa disebut paruh tahun pertama, aku mulai sedikit demi sedikit memahami.
Maksud mereka, alasan tentang apa yang mereka lakukan,
dan penyebab mengapa aku membutuhkannya.
Semuanya membutuhkan analisa yang tak sebentar,
banyak sekali tantangan yang harus dilalui,
dengan kepedulian dan sebuah kata yang sering diamanahkan pada kami, yaitu
SOLID,
yang berarti padatan,
sebuah wujud dari zat yang memiliki kerapatan ikatan antar atom paling kuat,
tak mudah tercerai berai, memiliki prinsip karena tak mudah goyah,
juga keras dalam memegang kendali dalam kebaikan.
Filosofi yang sangat mendalam dari sebuah kata sederhana yang sering sekali dilontarkan,
sebagai parameter umum.
Semua tentang persepi, juga positive thinking,
tanpa ragu dan percaya satu sama lain,
dan juga yang terpenting adalah KEPEDULIAN.
Hanya itu yang bisa membuat kita kuat, tanpa takut untuk melangkah bersama.
Tapi hanya satu pertanyaan yang masih mengganjal,
mampukah kita sampai pada parameter tersebut dalam waktu dekat ini?
Bukan berniat pesimis atau tak percaya diri,
tapi kita lihat faktanya,
masih banyak sekali yang APATIS.
Terkadang juga aku termasuk, tapi sekali lagi pengendalianku yang memegang kendali,
ambisi untuk bisa mengambil hati setiap orang agar bisa melangkah bersama,
melangkah menuju kebenaran, demi sebuah niat dan tekad,
mengubah kearah yang lebih baik.
Passion ini muncul lagi,
sedikit frontal, percaya diri, berani, dan mampu mempertahankan prinsip.
Terima kasih ya Allah,
Engkau berikan aku jalan kemari,
jalan dimana passion lamaku terbentuk lagi,
kembali menjadi Ozha yang dulu,
kembali untuk menjadi yang lebih baik,
lebih berkarakter dengan ketidaksamaannya.
Dengan perbedaan pemikiran yang akan membawanya pada sebuah situasi penuh pemikiran,
pemikiran panjang yang tak pernah main-main.
Sebuah pemikiran serius, sedikit kompleks,
tetapi berusaha untuk terus dianalogikan secara sederhana.
Sebuah akhir yang indah memang,
tapi menjadi awal yang berat, sebuah perubahan besar,
sebuah jalan yang membawaku kembali pada sebuah cara pandang tentang kehidupan.
Kembali pada passion lama, dengan beberapa perubahan besar.
Kemampuan untuk menyatukan setiap hati agar bisa melangkah bersama,
menuju sebuah akhir masa awal, yang menjadi awal baru di dalam kehidupan yang lebih kompleks dari sebelumnya.

Wednesday, November 7, 2012

Mencari Tempat ke-14 (Season Paruh Semester 1)

Ini tahun kuliah pertamaku,
berawal di bulan Agustus yang mungkin aku sebut sebagai gerbang menuju rumah singgah,
waktu bergulir begitu lama di bulan September.
Hari - hari yang berat masih terasa berat dan menyulitkan,
banyak pengalaman baru dan orang - orang baru yang kutemui.
Dari yang hanya melihat orang lain sebelah mata,
sampai orang yang benar - benar peduli dengan orang lain.
Tapi itu semua masih awal, fase peralihan, fase pencairan gunung es,
mengapa kusebut demikian?
Karena ini masih bulan kedua kami semua berinteraksi.
Hingga sebuah tantangan pertama datang,
menguji kami dengan segala cara,
kami yang belum bisa berdiri sepenuhnya,
harus terseret terseok - seok untuk berjalan,
tertatih hingga terpincang - pincang kami sedikit berlari kecil,
tapi perih ini semakin terasa,
ujian yang datang berhasil membuat anggota tubuh kami terluka,
terluka dengan amat dalam, hingga tak nampak ke permukaan.

Bulan Oktober,
luka dalam kami telah sembuh, karena dia telah memuntahkan nanah yang menggumpal dari tubuh kami.
Meski sakit masih terasa,
kami berjalan perlahan, tepatnya dengan bersandar dengan sebuah tongkat,
tongkat kebersamaan.
Kami mulai bisa menerima satu sama lain,
kami mulai bisa menyelami hati masing - masing,
dan kami mulai memiliki rasa saling menjaga, meskipun masih dalam kadar yang sangat amat kecil,
Hanya saja memar di tubuh kami masih terasa sakit dan belum terobati.

Hingga tibalah di sebuah waktu.
Paruh kedua semester satu,
Evaluasi Tengah Semester baru saja usai,
dan luka memar kami telah pulih dan kami siap untuk berlari,
satu hari, dua hari, tiga hari, hingga beberapa saat lagi kami telah meraih tali yang akan membawa kami menuju dimensi yang lebih tinggi,
tapi sekali lagi kami salah mengambil langkah,
luka lama kami kembali berdenyut nyeri,
sangat menyakitkan bahkan kami tak sanggup untuk melompat lebih tinggi untuk meraih satu satunya jalan kami untuk maju,
keinginan kami sangatlah kuat, ingin rasanya kami memotong luka kami dan meninggalkannya sendiri.
Tapi dimana luka itu? Di mana kami merasakan sakit yang menyiksa itu?
Kami memutuskan untuk mengikatkan sisa tali yang akan membawa kami terus naik itu,
pada salah satu anggota tubuh kami,
dan kami memilih leher,
Sedikit lagi kami sampai ke sebuah dimensi baru itu,
meski sesak yang kami rasakan,
kami tetap berusaha untuk mampu menahan rasa sakit kami,
satu tarikan lagi, dan kami akan bebas dari dua rasa sakit yang menyiksa ini,
tapi rasa sakit luka lama menggerogoti keteguhan leher kami,
satu - satunya pengikat jalan kami.
Hingga sebuah teriakan keras terjadi,
menghentikan semuanya, perjalanan kami terhenti di tengah - tengah fase peralihan.
Sesak leher masih terasa,
dan rasa sakit akan luka lama kami masih terasa.
Sangat terasa, tapi kami tak tahu di mana rasa sakit itu berada,
kemana kami harus mengadu,
dan kemana lagi kami harus berjalan,
karena kaki kami tak lagi menyentuh tanah,
kemana lagi kami harus berpegang, karena dimensi atas telah menutup pintunya dan meninggalkan kami tergantung di sana.
"Hey, 'SAKIT'! Perlihatkan, dimana kau berada, kami akan menyembuhkanmu bersama, wahai 'SAKIT' kau sungguh membuat kami tersiksa, menghambat kami di saat kami terikat maju bersama, mengapa kau tak berbagi rasa pada kami sebelumnya? Jika kau ingin tinggal, kami tetap menganggapmu sebagai anggota tubuh kami, meskipun kita berbeda dimensi. Mengapa kau lakukan ini pada kami??"
Jeratan tali ini bisa kapan saja dilepaskan,
tapi sekali lepas, jalan kami tertutup.
Tapi kami juga tidak mampu meraih dimensi kalian,
Tolong kami, tarik kami, bawa kami ke dimensi kalian,
Dengan tatapan tajam, kalian hanya berkata, "Berhenti!"
Hanya itu yang mampu kami dengar, karena sesaat setelah itu, kami terpejam tak sadarkan diri.
Kami Pingsan.....

BERSAMBUNG

Wednesday, October 17, 2012

Perspektif Baru tentang Konsep Pembaharuan Diri

Atmosfer baru ini seperti telah lama aku rasakan,
waktu terasa berjalan begitu lambat,
banyak yang harus dilakukan dengan waktu yang seolah lambat itu,
tapi seketika berubah cepat jika sebuah garis kematian dibuat.
Waktu terasa begitu cepat dan tak berdetik, semuanya berjalan dengan hitungan jam.

Entah apa yang aku harapkan dulu,
ingin cepat keluar dari masa labil di institusi kecil yang hanya berisi manusia yang memiliki karakter yang standar dan itu itu saja,
3 tahun yang lalu tepat saat aku baru melihat pengumuman aku lolos masuk ke dalamnya,
tak pernah terbayang ketika sudah terlepas darinya,
inilah yang akan aku hadapi.

Dunia baru, dunia penuh perjuangan dan kemampuan mengatur diri sendiri.
Hal yang memang sudah selalu aku lakukan dulu,
tapi dengan sepenuhnya pengawasan dan bimbingan orang tuaku.
Dulu memang sering aku pulang malam,
tapi dengan orang tua yang rela mengurangi waktu tidurnya untuk menunggui anaknya hingga membuka pintu rumah.
Dulu memang waktuku tak di rumah selalu lebih lama daripada berada di luar,
tapi dengan pengarahan dan peraturan yang masih sepenuhnya diatur orang tua.
Dulu memang aku tidak pernah tidak mengerjakan tugas ataupun tidak belajar,
itu semua dengan alarm yang selalu setia mengingatkan dan mengomeliku setiap detik aku terlihat menganggur.

Sekarang tak hanya sering aku pulang malam,
bahkan hampir setiap hari kulakukan hal itu, tanpa pengawasan dan tanpa bimbingan,
sepenuhnya sudah merupakan keputusanku.
Sekarang waktuku di rumah, atau lebih tepat dibilang kamar kos, memang selalu lebih sedikit dibandingkan kegiatanku di luar,
tapi itu semua tak ada yang memperhatikan, entah apa yang kulakukan di luar sana,
orang tuaku hanya mengontrol lewat pesan singkat atau sekedar terleponpada interval hari tertentu.
Sekarang aku memang selalu mengerjakan tugas dan selalu belajar,
tapi itu semua murni tanggung jawab dan kehendakku, andaikata tak kulakukan pun tak ada yang komplain, karena konsekuensi sepenuhnya ada di diriku.
Hanya rasa malu dan prihatin yang mendasariku untuk selalu menjaga kepercayaan mereka.
Malu akan kemampuan diriku sendiri yang memang dari awal mereka pandang sebagai anggota keluarga yang memiliki kemampuan akademik lebih. Dan prihatin akan kehidupan yang nantinya akan aku jalani setelah lulus dari miniatur sebuah kehidupan ini, jika bukan diriku sendiri yang merancang dan menentukannya siapa lagi?
Bukankah ini yang aku mau?
Bukankah ini yang aku harapkan?
Dan bukankah ini jalan yang akan membuat mereka bangga ketika aku torehkan sejarah keemasan di sini?

Aku sepenuhnya manusia sekarang,
kuatur hidupku sendiri, kuputuskan jalanku sendiri, dan kutanggung konsekuensi setiap kelalaianku sendiri.
Terlalu berat memang di awal,
di minggu-minggu penuh masa adaptasi,

Jujur hingga satu bulan aku di sini kemarin, aku masih merasakan kerinduan akan suasana yang aku alami di rumah. Bersama dengan keluarga kecilku yang selalu penuh kasih sayang dan kebahagiaan.
Selalu menjadi anak terakhir yang istimewa dan diistimewakan.
Masih bisa menjadi anak yang manja dan menggantungkan diri pada orang tua.

Tapi sekarang beda,
sejak detik ini aku merasakan suatu hal yang sangat berbeda,
yang jauh dari apa yang pernah aku bayangkan sebelumnya,
bahwa hidup ini keras, miniatur inilah yang aku butuhkan.
Karena kualitas hidup hanya ditentukan dari seberapa pahit kegagalan yang pernah kau alami untuk selalu berusaha menjadi yang terbaik juga seberapa kuat kau untuk bertahan, dan seberapa berat tantangan yang kau terima juga mampu kau lewati.
Bukan sekedar kata-kata tapi terekam dalam pemikiran terdalam.

Kebangkitan Pujangga Tanpa Inspirasi yang baru,
yang siap menginspirasi dengan caranya sendiri,
dengan sudut pandang baru,
serta dengan kiasan dan analogi yang lebih tepat.
Bukan hanya fisik yang berubah, karena yang terpenting adalah pola pikir dan ketajaman penalaran.

O2H4 - Ready to reach the best future

Thursday, September 20, 2012

For Your Birthday and Our 1st Anniversary, Dear


Pencarian sebuah arti,
berawal dari sebuah kesalahan dan kealpaan.
Ketakutan akan sebuah pilihan hidup,
sebatang kara dalam pemikiran.
Bergantung pada asa yang membumbung tinggi,
hanya sebatas nilai dan prestasi,
tak pernah terpikir sebelumnya,
dan tak pernah terbayang sedikitpun.
Aku menemukan sebuah perhiasan elok dariNya,
menuntunku ke dalam keberanian,
menjaringku ke dalam perasaan,
ketertarikan dan rasa suka yang hanya sebatas kagum tak bertahan lama,
hanya mampu bertahta kurang dari satu bulan.
Hingga pada akhirnya rasa itu semakin membuatku merasa terikat,
reasa suka berganti cinta,
ketertarikan berubah sayang,
berawal dari sebuah kalimat tanya, "Ya? Ini siapa?"
Dari situ rasa ini semakin menggebu.
Tiga bulan sudah aku tersiksa,
memendam sebuah hasrat karuniaNya.
Perasaan yang dalam dan tak bertepi.
Mungkin kau merasa aku terlalu berlebihan,
namun tak bisa kupungkiri, inilah rasaku padamu.
20 September 2011,
tepat di usiamu yang ke 15 tahun aku memberanikan diri untuk mengundangmu.
Untuk masuk kedalam dimensi kehidupanku,
menjadi bagian dari hari - hari sepiku,
dan menjadi pengisi kekosongan jiwaku.
Senyuman manis menjadi awal hubungan manis kita,
kulihat lesung pipimu,
mengembangkan senyum di wajahmu :)
Entah aliran listrik dari mana yang menyengatku dengan tiba - tiba.
Dan rasa itu semakin menggelora.
Tiga bulan kita lewati bersama, dengan sedikit perasaan ragu,
yang mungkin masih terbersit dihatimu, dulu...
Tapi aku tak bisa melarangnya,
karena mungkin inilah perjuangan untuk mendapatkan hatimu.
Tepat di hari terakhir di tahun yang sama,
aku menghabiskan waktu bersamamu,
dengan canda tawa, dan penuh suka cita.
Di sisi lain, mungkin kau yang masih ragu denganku,
menunjukkan reaksi lain yang tak pernah kuduga sebelumnya.
Kau mengakui perasaanmu.
Sungguh, itu adalah anugerah terbesar.
Kau mendukungku hingga akhir perjuangan masa putih abu - abuku,
ucapan pengingat, sebagai ekspresi kepedulian dan rasa sayangmu padaku.
Aku bahagia denganmu,
aku nyaman kau menjadi bagian dari sandaran hatiku.
Hingga akhirnya kita harus terpisahkan jarak,
Surabaya - Bojonegoro,
menjadi saksi keteguhan hati kita,
menguji kepercayaan dan kesetiaan hati kita satu sama lain.
Dengan dimensi ruang yang berbeda,
kita berhasil...
Menempuh sebuah perjalanan setahun penuh untuk saling berbagi rasa,
saling memberi motivasi, saling mendukung dalam kebaikan,
juga saling memiliki dalam hati masing - masing.
Dari sini aku hanya bisa memberikan sebuah kata - kata ini,
dengan sebuah simbol yang kutitipkan mama dan kakak di sana,
untuk menjadi kado yang mungkin tak spesial buatmu.
Tapi jangan pernah melihat hal itu dari segi materi,
aku memberikanmu simbol itu,
hanya dengan harapan,
KAU KAN SELALU MENGINGATKU, DALAM DOAMU PADA ALLAH,
DALAM NAUNGAN ALLAH, RASA SAYANG INI ABADI,
DAN DENGAN KEABADIAN RASA INI, KITA SALING MEMILIKI,
RASA SALING MEMILIKI INILAH YANG AKAN MENGUATKAN KITA,
SAMPAI NANTI,
DI MANA HANYA TAKDIR ALLAH YANG MAMPU MENJAWAB UJUNG DARI PERTEMUAN KITA INI.

From your Dragoste,
heralvozh/20 September 2012
Happy Birthday for your 16th life my dear Alvi Laili Zahra,
and Happy Anniversary for us.
We wish, we are the destiny for each other 'till the end...

Lovely,

Ozha

Saturday, August 25, 2012

Entah ini Satnight atau SADnight, yang Pasti Aku Menikmatinya.

Ini hari apa ya? Rasanya terlalu malas untuk beranjak dari kasur lipat yang sengaja digelar di ruang tamu tiap malam. Bukan karena tak punya kamar atau tempat tidur yang lebih nyaman, akan tetapi terlalu banyak waktu yang dihabiskan dengan tidur beralaskan kasur lipat di atas lantai seperti ini, sejak kecil, sejak ujung alat vitalku belum terpotong (pengandaian yang buruk >_< ).
Sabtu, 25 Agustus 2012. Pukul 07.00 aku bangun setelah sholat shubuh tepat beberapa menit setelah adzan dan iqamah dikumandangkan. Tapi badan rasanya tetap tak ingin beranjak dari tempat nyaman itu.
Tapi karena ini adalah suasana berkunjung dan bersilaturrahmi (baca: lebaran), maka mau tak mau aku harus beranjak dan menghilangkan jejak air liurku semalam dari ruang tersebut. Teringat jika hari ini aku harus sampai di kota itu, tempatku menuntut ilmu mungkin hingga maksimal 4 tahun ke depan (Amiin, kalo bisa kurang ^_^ ). Teman satu kos yang memang berencana untuk ke sana hari ini juga, telah berangkat meninggalkan Bojonegoro sejak pagi. Dan sedikit ada kelegaan bahwa akan ada yang menemani selama aku bermalam di kos untuk keperluan mengumpulkan berkas riwayat hidup dan borang data diri yang diberikan oleh Jurusan. Aku sengaja untuk tidak mandi sampai siang, karena sedikit malas untuk beranjak meninggalkan rumah sebelum jam akademik ITS benar - benar dimulai. Tapi apa boleh buat, kewajiban tetaplah kewajiban, meskipun firasat untuk sedikit tidak nyaman setelah aku tiba di Surabaya nanti masih menggangu. Akhirnya aku menyerah pada waktu yang terus menghimpit, pukul 11.00 aku memutuskan untuk mengguyur tubuhku dengan air dari bak kamar mandi. Setelah sebelumnya packing (sebetulnya bukan aku yang packing, tapi mama v^_^ ), juga membantu papa menukar air minum galon, untuk keperluan pengairan dirumah.
Aku berangkat, karena jam di dinding ruang tengah sudah menunjukkan pukul 13.30, beda beberapa menit lebih cepat dari jam tanganku. Tapi berpikir akan lebih repot jika harus sampai di kota Surabaya malam hari, maka aku memaksakan diri untuk berangkat meninggalkan rumah. Setelah diantar ke terminal bus Rajekwesi, aku segera naik ke salah satu bus yang akan segera berangkat, beruntunglah bangku paling depan masih kosong dan tersisa satu tempat tidur (eh, duduk maksudnya), maklumlah karena rasa kantuk masih hinggap di mataku. Tepat setelah aku duduk dan bus berangkat, seusai memeriksa semua barang dalam keadaan aman dan kondusif untuk ditinggal sejenak, maka aku pun pergi, entah ke mana. Ke sebuah tempat, entah itu dimensi keberapa, awalnya gelap, dan akhirnya tak berbentuk, karena menurutku sangat sulit untuk mendeskripsikannya, alam bawah sadar. It's sleeping time!!!
Hingga akhirnya kernet bis berteriak "PASAR BABAT", dan memaksaku untuk keluar dari dimensi penuh kenyamanan itu. Kuperiksa handphone yang memang sengaja kuletakkan dalam ransel yang kupeluk mesra dalam dekapan penuh manja (halah --" lebay). Ada sekitar 6 sms yang masuk, dan itu salah satunya adalah dari seorang cewek yang sangat sangat dekat denganku, karena memang aku berharap dialah calon istriku nanti, Alvi Laili Zahra. Lalu salah duanya adalah mamaku yang dari awal tahu ketidaknyamananku untuk meninggalkan rumah hari ini. Dan salah - salah yang lain adalah teman - temanku yang mengajak untuk kembali ke Surabaya naik motor saat mendekati hari H dimana jam akademik dimulai. Hmm, tampaknya mata tak mampu lagi terlelap di tengah hilir mudik pedagang asongan dan para pengamen keluar masuk ke dalam bus untuk mengais recehan mereka.
Hingga sampai di terminal Tambak Osowilangun, Surabaya. Di pintu terminal sudah banyak bertengger angkutan umum kantong dangkal hingga kantong bolong (apaan sih --" ). Ada banyak sekali lyn WK dan lyn - lyn yang lain yang berhenti sengaja untuk menjaring para penumpang yang baru turun dari bus. Sengaja kupilih lyn WK yang sepi dan tergeletak tak jauh dari barisan paling depan yang pastinya sudah sarat penumpang. Kutunggu hingga hampir 15 menit, akhirnya mobil kuning hijau itu pun melaju membelah jalanan ibukota Jawa Timur, masuk ke gang kecil, bermanuver di jalan protokol, hingga sampai di jalan Kertajaya Indah, yang menandakan tak lama lagi aku tiba di tujuanku. Setelah kubayar tarif angkutan umum tersebut, aku menoleh ke belakang (karena aku duduk di bangku depan samping pak supir yang sedang bekerja -_-! ). Wow!!! Amazing, akulah penumpang terakhir yang diantarkan menuju singgasana. Serasa mobil travel yang kusewa sendiri. Dan aku belum sadar bahwa di sinilah cerita klimaks hari ini dimulai.
Sesaat setelah aku turun dari mobil berwarna kuning hijau berplat nomor L 1106 XX (mengapa XX? karena XX = aku tidak tahu tepatnya), aku berjalan menyusuri gang kecil yang banyak dijaga oleh polisi yang sangat malas (baca: polisi tidur), dengan ngos - ngosan dan berulang kali mengganti posisi tas jinjing yang kubawa dari tangan kanan ke tangan kiri, aku akhirnya tiba di depan gerbang kecil yang biasa aku lewati untuk shortcut menuju ke rumah kosku. Dan betapa kecewanya aku setelah mataku menangkap sebuah kalimat yang disusun dari kata - kata: PINTU DITUTUP SELAMA LIBUR 17 AGUSTUS s/d 26 AGUSTUS 2012.
:@
Hmm, ingin marah tapi bingung siapa yang harus kumarahi --"
Aku pun memutuskan untuk kembali keluar gang setelah sebelumnya meminta pertimbangan papa dari line telepon. Dan aku berjalan seperti seorang anak yang baru saja mudik dan kembali ke kampung halaman dengan penuh perjuangan dan peluh yang bercucuran karena membawa beban di tangan yang dijinjing dengan paksa. Akhirnya kutemukan gerbang lain dengan portal yang tertutup dan tulisan yang sama, tanpa pikir panjang aku melompati portal itu, dan ternyata aku selama ini tidak menyadari bahwa di tiap jalan yang aku lalui selama ini terdapat portal. Maka aku putuskan untuk mempertajam insting parkour asal - asalanku dengan melompati setiap portal yang ada, hingga akhirnya sampailah aku di depan salah satu rumah yang terletak di Jalan Hidrodinamika III, ITS Surabaya. Dengan kunci yang dipasrahkan oleh si empunya rumah padaku, aku pun masuk ke dalam rumah dengan selamat (agak lebay --" ). Dengan keringat yang membasahi kaos lengan panjang yang menempel di tubuhku semenjak keberangkatanku dari Bojonegoro, aku masuk ke dalam kamar dan menyalakan kipas angin untuk mengeringkan keringat. Kulepas kaos dan kugantung di gantungan yang biasa kugunakan untuk mengeringkan pakaian. Karena dari tadi aku sudah mendengar kumandang adzan Maghrib, maka aku melirik jam wekerku ketika masuk ke dalam kamar, what??? Pukul 17.50 adalah waktu yang ditunjukkannya. Hufft, lelah sekali badan ini. Kuambil handuk setelah menata pakaian yang ada di dalam tas jinjing dan membongkar muatan yang ada di dalam ransel yang kubawa, dan mengguyur badanku dengan air yang ada di dalam bak mandi. Setelah puas menyegarkan badan, aku pun melaksanakan sholat Maghrib. Dan tak berapa lama adzan Isya' pun berkumandang, aku pun segera melanjutkan dengan sholat Isya' munfarid di kamar. Betapa kerasnya suara lambung berteriak minta diisi. Akhirnya aku memutuskan untuk memakan bekal yang dibawakan mama dari rumah. Sembari menghabiskan hidangan makan siang sekaligus makan malam itu, aku menelepon keluarga di rumah, dan disambut oleh suara mama, papa, kakak dan adik sepupu yang memang sedang berada di rumah.
Sungguh baik kawan serumahku, dia memberikanku pinjaman sepedanya untuk akomodasiku selama aku di sini. Dan aku pun memanfaatkannya untuk membeli keperluanku di supermarket dekat kos, sebut saja Sakinah supermarket, karena aku tak ingin promosi, maka aku tidak menyebutkan nama aslinya (bohong BESAR >_< ). Selama perjalanan aku harus berkali kali berlagak seperti binaraga yang mengangkat besi - besi berat, hanya saja bedanya, aku mengangkat rangka sepeda. Naik, turun, berhenti, jalan, dan hingga akhirnya aku harus bergegas kabur saat anjing milik salah satu rumah di lingkungan perumdos mengejarku hingga aku harus menendang dan mematahkan selebor belakang sepeda temanku >_<
Huuh, betapa sialnya aku hari ini. Dan sepertinya firasatku mengatakan ini belum berakhir.
Memang benar, setelah aku keluar dari Sakinah supermarket untuk mencari tempat yang menyediakan jasa foto kopi untuk memfoto kopi salah satu berkas yang harus aku kumpulkan besok, aku harus berputar - putar di sekeliling ITS untuk mencari yang bersedia menjual jasanya padaku. Betapa menyedihkannya, aku tak menemukan satupun.
Dengan kecewa dan tanggung jawab bahwa aku belum mengeprint foto 4x6 cm yang menjadi syarat dikumpulkannya berkas, aku pun kembali ke kamar kosku yang nyaman, tentunya tidak dengan perjuangan angkat berat seperti awal tadi. Akan tetapi memutar ke rute yang agak (aku pikir SANGAT) jauh --". Setibanya di kamar kos, tak berapa lama ideku pun mengalir. Kuambil handphone, dan kumanfaatkan fitur kamera yang tertempel padanya. Kufoto berkas yang seharusnya difoto kopi. Dan dengan beberapa sentuhan ph*toshop, berkas itu pun tercetak dengan grayscale. Huuft, lega sekali, apalagi setelah kuceritakan kisah ini pada Alviku, rasanya adalah seperti curhat dengan seseorang yang paling spesial dan dilanjutkan dengan mengetik beberapa kalimat dan dipublish melalui jasa blogger. Hmm, inilah cerita hari ini, penuh peluh dan perjuangan, dan kurasa ini adalah waktu yang tepat untuk menyampaikan sesuatu,
"SELAMAT MALAM DAN TERIMA KASIH BAGI PEMBACA YANG DENGAN TERPAKSA MELUANGKAN WAKTU UNTUK MEMBACA HASIL PENGALAMAN LANGKA, ANEH, DAN MENJENGKELKAN YANG DICURHATKAN DI POST KALI INI."
Merci,

Friday, August 17, 2012

Motivasi dan Singkat Cerita di Blind Spot After Highschool moment


Jika ditanya apa motivasi saya untuk masuk ke jurusan Teknik Material dan Metalurgi, maka saya lebih memilih untuk sejenak flashback dengan beberapa cita - cita atau bisa dibilang kebingungan masa kecil saya, yang bertahan hingga remaja (usia SMP dan SMA).
Banyak sekali jurusan favorit yang telah menjadi primadona di kalangan siswa, baik dari Sekolah Menengah Atas (SMA) maupun tingkatan di bawahnya, dan yang mungkin telah menjadi cita - cita wajib setiap anak kecil di seluruh Indonesia ini. Berbeda dengan saya, sejak kecil saya bercita - cita menjadi seorang pilot, yang dengan berjalannya waktu, terutama semenjak mata saya minus, saya tak lagi mengidolakan profesi tersebut, fase sesudahnya adalah fase kebingungan di dalam diri saya, di satu sisi saya ingin menjadi seorang peneliti profesional – berjas putih dan bekerja di laboratorium dengan beberapa eksperimen yang dilakukan – yang mungkin bisa menemukan sesuatu yang nantinya bisa bermanfaat bagi sesama. Tapi di sisi lain, kemanusiaanlah yang saya pikirkan. Dan keinginan inilah yang paling kuat, sehingga pada akhir masa SMA pun, saya bersikukuh untuk masuk ke jurusan yang menjadi cita - cita wajib dari setiap anak kecil di Indonesia itu, jurusan Pendidikan Dokter. Pada awalnya saya menaruh harapan besar melalui jalur snmptn undangan yang kebetulan saya terjaring untuk berkesempatan mencoba peruntungan melalui seleksi tersebut. Ini merupakan gerbang pertama saya menuju bangku kuliah.
Orang tua mendorong saya untuk mendaftar di bidang lain tetapi saya menolak, karena saya anggap belum ada jurusan yang bisa mendukung cita - cita awal saya untuk menjadi peneliti atau ilmuwan. Hingga akhirnya ada sebuah institusi yang menyelenggarakan seleksi masuk untuk menjadi mahasiswa di bidang statistik. Dan entah apa yang terlintas di pikiran saya, bahwa statistik berurusan dengan rumus, yang  bisa dibilang itu adalah hobi saya sejak SMP. Dan saya mencoba untuk mengikuti seleksi masuk STIS. Entah mengapa pengumuman seleksi masuk tersebut sangat mepet waktunya dengan pengumuman snmptn undangan (hanya berselang pekan).
Di sanalah kekecewaan awal saya terjadi, dua gerbang masuk universitas yang saya ikuti menggagalkan saya untuk masuk dengan mudah. Saya tidak ingin memberikan raut wajah yang mengecewakan untuk orang tua saya, sehingga saya berusaha untuk tetap tegar. Meskipun dengan hati yang sedikit gundah, saya mencoba kembali peruntungan saya untuk berencana masuk Fakultas Kedokteran lagi untuk kedua kalinya pasca tidak lolos snmptn undangan. Tapi di sisi lain, hasrat untuk ingin menjadi peneliti pun semakin kuat. Dan karena saya gundah untuk harus memikirkan sendiri pilihan kedua saya, maka saya mendatangi konselor Lembaga Bimbingan Belajar yang saat itu saya ikuti di Surabaya. Dengan sejuta pertanyaan dan keingintahuan, saya berdiskusi dengannya tentang keinginan saya dan dibandingkan dengan jurusan – jurusan yang tersedia di berbagai universitas di Indonesia.
Di sana saya dibingungkan dengan berbagai macam pilihan, antara Teknik Nuklir di UGM dengan berbagai macam resikonya, Teknik Kimia (dengan pilihan antara UGM atau ITS), lalu jurusan Teknobiomedik yang katanya itu jurusan baru di UNAIR dan berpeluang untuk menjadi peneliti di bidang pengembangan alat - alat kedokteran, juga Teknik Material dan Metalurgi yang pada saat saya tanya, konselor tidak begitu banyak membantu memberi informasi tentang itu. Hingga akhirnya saya browsing dengan subyek berbagai macam alternatif jurusan yang diberikan oleh konselor. Dan hasil yang saya peroleh tidak mengecewakan, saya menemukan sebuah blog milik salah satu mahasiswa ITS yang saya lupa apa alamatnya, yang sepertinya berasal dari jurusan Teknik Material dan Metalurgi ITS. Di sana saya menemukan berbagai macam artikel menarik yang bisa menjadi bahan acuan, seperti apakah jurusan ini sebenarnya. Dan di sanalah saya menemukan naluri keinginan untuk menjadi peneliti itu kembali. Mulai dari tingkatan material keras seperti besi, baja, dan berbagai macam gejala yang terjadi pada mereka, sampai pada substansi lunak seperti plastik. Yang jadi membuat jurusan Teknik Material dan Metalurgi ITS menarik bagi saya dan menambah motivasi bagi saya untuk bisa masuk dan bergabung dengan jajaran mahasiswa jurusan Teknik Material dan Metalurgi adalah saat saya membaca sebuah artikel di blog tersebut, bahwa perekayasaan bahan plastik yang lunak, dapat diubah menjadi sekuat baja. Meskipun saya tidak paham dengan uraian yang ada di artikel tersebut, tetapi hal itu cukup menggugah naluri ilmuwan atau researcher yang telah lama tidur di dalam diri saya. Dan saya putuskanlah untuk menaruh Teknik Material dan Metalurgi menjadi pilihan kedua saya di dalam snmptn tulis. Siapapun pasti ingin harapan pertamanya tercapai, tapi lain halnya dengan saya. Setelah mengalami beberapa kegagalan untuk masuk universitas, saya meyakini bahwa kedua jurusan yang saya jadikan pilihan di dalam snmptn tulis adalah pilihan pertama saya, meskipun harus dikelompokkan menjadi 2 pilihan utama dan sampingan. Saya sangat bahagia karena kedua jurusan tersebut mewakili dua hasrat dan cita - cita saya.
Jadi dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, motivasi saya untuk masuk jurusan Teknik Material dan Metalurgi adalah keingintahuan saya tentang disiplin ilmu bahan (material) dan segala bentuk rekayasa yang dapat dilakukan, serta peristiwa apa saja yang dapat diamati dari sebuah benda mati seperti logam dan bahan - bahan lain. Juga di samping itu adalah naluri dan cita - cita saya sejak kecil, dan bahkan sejak saya belum mengerti apapun tentang bahan atau material, yaitu menjadi seorang ilmuwan.

Monday, August 13, 2012

Who am I?


Jika timbul pertanyaan yang tampak sederhana tetapi membutuhkan perenungan yang mendalam sebelum menjawabnya, seperti “who am I?” atau “who are you?” rasanya ingin sekali saya menjawab dengan panjang lebar tentang cerita hidup saya dan bagaimana saya berawal hingga menjadi seperti sekarang ini. Oleh karenanya dari sebuah keinginan tersebut saya ingin menuangkannya menjadi nyata.
Saya adalah seorang anak laki - laki, anak kedua yang lahir dari rahim seorang ibu bernama Heru Susilowati dan dengan benih dari seorang ayah yang bernama Anwar Hariyono, yang lahir di bulan Maret 1994. Tepat pada tanggal 27 Ramadhan 1415 Hijriyah, atau yang tertera pada akte kelahiran adalah 9 Maret 1994. Saya lahir di Bojonegoro, sebuah kota kecil yang dulunya tidak begitu terekspos di kancah Jawa Timur, maupun Nasional. Orang tua, tepatnya ayah, adalah seorang pegawai negeri sipil yang bekerja mengabdi pada negara untuk mendidik bangsa melalui institusi Sekolah Menengah Pertama yang ada di daerah pinggiran kota Bojonegoro. Dari kecil saya terbiasa hidup sederhana, dan orang tua saya selalu menekankan untuk tidak boros. Saya pun dikenalkan dengan sebuah disiplin yang bisa dibilang sangat keras. Karena ayah saya masih terbawa dengan didikan kakek yang memang seorang TNI, juga ibu yang terbawa dengan didikan kakek yang merupakan seorang polisi. Jadi untuk berdisiplin bukanlah hal yang sulit bagi saya dan kakak perempuan saya sejak kecil. Meskipun aturan tersebut awalnya sangat sulit untuk diikuti.
Pendidikan formal saya dimulai di Taman Kanak - kanak Aisyiah Bustanul Athfal, dengan dasar agama yang kental sehingga saya setidaknya telah mengenal dan belajar untuk mengabdi pada Allah SWT sejak kecil. Menurut cerita orang tua saya, cukup banyak keunikan yang saya miliki sejak kecil, seperti memiliki kemampuan untuk mengingat dengan sangat baik, kemampuan penguasaan membaca dengan lancar sejak usia 4 tahun dan dibuktikan dengan membaca koran tanpa mengeja, juga sedikit kemampuan metafisik untuk mengetahui tentang makhluk dari alam lainnya yang memang terbawa hingga kini.
Cukup dengan masa kanak - kanak, saya berlanjut ke sebuah sekolah dasar favorit di kota Bojonegoro, SDN Kadipaten 1, dan selama 6 tahun di sana, bisa dibilang saya memiliki prestasi yang sangat gemilang, tak lepas dari juara kelas atau yang biasa disebut ranking 1 di setiap semester, juga menjuarai berbagai macam lomba di bidang akademik, dan selalu menjadi unggulan di sekolah dasar tersebut. Hingga saatnya tiba saya mengenal sebuah organisasi yang berawal dari semacam hobi beladiri sekaligus olahraga karate, yang mulai saya tekuni di tahun ke 5 sekolah dasar. Trophy kejuaraan nasional pun pernah saya dapatkan dari bidang tersebut. Dan sampai berlanjut ke jenjang Sekolah Menengah Pertama, saya melanjutkan ke sebuah SMP favorit dengan mengusung nilai UN tertinggi se-SD. Di SMP karir akademik saya bisa dibilang masih stabil dan dapat tetap seimbang dengan hobi karate saya yang meroket di sisi tingkatan, bukan lagi prestasi seperti di sekolah dasar. Sampai pada tahun kedua, prestasi akademik saya masih juga stabil meskipun saya juga tergabung di dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah di SMP tersebut, hingga saya diamanati sebagai Ketua OSIS pada tahun terakhir masa SMP saya. Tak banyak prestasi yang saya torehkan di SMP, hanya sebuah trophy juara kabupaten Lomba Siswa Berprestasi yang sedikit membuat saya berbangga di sana. Dan tahun di mana saya harus melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi pun tiba, dan dengan tetap berada di peringkat 10 besar nilai UN se-SMP saya berhasil kembali masuk ke sebuah Sekolah Menengah Atas favorit di Bojonegoro. SMA Negeri 1 Bojonegoro, di sanalah saya memulai untuk tidak lagi fokus di hobi karate saya, setelah di tahun pertama SMA saya sempat dinobatkan oleh lembaga sebagai pemegang black belt DAN II termuda se-Jawa Timur. Saya memutuskan untuk berhenti, dan merancang masa depan saya. Yang memang dari awal saya sudah cita - citakan adalah menjadi seseorang yang bisa bermanfaat bagi sesama, yang saya wujudkan dengan sebuah keinginan untuk menjadi tenaga profesional kesehatan, yaitu dokter. Dan itu sudah saya rencanakan sejak SMP setelah sebelumnya saya pernah bersikukuh untuk bercita - cita menjadi seorang peneliti atau ilmuwan. Di SMA saya tidak fokus di kegiatan luar sekolah seperti lomba2, meski ada beberapa prestasi dari lomba akademik yang berhasil sedikit saya torehkan di sana. Juga melanjutkan pengalaman berorganisasi yang hanya saya nikmati satu semester, dan selanjutnya saya mengundurkan diri.
Di akhir masa SMA saya telah memutuskan untuk bulat di kedokteran, meski masih sedikit ragu untuk meninggalkan cita - cita sebagai ilmuwan. Tetapi Allah berkata lain, setelah saya gagal di snmptn undangan dan akhirnya bermuara di salah satu jurusan yang mungkin, awalnya saya pikir akan bisa membawa saya untuk menjadi peneliti di bidang bahan, yaitu Teknik Material dan Metalurgi di Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Dan setelah sedikit mempelajari tentang jurusan tersebut dari berbagai sumber, sepertinya memang tidak salah saya berada di jurusan ini, jika saya berminat menjadi seorang peneliti, utamanya di bidang bahan atau material.
Jadi dapat disimpulkan, bahwasanya saya bukanlah apa - apa. Hanya seorang anak laki - laki dengan segudang rasa ingin tahu, dan dengan berbagai ketidaktahuan, yang ingin menjadi seseorang yang bisa bermanfaat bagi sesama hanya karena Allah SWT, dan meskipun saya belum bisa melakukannya, saya akan selalu berusaha untuk mewujudkannya.

Monday, July 23, 2012

Teratai dan Jalan Tuhan

"sendiri dalam renungan"

Teratai yang mekar di atas air,
pernahkah kalian berpikir bahwa awalnya teratai mempertanyakan posisinya saat ini?
Pastinya tidak,
mungkin memperhatikan saja tak pernah,
hanya tau ketika mekar, dan terkadang melihatnya di kala kuncup.

Mahkota yang bertingkat - tingkat,
daun dengan permukaan yang tak akan pernah basah,
warna warni muda nan indah,
dan sekali lagi, mengapung di atas air.

Itu semua ia pertanyakan,
dan sang Pencipta tak pernah menjawab lisan segala pertanyaannya.
Hingga akhirnya Dia berikan satu jawaban kepada teratai,
Dia ciptakan makhluk penghuni bumi selain hewan dan tumbuhan.
Dengan label manusia,
Memberikan pelajaran bagi teratai,
bahwa penghuni baru inilah yang akan menjawab semua pertanyaan tentang hidupnya.

Berawal dari segumpal tanah,
benda kotor yang ia pun tak pernah merasakan berada di atasnya,
sang Pencipta membuatnya memiliki nyawa dan anggota tubuh sempurna,
timbul iri di hatinya,
mengapa bukan dia yang tercipta demikian.

Lagi - lagi ia mempertanyakan apa yang seharusnya tampak dari pembelajaran yang Dia berikan,
berlanjut dengan tugas berat yang dibebankanNya kepada makhluk berlabel manusia tadi,
mengatur bumi,
menjadikannya hijau, tumbuh berbagai macam makhluk yang sejenis dengan teratai,
dan teratai pun sedikit bingung,
pelajaran apa yang akan ia terima dari makhluk berlabel manusia ini?

Dan kehidupan pun berlanjut,
hingga segala macam pertanyaan itu ia turunkan ke generasi selanjutnya,
tumbuhlah teratai - teratai baru.
Masih dengan segala keingintahuannya.

Sang Pencipta masih terus menunjukkan berbagai macam jawaban,
dari apa yang ia tanyakan.
Dari sesosok makluk berlabel manusia.

Hingga akhirnya terjadilah sebuah perang,
yang menjadi awal mula penghancuran bumi,
saat di mana bumi tak lagi hijau, dan lautan tak lagi biru.
Semuanya berubah gersang,
birunya laut pun memerah akibat pertumpahan darah yang timbul.
Teratai semakin bingung dan tak sabar,
pelajaran apa yang Dia berikan dari kerusakan yang manusia buat ini?
Apa maksud semua ini?

Tapi sang Pencipta tetap tak pernah berfirman apapun untuknya,
sedikit pun tak pernah,
hanya apa yang terjadi itulah yang menjadi pelajaran,

dan bumi terus berputar,
sampai pada akhirnya ia mendengar sebuah pembicaraan dari manusia,
yang mungkin akhirnya memberinya sebuah pemahaman.

"Maaf kapten, kita tidak dapat melakukan itu."
"Tidak, hanya itu pilihan terakhir kita untuk menang, tak ada yang lain."
"Untuk ini, saya tidak sepaham dengan anda kapten. Ada cara lain untuk memenangkan perang ini, bukan hanya kemenangan kita, tapi perdamaian untuk semua."
"Persetan dengan perdamaian, pilihannya hanyalah menang atau mati..."
Dan tiba - tiba terdengan bunyi "dor"


Teratai ternoda dengan sebuah noda berwarna merah,
yang manusia sebut itu darah.
Dari apa yang ia dengar, sedikit demi sedikit dia mulai paham,
tentang semua pertanyaan yang ia ajukan kepada sang Pencipta.
Merenung dan terus merenung,
bukan tanpa hasil, ataupun menghasilkan sesuatu yang gemilang.

Hanya saja, teratai sadar.

Mengapa ia memiliki mahkota yang bertingkat - tingkat,
apa sebab Dia memberikan daun dengan permukaan yang tak akan pernah basah,
dan mengapa jenisnya memiliki warna warni muda nan indah,
juga apa alasan dia mengapung di atas air.
Itu semua adalah suratan takdirNya,
tak pantas makhluk rendah sepertinya mempertanyakan apa yang telah Tuhan berikan,
apa yang sudah Tuhan bebankan kepadanya.

Banyak jalan yang manusia miliki,
sehingga apa yang akan mereka lakukan pun mereka terkadang bingung,
tersesat dalam jalan pikiran mereka sendiri,
jauh dari jalan yang diberikan sang Pencipta,

Dari pemikiran panjangnya, teratai pun menyadari tentang apa itu pilihan.
Bahwa pilihan yang terbaik yang Tuhan berikan,
terkadang tak terbayangkan olehnya,
terkadang tak dapat langsung diterima begitu saja,
membutuhkan pemikiran panjang,
juga pemahaman mendalam.

Bahkan sang teratai pun harus melewati berbagai masa,
mati, tumbuh, hilang, dan berganti,
untuk memahami jalan Tuhan untuknya,

Karena teratai itulah manusia.
Dan teratai itu bukan apa yang kalian pikirkan,
dan bukan juga seperti apa yang kalian bayangkan,
karena akulah teratai itu...

Friday, July 20, 2012

Penghias Nama di Ujung Perjalanan

Banyak yang bilang ini hal penting,
sebuah label penuh nilai prestisius nan menyilaukan perasaan.
Entah dipandang dari sudut pandang mana,
banyak yang memandang "wah",
tak sedikit pula yang menganggapnya hal remeh,
lalu apa maknanya?
Sungguh ambigu dan tak berdasar.


Terdengar aneh memang jika ada yang mempermasalahkannya,
tapi ini caraku berkarya,
bukan hanya mainstream yang terlintas,
tapi juga dari hal sepele pun sering tersirat dalam pemikiran.
Titel dengan berbagai huruf,
hingga EYD dalam bahasa Indonesia pun mengaturnya.
Entah itu karena memang harus diatur,
atau memang karena sesuatu hal yang oleh remaja jaman sekarang disebut dengan @L4Y (can you read it? aku aja pusing).


Bukan hal penting memang untuk diangkat menjadi topik,
bukan juga hal yang layak menjadi HT di kask*s ataupun TT di twitt*r.
Ini murni pemikiran tersirat yang jujur, baru saja muncul dalam benak.

Apa yang mereka dapatkan jika "mereka" menggunakan "itu" di depan atau di belakang nama mereka?
apakah tambahan gaji dari pemerintah? Jika memang seorang PNS, iya.
Tapi jika belum lulus ujian CPNS? aku rasa percuma saja.
Nah, ini meluas ke urusan pemerintahan...
Ah lupakan, bukan wewenangku untuk membahasnya hari ini,

mungkin lain kali.


Setatus, titel, pangkat, embel - embel.
Itu semua yang aku bahas kali ini,
bukan membahas sih, tepatnya menjadikannya bahan tulisan.
Tulisan tak bermakna yang sengaja diketik dengan media blog.
Entah ini karena kehabisan ide, atau untuk sekedar mengisi waktu.


Yak, kembali lagi ke benang merah,
Apa yang mereka cari dari itu semua?
"wah"? Nilai prestisius? Gengsi?
Atau hanya hiasan pemanis nama?


Itu semua tergantung pribadi masing - masing.
Yang aku sayangkan,
mengapa mereka melupakan satu status yang pasti akan mereka dapatkan nanti setelah tiada.
Bukan semacam "anumerta" yang aku maksud,
tapi yang lebih spesifik.
Almarhum,


Dari status ardzi yang mereka buat/pakai itu,
sang khalik tak pernah menilai atau bahkan menghisabnya.
Tapi mengapa "mereka" lebih mementingkan itu?
Meskipun aku juga tak ingin munafik, aku pun begitu.


Alangkah indahnya hidup ini jika status setelah mati itulah yang selalu terngiang di dalam benak kita,
di dalam hati dan pemikiran kita,
apa yang mendasari segala laku kita, segala bentuk ibadah kita, juga segala bentuk ketaatan kita kepadaNya.
Bukan bermaksud sok tahu atau menggurui,
karena aku pun belum mengerti apa - apa.
Dan aku pun belum menjadi apa - apa.
Hanya seorang "calon" mahasiswa teknik, yang ingin belajar melalui media tulisan,
dan memberikan pemahaman baru tentang hidup.


Banyak dari "mereka" yang bertitel lebih dari 2 macam embel - embel,
tapi lupa tentang peran yang harus dilakukan dari apa yang telah disandangnya,
"mereka" lupa diri, "mereka" tak ingat apa dan siapa mereka.
Apa peran mereka di bumi, yang ditugaskanNya kepada mereka.


Kadang harus prihatin atau sedih,
karena aku pun terkadang masih berpikir,
dan atau mungkin tak hanya berpikir, tapi juga melakoninya.
Ah, memang serba salah,
karena dengan menyalahkan pun, aku belum tentu benar.
Dengan mengkritik pun, belum tentu aku terlalu ahli sehingga pantas mengkritik.



Sekali lagi bukan berniat menggurui,
hanya memberikan pandangan baru tentang makna hidup,
yang mungkin aku sendiri juga masih ada di dalam proses kehidupan itu sendiri.


Percaya atau tidak, hampir keseluruhan isi dari tulisan ini terjadi begitu saja,
tanpa pikir panjang, hanya renungan singkat yang mendalam.

Friday, July 13, 2012

Arah Takdir sang Jarum tak selalu ke dalam Vena.

Perlakuan tentang hidup,
banyak yang awalnya sangat bersemangat, sangat optimis tentang apa yang akan terjadi di kehidupannya,
rencana masa depan, cita - cita dengan satu jalan tanpa cabang,
dan tujuan akhir yang sempurna tanpa cacat.

Semakin berjalan mendekati akhir,
hidup yang berputar membawanya untuk semakin mendekati tujuan akhir perjalanannya,
tampak sangat indah dengan semangat yang membara,
harapan membumbung tinggi dan tak terbendung lagi.
Segala upaya dilakukan, dengan sekuat tenaga,
baik secara fisik maupun rohani.

Semuanya terasa semakin dekat dan dekat,
sampai akhirnya pintu keberhasilannya pun hampir terbuka,
tapi sekali lagi, itu bukan pintu yang ia harapkan,
karena itu bukan pintu yang merupakan tujuan akhir perjalanannya.

Seorang anak manusia yang tak kenal menyerah terus berjalan melewati pintu - pintu yang seolah tanpa ujung,
bercabang, penuh persimpangan,
menyesakkan dada, membingungkan, dan memicu keputusasaan,
karena tampak panjang dan tak berujung.

Di mana ada ujung, disitulah dimulai lagi, sebuah perjalanan yang kembali menghasilkan ujung,
yang seolah sangat menjanjikan,
sangat meyakinkan dengan hiasan pintu berkilau emas,
tanda sebuah kepuasan sesaat.

Tak bertemu seorangpun yang mampu membuatnya bangkit,
hanya motivasi dari diri sendiri,
dan pembakaran tentang kenangan masa lalu yang memaksanya untuk terus berlalu,
tanpa memikirkan apa yang akan ia hadapi nanti,
hanya berjalan dan berjalan, juga terkadang berlari,
dari pintu satu ke pintu lain,
dari percabangan satu ke persimpangan yang lain.

Hanya berputar di dalam pikirannya sendiri,
melewati rintangan demi rintangan yang tak mudah dihadapi,
dan terkadang membuatnya frustrasi.
Terbengkalai tanpa arah di tengah padang ketidakpastian.
di dalam kubah altar ketidaktentuan.

Berlaku satu prinsip dalam hidupnya,
bermanfaat dalam hidup,
tak hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk orang lain,
untuk orang banyak,
tanpa terkecuali kaum minoritas,
Atau bahkan justru khusus untuk mereka.

Mengejar satu jalan yang sepertinya sekilas tampak indah,
tanpa rintangan dan tanpa percabangan yang berarti,
seperti bergelimang kemudahan, bergelimang ketidakrumitan.

Tapi di tengah - tengah jalan,
apakah yang terjadi selanjutnya?
Segalanya tampak gagal,
tak tercapai, apa yang diimpikannya selama ini sirna sudah,
Jalan yang harus dilaluinya kali ini bukan jalan yang sama dengan apa yang ia pikirkan sebelumnya,
dari berbagai macam rekomendasi dari orang disekitarnya,
yang awalnya tak digubris,
dan hanya menjadi harapan sampingan, atau mungkin bahkan hanya dianggap sebagai residu,
bukan jalan alternatif.

Disanalah jalannya,
jalan yang pintunya terbuka lebar,
entah siapa yang membukanya,
entah dia sendiri, melalui perantara tuhan yang menghendaki malaikat untuk menyampaikannya.

Melalui sebuah penampil penuh dimensi,
dengan tombol - tombol aneh yang mungkin sang pengantar pesan pun tak pernah bisa tahu untuk apa itu,
terlalu larut dalam masa lalu yang ia bayangkan sendiri.

Hingga suatu saat dia teringat akan sebuah kalimat dari seseorang,
yang ia temui saat pemindahan trensformasi tulisan menjadi sinapsis yang mampu dicerna oleh otak briliannya.
Mungkin sedikit membingungkan, tapi inilah kenyataannya,
tak pernah bisa diubah menjadi sederhana.
Karena semua terlalu kompleks,
baik di dalam pikiran, maupun untuk diresapi dalam hati.

itu jalannya,
pintu yang terbuka lebar,
pintu yang belum pernah ia duga sebelumnya,
pintu yang memang awalnya selalu ia lewati dan pegangannya pun penuh dengan segala macam sidik jari yang ia tinggalkan di sana,
Sering dia melewatkan kesempatan tentang itu.
Melewatkan untuk mencari peluang dari situ.

Tapi takdir menjawabnya,
dia berdiri di sebuah kampus perjuangan,
di mana kesan awal kebanggaan baru muncul saat mungkin waktunya hampir terlambat,
saat di mana dia menemukan jati dirinya yang sebenarnya.

Mengingat apa yang pernah ia lewatkan sebelumnya,
di dalam masa SMA, masa putih abu - abu penuh kenangan dan perjuangan.
Hingga akhirnya melahirkan sebuah pemahaman tentang jalan hidup,
tentang tujuan perjalanan hidupnya,

Yang dapat ia dapatkan dari sebuah penafsiran singkat penuh kerendahan hati,
bukan dengan pemikiran dangkal dan tak berdasar,
Dengan berbagai pertimbangan matang dan terencana.
Sebuah jalan Tuhan.
Yang Dia karuniakan untuk hambaNya,
Hanya untuknya,
Karena dia adalah aku...

Monday, June 18, 2012

A Secret Story for You, Dear.

Prasangka...
Banyak yang timbul dari dalam hati,
pemikiran pun tak luput untuk mencerna.
Apa yang tampak dikenal sebagai bukti,
apa yang terjadi dikenal sebagai peristiwa.

Lalu mengapa tak ada yang melihat dari sudut pandang yang lain?
Sudut pandang obyek, atau sudut pandang niat misalnya?
Apa kau tahu maksud dari apa yang kau sebut sebagai bukti?
Apa kau tahu niat awal dari apa yang sudah terjadi dan kau sebut sebagai peristiwa?

Semuanya hanya tahu dari sudut pandang dan pemikiran masing - masing,
hanya sepihak dan tak beralasan.
Aku tak akan pernah bisa menyampaikan ini secara langsung selama kau masih tak memberikan kepercayaan dan masih selalu curiga terhadap apa yang aku lakukan.
Aku hanyalah mencoba untuk mencari kawan, mencari saudara, tak lebih, sayang.
Aku di sini,
Hanya berbekal satu tujuan, mencari ilmu, menimba pengetahuan, tak lebih, sayang.
Tapi semuanya adalah jalanNya,
aku menemukan dunia baru di sini,
dunia yang keras penuh persaingan dan perjuangan, di dunia pagiku.
juga dunia yang penuh kebahagiaan dan kekeluargaan, di dunia soreku.

Kutemukan mereka, kawan kawan baru, saudara baru,
dimana aku menemukan peranku,
banyak yang menyebutku istimewa,
banyak yang menyebutku tak biasa,
banyak yang menganggapku bijaksana,
banyak yang menganggapku sebagai tempat berbagi dan mencari arti,
banyak yang menganggapku sebagai tempat pertimbangan,
aku menemukan peranku di sini.
Dunia yang awalnya aku anggap asing,
dan seolah aku hanyalah sebatang kara,
tapi ternyata, merekalah yang membuat semangatku berkobar,
saling mendukung, dan saling memberi semangat.

Hanya itu, sayang.
Tak lebih...
Kupasang foto kita berdua di layar handphone,
sebagai wujud rasa rindu dan sayangku padamu,
juga agar mereka tahu, bahwa aku memilikimu di sana.
Aku sudah menemukan tambatan hatiku.
Bahwa aku tak sendiri.

Tak pernah tersirat sedikitpun maksud untuk mendekati wanita lain,
ataupun memberi harapan kepada siapapun.
Aku hanyalah ingin menjadi kawan yang baik bagi semua, sayang.
Tanpa terkecuali.

Yah, memang tak banyak yang bisa aku jelaskan,
dan mungkin tak banyak yang bisa kau percaya dariku,
jika kau masih tetap kukuh pada pandangan sepihak yang kau buat sendiri, juga rasa takut akan masa laluku yang masih menghantuimu sehingga itu pula yang kau takutkan terhadap hubungan kita.
Aku tahu, sayang.
Dari diammu, dari pandanganmu, dari senyummu,
itu semua menyiratkan semua tentangmu.
Dan aku tahu, kau pun memiliki rasa yang sama padaku,
tak usah kau pungkiri.

"Jika masih banyak sekali kemungkinan terbaik dan bahagia, mengapa kau harus merisaukan itu, mengapa kau harus berpikir tentang kemungkinan terburuk dan segala bentuk kesedihan?"
Tak ada alasan bagi manusia untuk memastikan takdir hidupnya,
karena semuanya adalah keputusanNya.

Yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah saling percaya, memupuk rasa sayang itu, tanpa harus memaksakan takdir padaNya,
Jangan pernah berprasangka tanpa alasan,
bukti dunia hanyalah ilusi, peristiwa dunia hanyalah sebagian kecil bukti yang merupakan ilusi itu sendiri.
Jangan kau pendam segalanya sendirian,
aku ada di sini, aku ada di hidupmu, dan kau pun ada di hidupku.
Katakanlah semuanya, sayang.
Jangan kau ragu ataupun malu,
karena kau dan aku memiliki rasa yang sama.
Aku tahu, dan kau pun menyadarinya.

Perjalanan kita selama 9 bulan ini tak akan berarti apa - apa tanpa kebahagiaan yang kita ciptakan sendiri,
berharap kau adalah salah satu tulang rusukku yang hilang,
dan aku adalah adam untukmu,
jangan pernah berpikir tentang hal buruk, ataupun tentang akhir pahit dari kisah kita,
yang perlu kita lakukan hanyalah menjalaninya saat ini, mempertahankannya sampai nanti,
dan menyerahkan segala akhir manis kisah kita kepadaNya.

Because yesterday is a history, today is real, and tomorrow is the biggest secret from God for us.
Love u, dear...
A. L. Z.

Monday, January 9, 2012

Perspektif Tunggal dalam Peraduan Diri

Banyak yang terjadi di dalam diri kita,
tak peduli sedetik yang lalu,
sejam yang lalu, ataupun beberapa waktu yang lalu, tentunya.
perubahan, meskipun kecil dan tak terlihat,
semuanya pasti terjadi,
entah itu pola pikir,
perasaan, mood, atau apapun.

Apa yang membuatku berpikir seperti itu?
memang terkadang,
atau bahkan "selalu",
tulisanku sulit untuk ditebak maknanya,
harus mulai dimengerti dari sudut pandang mana,
dan harus berpikir dari mana untuk dimengerti,

Tapi inilah gaya tulisanku,
seorang penulis yang mungkin sampai kapanpun tak akan pernah dikenal oleh siapapun,
dan dari sinilah aku beranjak,
dari tulisan - tulisan ini aku memulai,
untuk berpikir,
merangsang pemikiran - pemikiran baru untuk menentang,
untuk memberontak,
baik dari diriku sendiri, maupun dari semuanya.
Dan menciptakan pemikiran yang baru tentang konsep kehidupan yang tak selamanya pasti, datar, dapat ditebak, dan mudah diprediksikan.

Lalu, apa hubungannya paragraf pertama tulisanku ini dengan paragraf selanjutnya tadi?

Tentu saja ada,
justru sangat berkaitan,
Aku hanya menjadikan diriku sebagai contoh.

Mengapa tulisanku sulit ditebak?
Mengapa tulisanku yang bermakna justru disalah artikan?
Mengapa tulisanku yang tak berarti justru dimengerti?

Itulah pertanyaan yang akan menghubungkannya,
dan mungkin dari sini juga tulisanku akan dianggap sulit dimengerti.

Pemikiran manusia,
fisik manusia,
perasaan manusia,
semuanya serba tak pasti,
serba dilingkupi oleh konsep yang memang abstrak,

Saat ku menulis,
sambil berpikir dan mentransformasikan pemikiranku melalui tulisan ini pun,
aku berubah,
aku berkembang,
begitu pun perasaanku,
semuanya berubah,
menyambungkan setiap sinapsis - sinapsis syaraf yang tersebar di seluruh penjuru tubuh.

Untuk bersinergis,
berpikir tentang apa yang harus kutulis,
kutransformasikan melalui pergerakan elektron di dalam tubuh,
menyalurkan gelombang unuk memberikan perintah pada motorik,
untuk menggerakkan jemari menuju ke sebuah 'tuts' keyboard.

itu hanyalah contoh,
lalu apa selanjutnya?

Sebenarnya dapat kau renungkan sendiri,
apa maksud dari tulisanku,
apa arti pemikiranku yang kusiratkan dari kata - kata bodoh ini,

Bahwa manusia tak akan pernah stagnan,
dari mulai tingkat terkecil,
sel, yang selalu bergerak aktif, berkembang dan membelah,
hingga berlanjut ke jaringan tubuh,
organ pun tak henti,
bahkan hingga sistem di dalam tubuh,

Semuanya berubah,
menjalani evolusi dari setiap karunia yang diberikanNya,
perkembangan dan pertumbuhan tak bisa terhindarkan,

Utamanya pada sebuah organ pengatur, pengendali diri.
"mind" bukan "brain"
karena dia mengatur segalanya,
bukan hanya obyek diri yang tak berarti.
Dialah pemegang peranan,
di dalam setiap perubahan yang ada pada diri manusia.

Fisik pun,
tak luput dari jangkauan kuasaNya, juga kuasanya.
Mungkin jika ditelaah lebih jauh,
mungkin Dia meniupkan nyawa itu kesemuanya adalah bermuara di pikiran.
di dalam "mind",
bukan "brain".

Jika aku ditanykan tentang perbedaan keduanya,
aku akan mudah untuk menjawab,
"mind" jelas berada di dalam "brain", si obyek tunggal yang tak berpengaruh dalam diri.
Sedangkan "brain" hanyalah menjadi taman di mana "mind" berkembang dan tumbuh.

Perubahan berawal darinya,
semuanya diatur olehnya, tentunya tak luput dari kehendakNya.

Tapi pernah tidak kita berpikir,
bahwa perubahan yang ada itu tak hanya akan memberikan satu gambaran umum tentang "sesuatu".
Tak hanya memberikan satu sisi perspektif untuk dianalisa.
Banyak sekali kemungkinan,
banyak sekali perspektif,
banyak sekali sudut pandang,

Sungguh merugi bagi manusia yang hanya bisa memandang masalah dari satu sisi pemikiran,
lalu dianalisa,
lalu....
Apa yang akan dianalisa?
toh hanya ada satu pilihan pertimbangan,
yang membuatnya seolah "mati",
terjebak di dalam satu pilihan.

Padahal, di dalam sebuah perubahan diri,
harus memiliki bermacam - macam pilihan,
perubahan arah pandang,
serta perkembangan kepribadian,
semuanya membutuhkan pilihan.

Ingin menjadi orang baik, buruk, jahat, bodoh, pandai, dan apapun itu.
Semuanya membutuhkan PILIHAN pemikiran,
bukan pilihan dari berpikir,
Tapi itu semua terserah pada kalian,
ingin menjadi manusia dengan "all possibilities for many interesting ways" atau menjadi manusia dengan "only one possibilities for only one sure way"
Tak dapat dipungkiri,
perasaan manusia sulit untuk dipengaruhi,
kecuali manusia itu sendirilah yang mampu berpikir dan menentukan jalan masing - masing.

Hanya sebuah "perspektif tepat" dari beberapa kemungkinan yang muncul yang nantinya memberikan perubahan,
terhadap segalanya.
Meskipun hanya setitik gagasan,
yang nantinya akan anda lupakan di kemudian hari.

Tapi setidaknya, kalian telah mencoba untuk memilih,
untuk perkembangan hidup dengan progress yang tak akan sia - sia di masa mendatang.

Wednesday, January 4, 2012

Kejujuran di Mata Egoisme

Kesempatan, waktu yang tepat, kondisi yang memungkinkan,
mood yang memang cocok, dan pikiran yang sedang mau menerima segala hal.
Kebanyakan timing itulah yang ditunggu oleh setiap orang,
pastinya,
untuk membicarakan sesuatu, untuk mendiskusikan permasalahan,
tapi utamanya yang penting, berat, dan menjemukan.
Yang menjengkelkan, menyedihkan, dan memancing kemarahan.
Tapi pernah tidak kita berpikir,
jika momen seperti itu sangat sulit ditemukan,
sangat sulit diciptakan, dan sangat sulit diterima.

Saat ada waktu yang benar - benar tepat,
kondisi yang tidak memungkinkan, entah itu fisik ataupun pikiran,
termasuk mood, mental, dan perasaan,
pikiran yang terbuka, yang siap menerima segala hal,
mustahil ada secara bersamaan.

Jadi, kalau begitu, tak mungkin untuk berkata jujur.
dan tak bisa dipungkiri, kondisi tersebut semakin menekan sang pembawa informasi.
tapi tak pantas juga disebut pembawa,
karena itu tak seberapa,
mungkin lebih tepat disebut penyampai berita.

Semuanya akan penuh dengan perasaan tertekan, meskipun seseorang yang seharusnya menerima berita tak bereaksi apa - apa,
karena memang belum mendengar apa - apa.

Sebuah kejujuran tak akan pernah tercipta di dalam situasi seperti itu,
kapanpun, sampai dunia berputar berbalik arah pun,
tak akan pernah tercipta kejujuran,
sebelum sang penerima informasi mau membuka diri dan berpikir logis,
serta mau menerima kenyataan.

Di sinilah peran Fase Sinkronisasi Pemikiran dipentingkan,
diharapkan, serta distimulasi untuk mampu menyertai di setiap pemikiran,
mengapa tokoh dalam film selalu berakhir dengan beberapa kemungkinan?
Itu semua karena di dunia ini tak ada sesuatu yang pasti,
kalaupun hari ini film berakhir dengan bahagia,
belum tentu besok akan berakhir sama, bisa sedih, bisa gundah, bisa saja abstrak.

Nah, begitu pula pemikiran manusia,
bukan dalam hitungan hari,
dalm hitungan detik pun bisa jadi berganti hingga lebih dari 10 kali,
Itulah keunikan manusia,

Tapi dalam keunikannya itu,
pernah tidak sebentar saja merenungkan tentang perasaan orang lain?
yang aku bicarakan di sini bukan dari sisi si penyampai berita,
tapi si penerima informasi.

Jika dia saja tak mau menerima hal buruk yang terlontar,
yang diucapkan si penyampai,
lalu bagaimana juga penyampai ini akan melepaskan beban yang ditanggungnya?
beban lelah untuk menghafal apa yang ingin disampaikan,
beban pemikiran tentang masalahnya sendiri,
beban takut akan kekecewaan yang akan muncul dari si penerima berita,
itu semua,
siapa yang akan memikirkannya?
penerima kah?
tak mungkin.

Sungguh tak adil sebenarnya,
jika penyampai informasi yang mengatakan sesuatu dengan apa adanya,
dianggap sebagai seseorang yang membuat kekacauan,
jika apa yang telah ia sampaikan menyinggung si penerima berita,

Lalu bagaimana jika si penyampai tak mau menyampaikannya?
pastilah dia bersalah,
kesalahan yang besar pada akhirnya,
karena si penerima tak pernah mendengar pesan yang sebenarnya.

Itulah kesalahan kita,
kesalahan manusia,
kesalahan makhluk dengan seonggok daging dan darah yang hanya ditopang dengan benda - benda rapuh yang sekilas tampak kuat,
yang mengaku sebagai khalifah bumi,
tetapi justru merusaknya dengan saling menyakiti sesamanya sendiri,

Ah, tapi di kalimat akhir tadi janganlah diartikan dengan picik,
itu berarti luas,
yang kumaksud di sini adalah kau, kalian,
orang - orang yang selalu mengeluh, bersedih, marah,
dan berbalik mencibir kepada orang yang mengatakan kenyataan,
yang entah itu dianggap cemoohan, kritikan, hinaan, juga cibiran.
Itu semua kebodohan kalian,

Tahukah sebenarnya apa maksud mereka yang berkata dengan apa adanya itu?
mereka hanya ingin mengungkap kebenaran, kenyataan,
dan bersikap adil,
karena manusia ada untuk saling mengingatkan,
saling memberikan masukan,
saling memotivasi,
tentunya dengan cara masing - masing,

Bukalah mata kalian,
tajamkan pendengaran kalian,
dan lapangkanlah pemikiran dan hati kalian,
karena yang ingin dimengerti bukan hanya obyek,
tapi subyek pun serba salah jika kalian selalu berkelit,
bukan dari apa yang disampaikan,
tapi dari kenyataan,
yang sebenarnya hati kalian pun mengiyakannya,
tapi logikamu telah tumpul,
tertutup kesombongan dan ketidakwarasan.

Wanna support???