Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Saturday, February 26, 2011

Wanita

Jari - jari indahmu sarat akan kehangatan kehidupan,
Kelembutan dalam tutur lakumu membuat para bidadari surga iri melihatnya,
Kau sering membuat kami, anak cucu Adam menjadi tak berdaya...
Karenamu...

Kau diciptakan dari tulang rusuk kami,
Satu bagian tubuh yang teramat penting...
Yang nantinya harus kembali pada kami,
dalam bentuk yang paling indah...
Sosok penyejuk jiwa pendamai hati,

Suara dari alunan sang Bethoven pun,
tak bisa menyamai suara indahmu...
Ekspresi wajahmu tak memiliki kebohongan,

Tawa lepasmu,
sedu tangismu dan murungmu...
Semuanya tergambar jelas di wajahmu!
Kadang kau membuat kami bingung,
Harus dimulai dari mana kami mencarimu,
tulang rusuk kami yang hilang satu...
Belahan jiwa kami yang kami pun tak tahu harus mencarinya kemana...

Pencarian yang sia-sia,
tak jarang terjadi...
Yang hanya akan jadi cinta yang terbuang percuma...
Bukan cinta yang hakiki, bukan cinta yang abadi...

Kami tak bisa membiarkan air mata jatuh di pipimu,
tapi terkadang kau menutupinya dengan segala caramu,
Kami pun bingung,
di sisi lain kami merasa iba dengan air matamu,
tapi di satu sisi kami tahu bukan saat yang tepat jika itu sudah terjadi.

Kami juga ingin tertawa lepas bersamamu,
tapi sering pula kami harus menangis karena tawamu...
Karena kau...
Yang sulit dimengerti,
karena hatimu tak mudah diselami...

Terkadang kau sekuat baja,
tapi terkadang selemah kapas...

Tapi kami sadar,
semua itu Dia ciptakan agar kami,
sang penerus Adam...
Bisa menjaga diri untuk tidak mengambil jalan pintas, dan salah jalan...
di dalam proses pencarian bagian tubuh kami yang paling penting,
salah satu tulang rusuk kami,
yang dijelmakan olehNya,
menjadi dirimu...

Bidadari Surgaku...

Friday, February 18, 2011

Setapak Kehidupan

Satu kisah hidup seorang manusia,
berawal dari satu sel dan ruangan sempit di dalam rahim seorang ibu,
gelap dan pengap (mungkin)...
Di sana hanya tempat tumbuh untuk sementara,
selama 9 bulan 10 hari,
satu nafas, satu tubuh dengan sang ibu,
belum ada tangis, belum ada tawa...

Di sana tak banyak yang dilakukan,
mata hanya terpejam,
menanti waktunya tiba,
waktu di mana kita disebut 'bayi'
waktu di mana kita keluar dari rahim sang ibu,
dan waktu di mana tangis itu pecah,
dan disambut dengan sukacita...

kumandang adzan dan asma Allah SWT,
mengiringi gelegar tangisan sang bayi,
saat itulah malaikat mengawasinya...
Menemaninya di kala sendiri,
menjaganya ketika daalam bahaya.

Jiwa tak berdosa yang baru saja dilahirkan ke dunia,
baru membuka mata,
dan baru saja menghembuskan napasnya sendiri...
Kecil, mungil dan tak berdaya...
Tanpa dosa, dan belum berpahala!

Itu dulu,
beberapa tahun yang lalu...

Kadang aku merindukan saat - saat itu,
saat - saat indah di pangkuan mama...
Saat perhatian dan kasih sayang benar - benar tercurah...
Baik dariNya, dan dari orang - orang di sekelilingku....

Tapi kini,
Saat usia sudah tak lagi bisa dihitung dengan 5 jari saja...
Yang sudah hampir melucuti masa anak - anak,
Yang sedikit lagi memegang sebuah kartu identitas yang disebut KTP,
dan menandakan kedewasaan (statusnya!!)

17 tahun,
umur itulah yang sedang akan aku jalani...
Di hari ke sembilan bulan Maret tahun 2011

Di hari itu aku seharusnya bingung...
Harus sedih atau gembira,
Karena tak ada yang bisa aku sesalkan dari usiaku,
tapi tak adaa pula yang harus aku banggakan...
Jasaku untuk agamaku,
jasaku untuk keluarga,
jasaku untuk orang - orang di sekitarku,
jasaku untuk bangsa dan negara...
Itu semua belum ada...
Atau bahkan belum kulakukan sama sekali...

Mungkin hingga saat ini aku masih tenggelam dalam ego sesaat,
yang harusnya sudah aku tinggalkan saat aku meninggalkan bangku SMP,
sifat kakanak - kanakan...
Belum dewasa,
dan gampang putus asa...

Seharusnya sudah tak ada di dalam diriku,
Di tahun ini,
Terkadang aku tenggelam dalam lamunan,
renungan panjang yang tak berujung...
Sampai kapan aku seperti ini,

Bisa tidak ya, aku merubahnya...

Pertanyaan demi pertanyaan yang muncul dari dalam hati,
yang selalu kucoba untuk menjawabnya,
pasti akan buntu...
Tak terjawab, dan mengendap begitu saja tanpa jawaban...

"Apa yang sebenarnya aku tuju?"

Kesuksesankah?
Kesuksesan yang seperti apa?

Atau Kebahagiaan?
Lalu kebahagiaan seperti apa?

Itu semua selalu membuatku takut untuk melangkah,
Tapi, ketika aku ingat akan diriNya...
Allah SWT, sang pencipta...
Yang maha agung, yang maha kuasa...
Aku ingat akan satu pedoman yang bisa aku gunakan untuk menjawabnya...

"Tak perlu aku merisaukan hal itu, yang perlu aku lakukan hanyalah berusaha, berikhtiar, dan berdoa memohon kemudahan padaNya dan untuk akhir kehidupanku serta takdirku di masa yang akan datang, pastilah sudah ditentukan olehNya..."

Wednesday, February 16, 2011

kenangan dari MIDDLE

Pertemuan tanpa kesengajaan...

Berawal dari pertemuan itulah,
Bermunculan berbagai macam karakter...
Dan dipersatukan di dalam sebuah komunitas,

Bertempat di sebuah gedung sekolah SMA N 1 Bojonegoro,
dan berada di sudut timur laut Sekolah...

Itulah kami,
paraMID...

Tawa, canda, cinta, sayang, haru, sedih,
Marah, sebel, iri, takut, dsb

Telah kami lalui bersama,

Bu Arambana tak bosan untuk mengingatkan kami akan ketidak benaran,
Menegur kami akan kesalahan,
serta memuji kami akan prestasi...

Wali kelas kami tercinta...


Setahun berlalu,
Kini (hari ini, Rabu/2 Juni 2010)
Kami merasakan sesuatu yang akan hilang...

Kebersamaan kami,
di sebuah komunitas,
MIDDLE

Memang kami akan melampaui jenjang ini menuju ke jenjang selanjutnya...

Memang kami akan berpisah...
meskipun masih dalam satu sekolah,

Tapi kebersamaan kami tak kan bisa terganti...

Persahabatan, Percintaan, Permusuhan, Perdebatan, dsb...

telah kami lalui di sini...

paraMID,
We're one...

One for all and all for one...

" Bergegaslah, kawan... tuk sambut masa depan tetap berpegang tangan, saling berpelukan...
Berikan senyuman tuk sebuah perpisahan...
Kenanglah sahabat... kita untuk slamanya... "




http://www.facebook.com/note.php?created&&suggest&note_id=407032608655#!/note.php?note_id=407032608655



>>> Bojonegoro, 2 Juni 2010 (14.46 WIB)

Monday, February 14, 2011

Everyday's the Day of Love

Kali ini,
kutemui moment itu lagi...
Yang tak bisa ditampik adalah sebuah moment penuh kebahagiaan,
kegembiraan...

Kau mau tahu di mana itu?
di dalam hati kita,
di perasaan kita,
dan terkadang di pikiran kita.

Oleh karenanya kutuangkan ke dalam coretan - coretan,
tak berati di dalam blog ini,

Aku berani bertaruh,
belum banyak orang yang mengetahuinya.
Dan belum ada yang benar - benar merasakannya...

Tak selalu diwujudkan dengan coklat,
bunga, ataupun surat cinta...
Semuanya tak berguna,
jika hanya tersampaikan sehari dalam setahun...

Tanggal 14 Februari,
Bukan tanggal yang spesifik dengan rasa itu.
Bukan pula satu - satunya moment yang "tepat",
untuk mengekspresikannya...

Oke, mari kita telaah lagi...
Jika kita memiliki perasaan yang spesial dengan seseorang,
akankah kita hanya memberikannya perhatian di satu hari di dalam satu tahun,
yang biasa disebut V*lentine day??

Pasti jawabannya TIDAK,
jika kita benar - benar menyayangi seseorang itu.

Pernah tidak kita berpikir,
bahwa bukan hanya tanggal 14 Februari saja yang seharusnya disebut hari kasih sayang?

Karena sesungguhnya setiap hari itu kasih sayang selalu tercurah pada kita...
Tahu dari siapa??
dari Allah SWT. sang pencipta yang maha agung...
Sang maha pemberi dan pencurah kasih sayang...

Dan Dia telah memberikan kita, makhluknya...
Perasaan yang maha indah, maha agung, maha besar...
yaitu cinta dan kasih sayang...

Jadi masihkah kita menganggap bahwa hari ini hari kasih sayang??
aku rasa tidak,
tidak se-spesifik itu lah...
Karena setiap hari, kasih sayang dan rasa cinta selalu terpancar,
selalu bersemayam di hati kita...
Maka hari itulah yang lebih tepat disebut hari kasih sayang....
Setiap hari,
Setiap waktu,
Setiap moment,
Setiap jam,
Setiap menit,
Setiap detik,
Setiap masa,
dan setiap pikiran kita bekerja,
serta setiap kita menghembuskan nafas...

Karena kita makhlukNya,
telah mendapatkan anugrah perasaan cinta dan kasih sayang...
Yang akan kita ekspresikan kapanpun...
Tak hanya di hari ini...
tak hanya di tanggal 14 Februari...

Friday, February 11, 2011

Kisah Keteguhan Menggapai Ketulusan

“Tsabit, tunggu!” teriak Céri sambil berlari mengejar pemuda berkacamata yang tak jauh darinya.
“Ya?” jawab Tsabit, tanpa menoleh dia berhenti tepat di depan tangga. Dan saat ia menoleh dan tahu yang memanggilnya adalah gadis berambut pendek yang selama ini ia kagumi, diapun berkata lagi, “Ada apa?”
“Kau bilang ada yang ingin kau bicarakan?” Céri mendekat dan menepuk punggung pemuda tersebut.
Tsabit terlalu malu untuk mengatakannya, “Tidak,” ada jeda di dalam nada bicaranya. “Tolong biarkan aku sendiri,” lanjutnya.
Itu adalah terakhir kalinya mereka bertemu di masa SMA mereka. Kini hidup mereka telah berbeda, Céri yang dulu selalu berbincang bersamanya setiap sore kini telah lama sekali pergi dari hidupnya. Hari – harinya dipenuhi penyesalan akan perasaan mendalam. “Ah, mana bisa aku begini terus…” pikirnya. Lalu dia mengangkat handphonenya yang berdering.
“Assalamualaikum?”
“Waalaikumsalam, mas ini saya Alfa!”
“Alhamdulillah, sudah 4 tahun kamu nggak pernah nelpon aku, Fa! Gimana kabarmu?”
“Iya mas, nggak tahu kenapa lagi pengen nelpon mas Tsabit. Kabarku baik mas, mas sendiri gimana?”
“Aku baik Fa, eh ya sekarang kamu kuliah or kerja di mana?”
(tiba – tiba pembicaraan terputus)
Tak lama kemudian handphone Tsabit bergetar, dan sms dari Alfa masuk. Alfa meminta maaf karena pembicaraan terputus dan dia ingin bertemu dengan Tsabit segera. Tsabit segera membalas sms dari Alfa, dan menanyakan tempat dan waktu pertemuan mereka. Lalu Alfa membalas dengan singkat “Di gedung SMA kita di Bojonegoro sebelum hari Senin.” Dan Tsabit pun termenung sejenak.
Akhirnya, karena hari itu hari sabtu maka tanpa pikir panjang Tsabit meninggalkan tempat kost dengan barang bawaan secukupnya dan uang yang tersisa. Dan setelah pamit dengan pemilik kost, Tsabit pun pergi meninggalkan Jogja dengan motornya. Tak kurang dari 90 km/jam dia menempuh perjalanan sekitar 6 jam dengan hanya 1 jam jeda Istirahat.
Setelah semalam tidur di rumah, Tsabit pun segera pamit pada ayah ibunya untuk pergi lagi. Sang ibu yang sebenarnya bingung akan kedatangan putranya secara mendadak di hari ulang tahunnya, akhirnya merelakan Tsabit untuk pergi lagi.
“Assalamualaikum, Ma…”
“Waalaikumsalam, hati – hati ya nak!”
“Oke Ma!”
Lalu Tsabit menuju ke tempat di mana dia berjanji untuk bertemu dengan Alfa. Dalam hati, dia bertanya, “Ada apakah gerangan Alfa begitu serius ingin bertemu dengannya?” Sambil terus memacu motornya, akhirnya Tsabit sampai di Jl. Panglima Sudirman no. 28 yang tak lain adalah SMA yang sudah hampir 4 tahun dia tinggalkan setelah ia lulus. “Sudah banyak yang berubah sejak 3 tahun lalu,” bisiknya. Ia masuk ke dalam gerbang utama SMA Negeri 1 Bojonegoro dengan menuntun motornya. Ruang pertama yang ia tuju adalah Ruang kelas di bagian timur laut, yang dulu adalah tempat dia belajar bersama, bercanda tawa dengan teman – teman terbaiknya, dan salah satunya adalah Céri.
HPnya berdering lagi ketika dia sedang flashback ke masa lalunya, masa – masa penuh tugas, masa – masa SMA,
“Assalamualaikum?”
“Waalaikumsalam, hai mas… Langsung ke Aula ya, Mas!”
“Oke”
Tsabit menuju tangga favoritnya dan segera naik ke lantai 2 di sebelah utara smasa, “Kapan terakhir kali aku naik tangga ini,” gumamnya. Dia berjalan menyusuri koridor lantai 2 dan turun melewati tangga di bagian barat. Dan akhirnya,
“Happy Birthday to you! Happy Birthday to you! Mas, ini surprise dari kita!!” Tanpa terduga, di sana ada sahabat – sahabatnya yang dulu adalah orang – orang yang member warna pada kehidupannya. Alfa, Azki, Nilla, Baski, Iza, Putra, Tama, dan lainnya, tapi jika boleh jujur, yang paling ia rindukan adalah orang yang dulu paling dekat dengannya, lalu dia menjawab…
“Alhamdulillah, makasih ya! Siapa yang bikin rencana kayak gini? Kamu ya Fa?”
“Bukan aku mas, tapi mbak Céri!”
Tiba – tiba Tsabit merasa kembali menemukan dirinya yang dulu, nama yang Alfa sebutkan telah membuat hatinya kembali hidup. Selama di Jogja, memang sepertinya Tsabit benar – benar menikmati hidupnya sebagai Calon Dokter yang lulus dari sebuah bidang kelembagaan yang sangat jarang di Indonesia yaitu, Kedokteran Nuklir. Tapi jika dia ingin mengingatnya kembali, apakah pernah dia dekat dengan gadis lagi setelah pertemuannya dengan Céri sebelum mereka lulus SMA.
Semuanya serasa kembali lagi, dari pagi hingga sore Tsabit dan sahabat – sahabatnya berbincang – bincang dan menjadikan moment itu sebagai ajang reuni kecil yang mereka adakan sendiri. Butuh sedikit waktu untuk Céri dan Tsabit memulai pembicaraan, tapi akhirnya mereka menemukan diri mereka, kedekatan mereka dan suasana hangat yang tercipta diantara mereka lagi.
# 5 Tahun Kemudian #
Tak banyak yang berubah dari hidup Tsabit, usahanya selama ini membuahkan hasil yang maksimal dalam hidupnya. Keteguhan dan kegigihannya dalam menempuh jenjang pendidikan mungkin dapat dikatakan tak tergoyahkan. Dan inilah jawaban dari cita – citanya sejak kecil, dan impiannya tentang Ilmuwan di bidang sains.
“Saya sakit apa, Dok?”
“Hmm, saya belum bisa memutuskan diagnosa untuk gejala yang bapak alami. Tapi saya akan coba dengan rontgent dulu, bapak bersedia?”
“Baik, Dok. Tapi bagaimana dengan biayanya? Saya hanya seorang buruh pabrik.”
Tsabit tersenyum dengan ramah, “Itu tidak jadi masalah pak, bapak tidak usah memikirkan tentang hal itu, tadi bapak sudah menyodorkan ini pada saya.” Tsabit menunjuk pada sebuah kartu berwarna kuning yang bertuliskan ASKESKIN.
“Terima kasih, Dok”
“Sama – sama bapak,”
Itulah aktifitas Tsabit setiap hari, menjadi fasilitator dari kesembuhan pasiennya.
Terkadang, Tsabit termenung untuk mengingat akan apa yang telah ia lakukan. “Aku telah banyak menyusahkan orang lain, terutama ayah ibuku, tapi kini aku menjalani hidupku sendiri. Aku hanya bisa mengunjungi mereka di akhir pekan. Jadi, mungkin inilah jalanku. Aku harus bisa memberikan sesuatu yang setidaknya bisa bermanfaat bagi hidup mereka. Meskipun tidak seperti yang mereka bisa berikan padaku dulu.”
Tsabit mengangkat Telepon yang ada di ruang prakteknya, dan menekan beberapa tombol. Lalu tak berapa lama dia menunggu, terdengar suara seorang wanita,
“Assalamualaikum, ada yang bisa saya bantu?”
“Waalaikumsalam, benar ini tempat pendaftaran Calon Jamaah Haji region Jawa Timur?”
“Ya, benar bapak.”
Dan pembicaraan pun berlanjut hingga hasilnya adalah untuk 2 tahun ke depan Tsabit akan memberangkatkan orang tuanya ke tanah suci.
Tsabit menjadi sosok yang disegani dan dikagumi oleh orang – orang di sekitarnya. Mungkin karena kedemawanannya atau juga karena ketampanannya. Meskipun baginya, tak banyak yang ia lakukan untuk orang – orang di sekitarnya. Tsabit bukan merupakan orang yang alim, tapi dia adalah sosok pemuda yang religius dan rajin beribadah.
Sepintas, mungkin hidupnya terlihat sempurna dan mengagumkan. Tapi ada satu kekurangan yang ia miliki. Dia adaalah sosok yang agak kurang memiliki ketertarikan pada wanita. Bukan berarti dia gay atau homoseks. Tapi karena masa lalunya, karena ketulusan hati yang masih ia simpan hingga kini. Céri, seorang gadis biasa yang telah mencuri hati sang dokter. Tapi bagi pemuda berkacamata yang telah memperoleh kesuksesan atas usahanya selama ini, Céri bukan hanya seorang gadis biasa yang sering ia temui. Dia berbeda, mungkin benar mereka berbeda keyakinan. Menurutnya, Céri  adalah sosok yang paling berarti di hidupnya, satu kalimat yang membuatnya begitu terkesan, yang pernah ia dengar saat dia melakukan pembicaraan serius via telepon semasa mereka kuliah.
Sore itu Tsabit sedang bingung dan gundah, entah karena apa. Tak lama setelahnya, ia pun mengangkat HPnya dan menekan beberapa tombol. “Halo,” sapanya, dan terdengar jawaban dari lawan bicaranya, “Ya, halo… Ada apa?” Dan percakapan dilanjutkan dengan penuh keakraban yang telah berhasil Tsabit ciptakan untuk melancarkan misinya. Entah dapat dari mana dia akan keberanian itu. Di akhir percakapan, Tsabit membuka dengan kata – katanya “Hmm, Cér… Aku boleh ngomong sesuatu?” Céri dengan santai menjawab,”Emangnya dari tadi kita ngapain? Nggak ngomong?” Dan keluarlah kata – kata itu dari mulut seorang Tsabit. Mungkin tidak perlu disebutkan bagaimana detailnya, dan, kata – kata inilah yang membuat pemuda manapun tak terkecuali Tsabit terkesan akan gadis yang mengatakannya, “Mungkin aku cuma bisa bilang kalau aku merasakan hal yang sama, tapi biarkan hubungan kita tetap jadi sahabat hingga waktu yang tepat, yang penting kita sudah tahu perasaan masing - masing.” Dan mereka melanjutkan percakapan mereka lagi, bahkan lebih akrab dari sebelumnya.
Di dalam lamunan flashback masa lalunya tentang percakapan itu, tiba – tiba Tsabit dikejutkan oleh tukang kebunnya yang tiba – tiba datang dengan sepucuk surat yang diambilnya dari kotak surat di depan rumahnya. Memang di sebuah kawasan elite di kota Malang tidaklah mungkin tukang pos memanggil – manggil sang pemilik rumah ketika ada surat yang harus disampaikan. Kembali lagi Tsabit dikejutkan, dengan nama yang tertulis di amplop surat tersebut “Sincérite Areita”.
“Céri? Angin apa yang tiba – tiba membuatnya mengirimkan surat ini kemari?”
Tsabit yang tak mengira apapun tentang hal baik yang akan ia peroleh dari surat itu, hanya berpikir bahwa surat itu adalah kartu ucapan selamat ulang tahun seperti surat – surat yang telah ia terima dari pagi tadi. Dia sejenak merasa bahagia, karena teman – teman atau lebih tepat disebut sahabat – sahabatnya itu masih mengingat akan ulang tahunnya, dan ironisnya saat ucapan selamat itu datang, Tsabit pun tidak ingat akan hari ulang tahunnya.
Tapi ini berbeda, ada tiga hal yang tidak ia mengerti di ulang tahunnya kali ini. Bahwa yang pertama ia lagi – lagi lupa akan hari ulang tahunnya jika tidak mendapatkan telepon dari ayah dan ibunya semalam. Dan ada apakah gerangan yang secara tidak biasa membuat Céri mengirimkan sepucuk surat untuk mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Lalu, mengapa semalam Céri tidak menelepon, untuk mengucapkannya. Di tengah – tengah kebingungan, Tsabit memutuskan untuk segera membaca surat tersebut.
Tanpa ragu, Tsabit merobek amplop tersebut, dan membaca isi suratnya:

 =========================================== 
 
                                                            Paris, March 9th, 2021
Dear Tsabit,
Kita telah berpisah terlalu lama, ternyata aku merindukan hidupku yang dulu bukan pada keyakinanku yang dulu. Aku rindu kamu, sahabatku. Aku memutuskan untuk berpindah keyakinan, aku ingin bisa dekat denganmu. Sekarang aku bukan Céri yang dulu. Aku telah memperdalam isi kitab Al Qur’an, dan sekarang aku berjilbab.
Masih ingatkah kamu tentang pembicaraan terakhir kita? Mungkin aku tidak akan seyakin ini jika aku tidak berpindah keyakinan. Tapi bersama surat ini aku ingin mengatakan padamu, bahwa mungkin inilah waktu yang tepat untuk kita.
Your Bestfriends,
          


  Sincérite Areita 


 ===========================================

Tsabit yang tak menyangka, di hari ulang tahunnya ia mendapat kado istimewa yang berupa pernyataan dari sang pujaan hati, bahwa perasaannya berbalas. Lalu dia segera menelepon Céri. Dan singkat cerita mereka mendapat kesepakatan. Karena kesibukan masing – masing maka Tsabit memutuskan untuk melamar Céri saat mereka lengang. Dan tepat pada tanggal 21 Desember 2021 mereka melafadzkan janji suci di bawah naungan asma Allah SWT. di sebuah masjid di Paris, Perancis.
Mungkin itulah yang dinamakan buah manis dari kehidupan. Seorang pemuda yang tak pernah menduga nasib akan masa depannya, mendapatkan perjalanan kehidupan yang sangat menarik. Tsabit tidak meminta hidupnya berakhir sempurna dan bahagia. Begitu juga Céri, dia tak akan pernah tahu tentang perpindahan keyakinan jika dia tidak melakukannya. Karena kehidupan tidak hanya berakhir di sini, saat ini, di tempat duduk ini, di ruangan yang kita tempati untuk menyimak sebuah kisah hidup seorang Tsabit, yang menjalani kehidupannya, mendaki bukit ilmu pengetahuan dan mendaki puncak kesuksesan. Mungkin kita membayangkan, betapa tidak mudahnya menjadi seorang dokter, yang sudah menjadi cita – cita dan harapan umum bagi setiap anak. Tapi ketika kita sudah menjalaninya, layaknya seperti Tsabit ketika ia meraih kesuksesan, pasti masih ada kesuksesan lain yang belum ia raih. Itu sifat umum manusia, benar – benar manusiawi.
Kisah persahabatan Tsabit dan lainnya tidak dilakukan tanpa kesengajaan. Itu membutuhkan kedewasaan untuk memupuk persahabatan. Tsabit dan Alfa  telah bersahabat lama meskipun berbeda jenjang pendidikan. Tapi ketika kedewasaan telah berakar di dalam diri, maka perbedaan tidaklah menjadi penghalang dalam persahabatan.
Tsabit dan Céri telah memutuskan untuk menjaga hati mereka masing – masing. Dan menunggu hingga waktunya tiba, saat mereka benar – benar siap dan pantas untuk mempererat hubungan mereka. Itu semua terlihat berbeda dengan kehidupan masa kini, yang lebih tepat disebut jaman ketidaksabaran, bandingkan saja ketika pemuda masa kini membuat hidup mereka seperti Tsabit dan Céri, tak akan ada kisah Married By Accident.
Kehidupan Tsabit dan Céri berlanjut di Negara kecil di sebelah timur Perancis, mereka memutuskan untuk membawa seluruh keluarga mereka, dan membesarkan anak – anak mereka di Swiss. Mereka tidak begitu saja melupakan sahabat – sahabat mereka, karenanya tak kurang dari 2 kali setahun mereka melakukan reuni kecil guna mempererat persahabatan mereka. Karena perjuangan mereka akan hidup yang memang tidak semudah saat kita bernafas, adalah membutuhkan pengorbanan besar. Dan perjuangan dan pengorbanan mereka tak akan berarti tanpa teman dan sahabat yang selalu ada bersama mereka.
Itulah Indahnya hidup jika kita mau berfikir.

Wednesday, February 9, 2011

JawabanNya Merubah Segalanya

Merenung di tengah - tengah kegundahan,
Di dalam ketidakpastian hidup,
terpuruk dalam tanda tanya kesombongan,
dan keangkuhan akan hidup,

Itu tak lagi terjadi,
dan tak akan pernah terjadi,
Andai aku tak ada di sana sore itu...
Di tempat di mana aku bersujud di hadapanNya,
Tempat di mana aku mengadu padaNya...

Meskipun tak lama,
tapi itu sudah cukup membuatku tercekat dengan jawabanNya...
Tak langsung...
Itulah yang kusuka,
Aku mendapatkan jawaban dari sebuah peristiwa hidup,
Yang kupikir sudah mampu memberikan gambaran secara luas...
Tentang hidupku,
tentang kesalahanku dan tentang kekurangan diriku.

Di sana kurenungkan hidupku,
proyeksi tentang apa yang telah kuperbuat,
yang telah kurasakan dan yang akan aku alami selanjutnya...
Meskipun hanya sebuah rencana.

Tapi hari itu (8 Februari 2011)
sudah cukup membuatku menyadari akan pemikiranku yang salah selama ini.
Mungkin tidak sepenuhnya salah,
tapi hal - hal negatif yang menimpaku,
seolah telah menjawab sesuatu yang sedang terjadi dalam diriku.

Kegagalan demi kegagalan yang telah aku terima,
kuadukan padaNya di hari itu,
benar - benar tak kusangka,
Aku akan mendapatkan jawaban dariNya secepat itu,
dan tak akan pernah ada yang bisa menandingi kepuasanku...
Ketika aku harus merenung untuk berbicara langsung denganNya,
melalui sebait do'a yang terbersit pesan ke dalam genggaman malaikat,
yang ia bawa ke altar suci milikNya...

Hanya di dalam hati bisa kuungkapkan,
bait demi bait, sajak demi sajak...
segalanya tersirat akan nama dan keagunganMu,
tak ada tuhan selain diriMu, ya Allah...

Di sini aku bersimpuh,
bersujud di hadapanmu...
Aku berucap syukur akan segala petunjuk yang telah Engkau berikan...

Karena itu semua telah cukup untuk mengubah hidupku,
mengubah pola pikir akan kehidupanku tentang masa depan...
Mengubah kemantapan hati,
yang sebelumnya tak pernah ada keyakinan yang begitu besar,
seperti saat itu, saat Engkau janjikan akan takdir diriku di masa depan,

Kembali ke kehidupanku yang dulu,
kehidupan di mana pemikiran lugu nan polos hinggap di otakku...
Pemikiran yang belum sempat merasakan cintaMu yang seutuhnya,
Hidupku yang pemuh dengan simetrisasi dan keteraturan,

ternyata aku rindu dengan hal itu,
Sesuatu yang seharusnya kusadari sejak lama,
Dan mungkin tak akan pernah kusadari,
jika aku tidak merenunginya saat itu.

Mungkin bait - bait penyesalan tidaklah berguna,
hanya harapan masa depan yang harus kujaga...
Yang seharusnya tetap aku sandarkan optimisme di sana,
Di tempat di mana kugantungkan cita - cita mulia...
Di alam pikiran,
di alam mimpi, di alam bawah sadar...

Yang selalu akaan membimbingku,
untuk mengingat akan keagunganNya,
melalui ilmu yang diberikanNya...

Tanpa keraguan dan keputusasaan...
Yang hanya ada keyakinan dan optimisme!!!

Saturday, February 5, 2011

Reverse Order Mechanism into Rectoverso


Sebuah mobil mewah muncul dari kerumunan wartawan di sebuah tempat parkir di suatu perusahaan multinasional terkenal di Jakarta. Seorang eksekutif muda duduk di kursi belakang mobil, tampak sedang sibuk mengutak – atik laptop dengan gelisah. Tak seorangpun wartawan yang ia perhatikan ketika mobil melaju menyeruak kerumunan tadi. Mobil melaju kencang ketika tiba – tiba hujan turun dengan deras, Re melirik jam tangannya sudah menunjukkan pukul 19.45 dan dia geram dengan apa yang harus ia handle setelah ini, “Mungkin aku terbiasa untuk mengadapi kalian, mungkin aku terbiasa dengan apa yang aku pelajari untuk kupresentasikan di depan klienku, tapi…” jerit Re dalam hati.
Begitulah Re ketika ia harus kembali untuk melucuti jubah emas ketenaran yang ia kenakan setiap Re meninggalkan rumah di pagi hari. Kesendirian, itulah mahkota usang yang harus dan akan ia kenakan setiap hari ketika kunci rumahnya di kawasan real estate terbuka di petang hari, ataupun saat Re harus pulang larut malam. Tak ada seorang wanita di sana. Untuk pria setenar dan sesukses dirinya, tak ada satupun wanita yang membuatnya begitu tertarik ataupun minimal mencuri perhatiannya sedikit saja.
Fay (28 tahun), seorang pemuda tampan yang baru saja bebas dari kurungan jeruji besi dengan kasus yang mungkin seorang oknum polisi pun tak akan pernah mau membuka lagi catatan kasusnya, tentu saja karena mereka sudah kenyang menerima uang dari yang tertuduh dan tak terhukum. Yah, “Yang berlalu biarlah berlalu,” begitu kata Fay. Rena, seorang gadis cantik yang telah sabar menunggu Fay selama dia masih mendekam di penjara dan harus menunda pernikahan dengan terpaksa.
“Rena, maafkan aku…” bisik Fay perlahan. Tak terdengar jawaban dari seorang gadis yang telah meringkuk di pelukan Fay saat mereka pertama kali bertemu di depan pintu Lembaga Pemasyarakatan. Hanya isak tangis antara haru dan bahagia dari Rena.
Malam itu Re yang telah berhasil mengelabui mahkota usang yang sedang dipakainya, memeriksa setiap detail dokumen yang akan ia presentasikan di depan kliennya esok hari. Itu pikirannya, lain lagi dengan hatinya. Yang mungkin sedang meratapi apa yang harus ia tangisi di saat orang lain ingin mengalami apa yang Re alami saat ini, kesuksesan besar.
Tak berapa lama Re telah tenggelam di dalam layar monitor di laptopnya, mengetik beberapa kata yang ia tujukan untuk seseorang dari dalam account IMnya,
rehan28: Ect, aku ingin bertanya padamu, apakah di dalam sebuah kesuksesan, harus ada konsekuensi negatif yang mengikutinya??
            .
            .
Lama sekali tak ada jawaban, hingga akhirnya seseorang muncul dengan nama yang aneh,

ecto: hai Re, lama sekali kau tak mengetikkan satu hurufpun padaku?? Lalu, apa maksudmu bertanya seperti itu?
rehan29: maafkan aku Ect, tapi aku perlu jawaban darimu…
ecto: semua yang kau alami di dunia bukanlah konsekuensi atas apa yang baru saja kau alami, melainkan adalah apa yang telah tuhan rencanakan jauh sebelum kau dilahirkan di dunia.
rehan29: apa maksudmu ect?
Kembali tak ada jawaban, dan status berubah menjadi offline.
Fay dan Rena menikah dengan sederhana di kantor catatan sipil, kontras memang dengan kehidupannya di kota besar yang penuh dengan kemewahaan. Namun apalah daya, Fay hanyalah seorang mantan narapidana yang tak pernah melihat dunia luar hampir ± 2 tahun lamanya. Merindukan kehidupan normal dan merindukan keadilan yang tak akan pernah mungkin dapat dinikmatinya.
Tak ada yang berubah dengan kehidupan Fay dan Rena setelah menikah, hanya saja setelah hampir 3 tahun, mereka memiliki seorang anak laki – laki yang menjadi penyempurna dari kebahagiaan mereka. Meskipun mereka hanya tinggal di sebuah rumah susun yang mungkin pembuatnya pun tak akan mau tinggal di sana. Tapi mereka tetap bias merasakan kehangatan di dalam keluarga.
Fay, tak lagi berstatus sebagai mantan narapidana, setelah 3 tahun usia pernikahannya, ia telah berstatus sebagai seorang cleaning service di sebuah perusahaan multinasional. Hanya perusahaan tempat ia bekerja yang ‘keren’ menurut sebagian orang, tapi apa yang dikerjakan Fay tetaplah menjadi pekerja rendah. Tak lebih baik daripada ‘mantan narapidana’. Tapi justru itulah yang meembuatnya bersyukur dengan kebahagiaan yang diperolehnya dalam kesederhanaan.
Malam itu, tepat 3 tahun lamanya sejak akhir percakapan via IMnya dengan ecto , Re tidak banyak mengalami perubahan. Ia masih berada di puncak kesuksesan. Terkadang hantinya menjerit, “Aku ingin menjadi Re pengusaha sukses, bukan Re si pengusaha kaya” keluhnya. Semakin Re sukses dengan karirnya, semakin hampa hatinya. Memang, semenjak tiga tahun lalu tak pernah muncul lagi di layar IMnya. Tapi lain halnya untuk malam itu…

rehan29: status: online from 20.57 PM
ecto: status: online from 20.59 PM

Re bukan hanya bahagia, seakan ia telah menemukan kembali belahan jiwanya yang hilang sejak sekian lama.
ecto: hai rehan, sudahkah kau renungkan jawaban yang kukirimkan padamu tepat di malam ini di 3 tahun yang lalu?
rehan29: tentu saja aku belum melupakannya, apa maksudmu??
ecto: aku tak pernah menjelaskan apa arti jawabanku sebelumnya, tapi aku akan selalu memberikan perspektif baru yang akan memberikan gambaran sehingga orang lain bisa mengerti.
rehan29:  apa itu?
ecto: Jika kau adalah sebuah koin, dan kau menjadi salah satu sisinya, apa yang kau perbuat jika sisi yang kau tempati sebenarnya bukanlah sisi yang menghadap ke atas?
rehan29: hmm, tentu saja aku akan mencoba untuk berpindah ke sisi yang lain.
ecto: hanya fisikmu yang kau pindah? Terlalu egois…
Sekali lagi pembicaraan via IM itu pun terputus, dan Re masih terpaku memikirkan apa yang sebenarnya ia harus perbuat agar kehidupannya berubah. Bukan hanya mengejar karir tapi juga mengejar arti dari kehidupan yang hakiki. Kebahagiaan.
Seorang pria sedang berjalan di dekat ruangan rapat, dan tak lama setelah itu Re keluar untuk menghampirinya. “Pak Fay, tolong setelah ini rapikan ruangan rapat.” Dan pria itu menjawab,”Baik pak!”
Tak lama setelah kembali ke ruangan kerjanya, Re melihat beberapa kata yang tertulis di percakapan IMnya.
ecto: kesuksesan ‘hidup’mu sudah berada di depan mata. Kejarlah, jangan sampai kau membuatnya sia – sia.
Belum sempat Re membalasnya, tiba – tiba sang pengirim telah memutuskan sambungan IMnya.

#################

Dan tiba – tiba mata dari seorang anak yang bernama Rehan Putra terbelalak dengan kata – kata yang muncul di layar computer di rumahnya.
RECTOVERSO, aku adalah kamu dan kau adalah aku. Aku bukan siapa – siapa tanpamu, dan hanya aku yang menentukan hidupmu. Begitu juga kau yang menentukan hidupmu. Kau bukan siapa – siapa tanpa aku. Bagitupun aku,
Jadi, selamat datang di dunia penuh pemikiran panjang dari manusia, karena hidup bukan hanya bisa kita nikmati dalam satu perspektif kehidupan. Kau harus berpikir dalam dua sisi kehidupanmu. Dari sisi dirimu sendiri yang merupakan seorang manusia yang diciptakan untuk menjalani hidup ini. Dan dari sisi dirimu yang lain sebagai seorang pengatur jalannya kehidupan. Bukan bermaksud sebagai menganggap diri sendiri sebagai tuhan. Melainkan hanya mencoba untuk berpikir lebih realistis. Bahwa kita tidak hanya diciptakan untuk berpikir secara parsial. Melainkan harus berpikir secara rasional. Kepakaan kita akan kehidupan diuji. Reverse order Mechanism, itulah yang sedang kita saksikan dan akan segera kita lakukan. Dualisme berpikir yang cerdas, jenius dan tak memihak. Karena kita manusia bukan hanya diciptakan sebagai pelaku, melainkan juga sebagai pengatur.
Dan dualisme pikiran yang akan kita lakukan akan menghasilkan pemikiran ganda yang mungkin akan membentuk sebuah kepribadian ganda yang sulit untuk bersatu tetapi saling melengkapi. Itulah RECTOVERSO…

Wanna support???