Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Sunday, September 25, 2016

(Harusnya) Aku Wisuda Hari Ini!!!

PROLOG
Gerbang baru ke-114 terbuka hari ini. Aku berbicara tentang Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang menggelar prosesi wisuda terakhirnya di semester ini.

Foto ini diambil dua puluh September 2015
di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS, saat prosesi wisuda 112 ITS
Siapa sangka foto itu adalah foto pertama dan terakhirku menggunakan topi wisuda di jenjang bachelor's degree. Topi itu milik mas Muhammad Khairurreza MT13 yang saat itu kupinjam untuk sekedar ber"haha hihi" mencicipi bagaimana rasa mengenakan topi wisuda. Saat itu sama sekali belum terpikirkan olehku waktu bergerak secepat ini. Saat itu sama sekali belum terbayang bahwa aku akan menjadi perantau di negeri lain setahun setelahnya.

H-1 (harusnya) Wisuda
"Sumpek!!!" itu yang terucap dari mulutku saat ini.

Jujur entah mengapa, meski sekuat tenaga aku bilang tak masalah tanpa prosesi wisuda S1, tetap saja ada rasa kesal mengapa aku tak bisa menghadirinya. Kebetulan esok hari adalah hari di mana harusnya aku bertatap muka dengan kawan-kawan MT14 untuk kedua kalinya, duduk di dalam Grha Sepuluh Nopember (setelah pengukuhan empat tahun lalu). Tapi pagi ini pikiranku sedikit teralihkan oleh rencana kami untuk bersilaturrahim ke IETO (Indonesian Economic and Trade Office) atau yang dalam bahasa Indonesia berarti KDEI (Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia) di Taiwan.

Kantor yang berlokasi di 6th floor, no. 550, Rui Guang Road, Neihu District, Taipei 114, Taipei (R.O.C.) itu menjadi destinasi utama kami hari ini. Di sana kami bertatap muka dengan bapak Robert James Bintaryo, sebagai Representatif Indonesia di Taiwan (mudahnya: pimpinan KDEI periode 2016 sampai sekitar tiga tahun ke depan). Sambutan hangat dan pengantar tentang jumlah mahasiswa Indonesia di Taiwan yang mencapai kurang lebih 4000 orang menjadi pembuka silaturrahim. Tak kurang dari 23 orang dari Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) National Central University duduk bersama dalam satu ruangan untuk sharing dan juga berkenalan dengan pak Robert beserta jajarannya.

Sesi foto bersama di KDEI Taipei
Sesi sharing and introducing  berakhir sekitar pukul dua siang (GMT +8). Karena esok hari pak Robert harus bersiap pulang ke tanah air untuk mengurus beberapa hal terkait kedinasan.

Dalam hati masih bergumam sendiri, "wes tah? ngene tok?", efek baper besok wisuda masih membayangi. Ternyata mas mbak PPI berbaik hati (menyesuaikan rencana sebelumnya) dengan mengajak kami ber-sekian orang (setelah ada yang pulang duluan ke Taoyuan karena beberapa hal) berjalan-jalan mengunjungi salah satu bukit di daerah Xiangshan. Katanya sih area hiking, jadi nggak terlalu tinggi.

"Yosh!!!" batinku.

Sepanjang perjalanan ke Xiangshan diwarnai dengan canda tawa, bergantian duduk dan berdiri dalam kereta, dan lain sebagainya. Ya, semacam tamasya setelah hubungan kedinasan (karena memang masih pakai kemeja batik seluruhnya). Tapi setelah tiba di stasiun dekat lokasi Hiking Trail, kami seketika berubah wujud.

Tak banyak bicara, perjalanan kami ke puncak Elephant Mountain yang tingginya hanya 600-1200 feet (hayo konversi sendiri ke meter) tampak lancar dan tak berkendala. Hanya sesekali berhenti, minum, lalu berjalan lagi.

"Step by step... And we'll see the top"

Spot foto pertama, sebelum sampai setengah perjalanan

Sekilas menengok ke bawah, and cheese... (captured by Elsya Dhana)
Setibanya di atas, kami terpisah beberapa waktu, dan saling menunggu sampai semuanya berkumpul. Sambil menunggu enaknya ngapain yaaa. Yuk tengokin ke bawah yuk!!!

Penampakan Taipei 101 dari Elephant Mountain

Taipei padat gedung...

Begini wujudnya kalau gedung dan hijau-hijauan disatukan dalam sebuah frame
Sampai akhirnya...

Komplotan narsis pertama di spot foto dekat puncak

Di frame ini ada (dari paling atas, kiri ke kanan) pak Tri, aku, mbak Maytri, Elsya, mas Rio
mbak Nisa, mas Yoga, mbak Cica, mbak April, mbak Kartika, mas Maystya, mas Ellsa,
dan paling depan ada mas Wibhi

Alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember squad @ NCU

Kurang tah narsisnya???
Okay, it's time to go down...
Hampir petang, matahari di dekat Taipei 101 tak kuasa terlewatkan oleh mata kami.

Gradasi warna jingga dari matahari sore itu
Rasanya terlupakan semuanya bahwa besok (seharusnya) hari wisudaku. Sampai pada akhirnya...

Minggu, 25 September 2016
(ada satu video yang masuk ke chat line)
"Jurusanmu, bah! Seharusnya kamu ada di situ." (Mutia Anggraini Putri Arif, Matematika FMIPA ITS, 2014)

"Abah, selamat wisuda #114, karena hari ini Material wisuda dan abah nggak bisa ikut wisuda, jadi aku cuma bisa kasih hadiah sebatas itu. Semoga sukses selalu buat abahku, lancar kuliah S2 di Taiwan, jangan lupa sama anak-anak ayam di sini ya, bah! Terima kasih juga buat "pemanduku", yang selalu memberikan saran terbaiknya, selalu melakukan hal-hal terbaiknya, meski aku belum bisa melakukan hal-hal terbaik seperti saran abah. Maafkan cuma bisa memberi sebatas itu dan doa untuk wisuda abah hari ini. Semoga abah suka sama hadiahnya..." (Fathina Azhari, Fisika FMIPA-ITS 2014)

Tetiba baper gara-gara gambar ini dikirim sama Fathina "Opik" Azhari pagi ini 
Jujur ya nak, abahmu sebenernya lupa kalau hari ini wisuda (sejak bangun tidur tadi). Tapi jadi inget lagi gara-gara video dan gambarmu ini. Juga seketika ingat kata-kata yang entah ini cuma penenang atau memang sebenarnya demikian, dari mbak Paula, "Halah, nggak papa kok nggak ikut wisuda, nggak penting!". Thanks mbak, kata-kata itu sejenak berhasil menepis ke"ngenes"anku gara-gara nggak ikut prosesi wisuda hari ini. Terima kasih juga untuk beberapa ucapan-ucapan penyemangat hari ini...

"Tapi kan mas bakalan wisuda S2 dua tahun lagi! Jangan galau, kan ada aku!" kata seorang Tira Kurnia Saputri yang sedang bekerja keras di Karawang sana, meski hari Minggu.

"Nggak papa le, toh memang jalannya harus gitu..." ngendikanipun Mama dan Papa dari Bojonegoro nun jauh di sana.

Seketika aku cengeng lihat posting ini di grup MT14, terutama baca kalimat paling akhir.
Jujur, aku sambil nyanyi pakai nada mars kebanggaan kita bacanya.
Makasih ya semuanya, semoga apapun yang jadi pilihan kita hari ini, kemarin, esok, dan kapanpun itu adalah pilihan terbaik dari Allah SWT untuk kita.

EPILOG
Memilih itu tak salah, karena jalan menuju puncak sukses memiliki terjal dan lurusnya masing-masing. Jalan ke arah cita-cita itu punya progress dan stagnasi masing-masing. Kadang harus berkorban lebih untuk sesuatu yang lebih besar juga. Itulah kehidupan, terima kasih terspesial untuk Papa Anwar Hariyono karena sejak kecil telah mengajarkan "jangan pernah berkata SEANDAINYA, KALAU SEMISAL, dan semacamnya". Jujur, itu membuat pribadi ini kuat karena tak pernah terlalu larut bersedih dalam hal yang bukan jadi milik kita (atau juga gagal menjadi milik kita). Karena memang jika sudah tergaris oleh-Nya sebagai rejeki tak akan pernah terlewat begitu saja dari hidup kita.

HAPPY GRADUATION MT14!!!

Friday, September 23, 2016

Pikiran, Firasat, dalam Coretan Personifikasi

PROLOG
People come and go, just do something, and let it go...
How about you?

Siapa mereka? Kau pun tak seluruhnya kenal. Lalu mengapa kau ada di sana?
(National Central University Welcome Party 2016)
     Sudah sejauh ini ternyata, apa yang dulu kau kenal sebagai sesuatu hal yang asing dan tak biasa, kini tak lagi sama, berinteraksi dengan manusia lainnya.

    Bertemu dengan manusia lain, tak saling kenal di awal, pendekatan, "jadian" (please, ini cuma kiasan), menjadi kawan dan bahkan terikat, terikat dalam aktivitas setiap harinya. Menjadi terbuka tak sesulit yang kau kira, nyatanya...

    Dulu yang kau kira bicara hanya meruntuhkan benteng yang kau bangun sendiri sebelumnya, ternyata salah besar. Lalu, yang kau pikir menyampaikan gagasan hanya buang-buang waktu saja, semuanya tek benar. Justru hidup adalah menorehkan gagasan dan suara perubahan. Entah perubahan bagi diri sendiri saja, jika tak ada yang mendengarnya. Atau bisa jadi perubahan bagi orang lain dan khalayak, jika bisa menjadi penggerak.

Jadi, kau berubah?

    Ya, setiap orang berubah, entah jadi semakin buruk atau justru semakin baik. Atau bahkan yang awalnya buruk menjadi baik, dan sebaliknya.

Siap menerima perlakuan lain atas perubahanmu?

    Pada dasarnya tak ada yang berubah terlalu banyak. Dirimu tetap dirimu, diriku tetap diriku, menjadi satu dalam satu tubuh dan pemikiran, hanya saja mungkin berbeda sisi. Tentang perlakuan? Aku tak takut lagi dengan perlakuan, terutama perlakuan orang lain padaku. Karena memang bagaimanapun perlakuan mereka tak akan menjadikanku (dan dirimu) mengikuti sepenuhnya apa yang mereka mau.

Mereka marah? Lantas kau harus marah?
Mereka jahat? Apa aku juga harus jahat?
Mereka cuek? Toh pada dasarnya kita cuek, jadi tak masalah kan?
Mereka ramah? Jelas, kita pun ramah, karena dirimu kan juga ramah, aslinya...
Mereka menusuk dari belakang? Hahaha, doakan saja apa yang terbaik bagi hidup mereka. Mungkin apa yang ditusukkan ke kita akan semakin memperkuat diri kita di masa depan, itu yang disebut pengalaman.
Mereka menikung? Hmm... Anggap saja itu bukan rejeki yang "tepat alamat" untuk kita.
Dan tentunya masih banyak perumpamaan-perumpamaan perlakuan yang lain. Intinya kita tak akan terpengaruh dengan mudah. Kita sudah dua puluh dua tahun dalam pikiran yang sama, dalam tubuh yang sama, dalam tindakan yang sama. Bertentangan, terkadang... Tapi tetap berakhir dengan satu tindakan nyata, yang selaras, bukan?

Jadi, mari kembali lagi, ke"tertutup"anmu sudah berakhir?

     Tidak, sama sekali tidak, dan aku tahu kau paham hal itu. Seorang yang terlahir introvert akan selamanya membutuhkan waktu me time-nya sendiri meski berada dalam satu komunitas yang cocok dengannya. Kapan waktunya? Biarkan malam, dan bintang-bintang yang menjawabnya. Bahkan, jika bulan ingin bergabung pun aku mempersilakannya.

Lalu, bagaimana denganku?

     Hmm, kau menanyakan tentang sisi diriku yang satu lagi. Atau mungkin kau bukan lagi dia? Bagaimana jika kubalik pertanyaannya, apa kau hanya masa lalu dalam pikiranku?

Entahlah, yang pasti aku tetap dirimu.

      Ya, sudah kau jawab sendiri pertanyaanmu. Jadi tak usah pikirkan apa yang akan terjadi padamu, padaku, pada masa lalu kita, atau diri kita yang lain lagi (yang akan tercipta di masa depan) hasil dari transformasi pembelajaran kita hari ini, detik ini, bersama dengan orang-orang ini (untuk saat ini).

Indonesian Student in National Central University Welcome Party 2016
by NCU Student Ambassador

Kawan ghibah nongkrong side A

Kawan ghibah nongkrong side B
Kesimpulanmu?

Just let it flow, brother...
People come and go, just do something, and let it go...
Keep make relations, keep our kindness, and always happy with ourself...
Then? We've got experiences, in everytime, everywhere...

EPILOG
Manusia itu tak mudah ditebak, kadang ceria, sedih, murung, bahagia, galau, menangis, tertawa, sakit hati, dan segala hal yang bisa dirasakan dan dilakukan. Lalu apa hubungannya semua itu dengan tulisan kali ini? Tentu saja ada, karena apa yang kalian baca barusan, adalah personifikasi pikiran manusia yang sedang berdialog dengan dirinya sendiri, entah masa lalunya, sisi lain dirinya, atau justru masa depan yang belum bertransformasi ke dalam dirinya, karena memang belum tercipta, hanya bercerita lewat firasat tanpa kata.
Bingung? Tak paham? Yah, lewati saja, tak usah dibaca lama-lama...

Wednesday, September 21, 2016

Sometimes You Must Change Your Role

PROLOG
    Kali ini tulisannya belum mengarah pada kemungkinan "petualangan" lagi, meski tetap ada rencana untuk travelling lagi di minggu ini. Terus? Mau nulis apa dong?
Yak, kencangkan sabuk pengaman anda, kita akan sedikit berpikir dan merenung tentang daily life lewat sudut pandang orang kedua.

Yap, jadi mahasiswa lagi...
     Kau langkahkan kaki pagi ini, Senin (19/09), ke arah gedung yang akan jadi markasmu sampai satu setengah (atau maksimal dua) tahun ke depan. Karena ini hari kuliah perdanamu, meski sebenarnya minggu lalu juga sudah dimulai (masa percobaannya). Mata kuliah kali ini sedikit banyak pernah kau kenal, jika di bachelor kau sebut mereka masuk ke dalam ranah "Mekanika Fluida" dan "Perpindahan Panas" bersama dengan fluks serta perhitungan permeabilitas, solubilitas, dan segala tetek bengeknya (sekarang masuk dalam Fenomena Transport, khusus mahasiswa JTMM ITS), jika di sini namanya berubah menjadi Kinetics of Materials. Meski sebenarnya bukan perubahan sih, hanya berbeda di penyebutan saja. Rumus-rumus terpampang jelas di slide dan papan spidol.
     Professor Kuan-Wen Wang beberapa kali berkata "because this is a calculating course, and not full English, so I don't recommend you to come to this course from first time we met", yang kautahu itu semua ditujukan pada semua mahasiswa asing yang ada di ruangan itu. Tak lain dan tak bukan ada dirimu, "mantan" dosen wali dan penguji Tugas Akhir-mu (yang semua ada dalam satu figur), kawan satu angkatanmu MT14, juga satu mahasiswa asal India. Kalian semua adalah mahasiswa dari Energy Storage and Green Chemistry Laboratory, yang merupakan asuhan dari professor Jeng-Kuei Chang. Tapi, mendengar professor Wang berkata demikian kalian bisa apa? Peraturan jelas mewajibkan kalian mengambil mata kuliah ini meski tak direkomendasikan oleh pengajarnya. Peraturan yang tertera di web IMSE lebih tepatnya, yang memaksa kalian menerobos unrecommended suggestion itu. Oke, kuliah berjalan seperti biasa, kalian mendengarkan, bertanya, berdiskusi, dan juga menjawab pertanyaan. Sangat normal untuk ukuran aktivitas mahasiswa di dalam kelas. Yang tidak normal adalah bahasa pengantar yang harus didengar, yaitu partial English (with Chinese pastinya).

Ini Awal Ceritanya
     Sampai juga pada fase ini, rencana yang terlontar saat lab meeting rutin minggu lalu tentang Barbeque Party untuk menyambut kalian si mahasiswa baru (yang biasa disebut Freshman) akan dilaksanakan. Tepat pukul 12.05 (GMT +8), pasca sholat Dhuhur berjamaah di musholla andalan milik gedung Engineering 5, kalian pergi menyusuri jalan Taoyuan (via taksi) untuk menuju ke sebuah Restoran yang terletak di Zhongli District, Taoyuan City, Sino-AS Sec. 182, 1st floor, yang menjadi destinasi untuk pesta Barbeque hari itu.
     Dirimu, pak Sutarsis, mbak Dee (dosen Teknik Kimia Universitas Brawijaya), Ainun, Barath, dan Jagabandhu "Jp" Patra duduk dalam satu meja dalam satu alat pemanggang. Yang dipesan tak terlalu beraneka ragam, hanya all kinds of seafood and vegetables. Saat pesanan (pertama) datang, kalian tak menunggu waktu lama untuk memanggang potongan cumi, gurita, tongkol, ikan kecil-kecil sejenis cucut, kerang, dan juga jamur. Dengan modal kecap asin, garam, bubuk keju, dan saus sambal (yang InshaAllah aman), kalian meramu seafood barbeque versi kalian sendiri.
     "Nasi dataaaang..."
     Ya, itu yang ditunggu sejak tadi. Tak kurang dari sepuluh menit, segala makhluk tak berdaya yang terpanggang tadi sudah masuk dalam perut kalian tanpa terkecuali.
     "Udah nih? Segitu aja?" ujar salah seorang yang ada di meja itu.
     "Here's yours..." ujar pelayan yang datang membawa dua piring besar berisi makhluk-makhluk yang sama, yang telah masuk ke dalam perut. Kau tak banyak berkomentar selain segera melahap dengan sesekali bercanda dengan pak Sutarsis dan mbak Dee. Empat kloter pesanan dengan jenis yang sama sudah ludes termakan. Tak sanggup lagi berkomentar, hanya geleng-geleng kepala lah yang ada. Sebagai #HalalHunter bukan berarti tak bisa kenyang ternyata.

Here we are, #HalalHunter squad
     Oh ya, tertinggal satu cerita, Barath dan Jp tak makan semua yang terhidang (meski mereka bukan muslim). Justru mereka memesan full vegetables salad untuk mereka, dan juga hanya minum teh. Mengapa demikian? Karena mereka beralasan, "I don't like something like this only grilled like that!" sambil tersenyum. Dua kawan India ini memang sedikit aneh, banyak sekali pantangan dari apa yang harus mereka makan, juga banyak yang mereka tak biasa makan.

Hari Kedua Kuliah
     Hari ini tak ada kuliah sebenarnya, hanya SKS Seminar yang diisi oleh kuliah tamu dari professor luar kampus. Excited? Jelas...
     Sampai-sampai, "Jiangkriiik... terus yaopo takone coba nek ngene?" gumammu setengah berbisik.
      "Lha yo, Zha. Lha Cino-an ngene i?" ujar pak Tarsis saat itu.
     Astaghfirullah, kau benar-benar lepas kendali, kau lupa bahwa dirimu sedang duduk di sebelah dosenmu. Tapi tampaknya beliau biasa saja menanggapi gumamanmu yang "sedikit" kasar itu. Ceritanya Seminar kali ini pemaparnya berbicara full Chinese tanpa ada English sama sekali. Kalian yang sejak awal tak memahami Chinese (karena memang Chinese course baru semester ini diambil) tak paham satu kata pun yang diucapkan, selain sebagian isi slide yang mengunakan gambar dan tulisan partial English.

Daftar mata kuliah semester 1 (click to enlarge)
     "Yowes, takon opo ae lah ya, gak nyambung-nyambung yo wes," kata pak Tarsis pada akhirnya. Setelah mengetahui bahwa mata kuliah ini wajib bertanya dan diskusi minimal satu kali dalam satu semester untuk lulus (dengan nilai minimum 80). Dirimu yang mendengar gumaman dari "mantan" dosen wali dan penguji Tugas Akhir-mu hanya tersenyum. Ternyata dosen juga manusia, ketika menjadi mahasiswa harapan dan prinsipnya juga sama "yang penting bisa bertahan  hidup".

Pelajarannya?
     Inti dari tulisan kali ini cuma satu sebenarnya,

Salah satu komentar pak Sutarsis di foto yang bertengger di facebook
itulah dia. Keseharian di sini sedikit banyak menguak banyak hal bahwa untuk bertahan hidup dan mempelajari sesuatu itu butuh perjuangan. Dan lagi, latar belakang itu tak penting dalam menjalani perjuangan bersama. Seperti apa yang dicontohkan pak Sutarsis dalam komennya, "kalau ludruk itu main peran, sesungguhnya kalian juga sedang main peran". Kalau sebelumnya peran sebagai dosen wali-mahasiswa, dosen penguji-yang diuji, sekarang? Kita jadi kawan sekelas, sejawat, dan sepenanggungan di negeri orang. Yang bercandanya pun sudah layaknya kawan dan tak begitu sungkan lagi seperti sebelumnya (meski tetap wajib ada sopan santunnya). Kalau susah? ya minta tolong, catatan kurang? ya saling pinjam, nggak paham sama sesuatu? ya tanya, diskusi bersama. Begitulah kira-kira maksud dari analogi "kartolo dan basman".

     Sudah? Hanya itu saja?
     Iyalah, mau apa lagi memangnya?

EPILOG
     Jika ingin lebih memaknai lagi, ya begitu pulalah sebenarnya hidup, "tak penting latar belakangmu bagaimana", karena itu semua peran yang dibagikanNya untuk kita. Tapi untuk urusan hidup bersama? Yang penting masa depan adalah milik kita.

Friday, September 16, 2016

Homesick dan Penawarnya

PROLOG
Today's my second week here, still homesick and can't forget my comfort zone in Indonesia. So, what can I do to make here's my new comfort zone?

Ada yang bilang belajar di luar negeri itu asik, menakjubkan dengan segala petualangan barunya. Gampang kok adaptasinya, paling cultural shock  di awal-awal aja.

"Kalau kamu udah ngerasain kehidupan sehari-harinya pasti bakal nyaman kok, tapi ya gitu, dulu aku sebulan pertama nangis mulu inget rumah," mbak Diana (dosen D3 Sipil ITS)

Itulah kalimat yang terucap dari salah satu alumni National Central University, Taiwan, saat meet and share dari PPI NCU di SAS Cafe Surabaya. Dan tanpa sengaja kalimat itu tercatat di notes smartphone-ku. Dua minggu adalah waktu yang singkat untuk bisa sepenuhnya beradaptasi, toh dulu semasa kaderisasi di JTMM saja butuh sekitar dua bulan untukku agar nyaman dan bisa menjalani segala aktivitas dengan normal. Jadi, normal lah ya dua minggu di Taoyuan tapi aku masih mbok-mbok-en terus. Ya kangen mama lah, kangen masakan rumah lah, kangen suasana ruang tamu pasca jamaah maghrib lah, dan apalah apalah lainnya.

Tapi homesick tak serta merta membuatku menyerah dengan keadaan dan berhenti beradaptasi kan? Apalagi my life must go on here, dan secepatnya aku harus sudah menjalani segala aktivitas laboratorium dan penelitian. Lalu bagaimana?

Travelling is my choice to make my homesick burned into a spirit.

Kalau minggu kemarin ke Taipei dan berhasil membawa beberapa jari kaki lecet akibat literally jalan-jalan bareng kawan-kawan bolangers yang barusan dipertemukan (yang juga geng ghibah totalitas luar biasa ternyata). Malam kemarin kaki ini dibawa berjalan sedikit keluar dari kampus. Kembali lagi via bus 132, dan kami berhenti di area Hsin-Ming, tepat di depan Hsin-Ming Junior High School. Ada apa di sana?

Ada kami dan es serut-campur-aneka isi
Nggak mahal kok, paling sekitar NT$ 40-80 (tergantung kita ambilnya apa). Beda sih kalo kaya Elsya yang ambilnya kelewat aneka-isi, alhasil NT$ 166 untuk seporsinya. Asli adem (iyalah, kan es), bahkan sampai makannya pun nggak boleh terlalu cepat biar nikmat dan nggak enek kaya mas Ryan.

Udah nih? Gitu doang?

Eits, tunggu dulu...
Masih ada satu lokasi perjalanan lagi, ke Night Market. Nggak jauh beda sih sama pasar Genteng kali atau Pasar Malam Kejawan Putih Tambak, Surabaya, kalo malam hari. Cuma yaaa ini di Taiwan, beda aja feel-nya. Jauh dari keluarga, juga teman-teman dekat di masa comfort zone empat tahun lalu. Tapi... Jangan salah, di sini keluarga barunya gokil-gokil kok, ga kalah seru sama keluarga yang di rumah. Keluarga PPI NCU (si tukang ghibah berjamaah) berhasil membius homesick-ku menjadi nyaman, malam ini.

Tuh, nggak jauh beda kan sama pasar malem di Indonesia?
Di sini kita makan cumi goreng, sekali lagi cari yang "aman". Karena rumusnya adalah segala seafood adalah halal. Rasanya sih mirip-mirip ayam krispi berbumbu yang digandrungi para pemuda gawl mall, sebut saja nama makanannya PokPok. Hanya saja kenyal cuminya terasa beda dari ayam.

Makannya sambil nonton balap sepatu roda di lapangan deket pasarnya.

Ini nggak perlu dikenalin satu-satu ya? Soalnya kadang aja aku juga masih lupa-lupa,
terutama sama mbak-mbaknya (maafkan hamba ya...)

Ini hasil jepretan bapak kita semua, pak Tri, alasannya biar muat semua makanya miring.
Dan satu lagi foto di deket penjual cumi goreng yang nangkring di kamera hape mas Ryan,

Entah kenapa mas Wibi ndusel di tengah macam itu -_-"
dan menutupi aku+mas Yoga (no code, no offense)
Udah deh, akhirnya kita pulang tepat jam 22.50 (GMT +8), setelah nunggu bus 132 untuk balik kampus selama hampir lima puluh menit di halte dekat es Hsin-Ming. Tapi ya gitu, tidurnya ketunda sampai jarum jam yang menunjukkan tengah malamnya lengser ke kanan. Mengapa demikian? Karena (sekali lagi) grup ghibah Travelling  yang mengumpulkan manusia-manusia undescribeable dan doyan melek sampai dini hari.

Goyang terus notifikasinya bang...
EPILOG
Ya, masih homesick  sih...
Tapi dengan adanya mereka, apa ada alasanku untuk melanjutkannya?

Mengutip kata Nimas, "Homesick itu alamiah, justru kalau kamu nggak gitu kamu nggak normal!"

Juga kaya kata kamu, "yang sabar untuk saling memperbaiki diri di sana ya, mas!"

Mungkin itu semua yang bikin aku nggak boleh homesick kelamaan, karena tujuanku di sini kan belajar, dan...
Memperbaiki diri untuk jadi Ozha yang lebih baik dari sebelumnya.

Oke, see you in the next story!!!

Sunday, September 11, 2016

Dua Belas Jam di Taipei

PROLOG
Memang apapun yang di awal selalu bikin excited, termasuk ini. Living abroad for my first time membuat aku haus akan pengalaman-pengalaman baru. So, how about traveling?

Menanggapi komplotan baru Travelmate NCU yang berencana berangkat ke Taipei kemarin, kami merealisasikan apa yang kami sudah cetuskan. Pak Tri, mas Yoga, mas Maystya, mas Raviqul, mas Ervin, mbak Desy Putma, mbak Ruri, Elsya, dan juga aku. Sembilan orang, pagi itu kami menunggangi bus menuju Zhongli Bus Station, sebelum kami berjalan menuju Zhongli Train Station, dan memulai sejam perjalanan menuju Taipei Main Station.

Zhongli Train Station
 Taipei, katanya sih kota sibuk di Taiwan...

Jujur saya sebenernya masih capek untuk menulis cerita kemarin, tapi apa mau dikata, sebelum ceritanya mengendap dan tak pernah lagi mencuat ke permukaan, maka jari ini pun bergerak dengan sendirinya di atas rabaan tuts keyboard laptop.

Shake nih fotonya, maaf sambil jalan. Ini penampakan jalur "paling lengang" di TMS
Pengamen di sana keren-keren, ga cuma gitar aja kaya di Indonesia (ini bisa jadi inspirasi pengamen tanah air), dari mulai biola sampai pianika bisa jadi alatnya. Tuh, timingnya pas ada anak kecil kasih recehan.
Dugaanku benar, memang sibuk. Meski belum sesibuk (katanya) New York dan Tokyo, dengan sebutan lautan manusianya. Di sini ternyata sama saja, TMS (Taipei Main Station) memegang peran penting di alur perhubungan Taiwan bagian utara. Orang berlalu lalang, kesana kemari dengan tujuan masing-masing. Saat melihatnya ingin sekali aku menggubah sebuah puisi, tapi urung kulakukan karena memang sedang perjalanan (ini alay). Yes, people come and go for their own aims.
Tak ada yang memedulikan kami ber-9 yang lewat bergerombol. Sampai pada akhirnya mbak Desy Putma berpisah dengan kami untuk bergabung bersama dengan temannya. Kami meninggalkannya di depan Mushalla (Muslim Prayer Room sign di salah satu lantai dekat loker-loker koin).

Mampir Makan dan Pipis di National Taiwan University (NTU)
Ini agenda pertama kami, tapi bukan yang tertulis di judul yang sebenarnya kami tuju. Kami hanya ingin melihat seberapa besar sih National Taiwan University of Science and Technology (NTUST, yang biasa dibaca singkat entus), yang banyak dibanggakan oleh mahasiswa Indonesia itu. Oke, kami turun di stasiun kereta dekat NTU (kalo nggak salah namanya Gong Guan). Berjalan beberapa langkah, menyeberang jalan dan mendaftarkan Easycard kami di loket mandiri U-bike (dibaca: Yu baik). Setelah semuanya terdaftar, kami segera mengambil sepeda dari parkiran masing-masing, dan cusss...

"Eh mas, emang NTUST jauh banget ya?"
"Iya, sebenernya bukan NTUST-nya yang jauh. Cuma NTUST itu ada di area NTU. Dan area NTU-nya lah yang luas."
"Oh ya? NTUST di dalem area NTU? Berarti semacam PENS dan PPNS di area ITS gitu dong ya?"
"Nah, bener!!!"

Seperti itulah kira-kira percakapan kami di perjalanan menggunakan U-bike. Bisa dideskripsikan NTU itu luas, luas banget (kayanya lebih luas dari NCU, padahal NCU aja udah bikin capek kalo mesti jalan kaki dan sepedaan kalau berkeliling). Gerbang depan NTUST menjadi korban pertama kami jepret-jepret.

Belum sempet gaya yang pas, mas Maystya udah jepret aja. But, it's okay...
Oke, perjalanan berlanjut ke kantin NTUST. Inilah lebihnya, meski kecil areanya dia punya kantin pusat. Di sini makanan dihitung berdasarkan beratnya, dan kita membayar berdasarkan kuantitas gram yang kita makan. Relatif murah kok, telur rebus, oseng taoge, nasi, dan satu gorengan tepung lumayan lebar cuma NT$ 31. Relatif murah dibanding warung Vegetarian dekat food street NCU yang mematok kisaran NT$ 50 untuk sekali makan dengan lima lauk berbeda.
Kami bertemu banyak orang Indonesia di sana, tapi anehnya..... mereka tak saling sapa.

"Banyak sih mahasiswa Indonesianya, tapi ya gitu, banyak juga yang ga saling kenal. Nggak kaya kita, yang nyampah barengan mulu kemana-mana."
"Hoo, gitu ya mas..."

"Otomatis aktif juga dong PPI-nya?" tanyaku pada mas Yoga.
"Ya, acara mereka bagus kok. Banyak resource pasti ada plus minusnya lah..." jawabnya.

Setelah sholat Dhuhur di musholla NTUST, kami melanjutkan perjalanan dengan U-bike lagi mengelilingi NTU, yang memang luas. Karena tak menemukan plang depan yang bertuliskan NTU, kami berfoto di depan (semacam) gedung Rektoratnya.

Here we are...(mas Maystya ga mau lepas dari sepeda)

Ciyeee... sok candid

Kata doi sih di foto ini aku ganteng banget :3
Chiang Kai Shek Memorial Hall and My Twin
Yeah, dan roda ini berputar lagi sampai ke dekat stasiun kereta api. Perjalanan kami hari ini berlanjut ke Chiang Kai Shek Memorial Hall ini museum founding father-nya Taiwan. Dia yang dianggap pengkhianat di negeri Tiongkok ternyata justru dianggap sebagai pahlawan di Taiwan. Ya ya ya... Memang pahlawan dan teroris adalah dua hal berbeda dengan sudut pandang yang berbeda pula. Tergantung dari relativitas tempat, ruang dan waktunya. Bisa jadi kamu adalah pahlawan bagi keluargamu dan orang-orang yang tahu tentang dirimu sepenuhnya dengan berbagai perjuanganmu meraih apa yang saat ini kau genggam. Tapi siapa yang tahu jika bagi orang lain kau adalah "penjegal" langkahnya, atau justru "penghambat" rejekinya. Relatif bukan? Untuk itulah Allah menciptakan sifat "ikhlas" dan "tawakkal", biarlah orang lain bilang apa, selama tak melakukan kesalahan kita "bebas".
Oh iya, back to topic, for your information jalan-jalan kali ini yang jadi tour guide utama kami adalah mas Yoga sang ketua PPI NCU sendiri. Kebetulan di depan Chiang Kai Shek sedang ada festival entah apa, dan aku menemukan penampakan kembaranku (sejak SMP, gara-gara buletku ngga ketulungan, aku dipanggil Doraemon).

Ini pintu masuk utama dari Chiang Kai Shek (CKS) Memorial Hall

Gedung tempat patung perunggu CKS bersemayam, di mana tiap sore akan ada upacara pergantian penjaga di sana

Nah kebetulan di minggu-minggu ini ada entah festival apa, ada "kembaranku" di pelataran CKS Memorial Hall

Tuh, tahu doraemonnya terbuat dari apa? Kincir angin polimer (plastik)

Pintu "keren" di CKS Memorial Hall

Oke, ini kami (dari kiri) mas Raviqul, mas Maystya, mbak Ruri, dan aku

Yeay, foto di depan kembaranku, (depan) aku dan Elsya,
(tengah dari kiri) mas Ervin, mas Maystya, mas Yoga, (belakang) mas Raviqul

Ini ngga usah diperkenalin lagi kan ya?
Chiang Kai Shek membawa satu quote penting:
"Sudah lah, lupakan masa lalu. Ngapain abis dari sini ke Sun Yat Sen Memorial Hall lagi? Capek!!! Karena sejarah itu cuma masa lalu, kita perlu move on."
Sebenarnya quote ini adalah pembenaran dari salah satu orang yang sudah capek cuma jalan lihat peninggalan sejarah lagi. Karena awalnya tujuan kami (saat belum tahu kalo Sun Yat Sen juga museum) adalah ke sana.

Syntrend vs Guang Hua, Mirip Hi Tech Mall vs Plaza Marina
Kaki kami melangkah keluar dari stasiun Zhongxiao Xinsheng dan menuju dua tempat yang tersemat di judul. Karena hari hujan, payung kami kembali berguna kali ini. Berjalan-jalan menyusuri kompleks pertokoan alat elektronik dari mulai penjual kaki lima sampai mall dengan gedung bertingkatnya. Di area kaki lima sini lah yang aku merasa "ooh", bayangkan!!! Drone yang sebegitu mahalnya (meski pesan via online pun) di sini dijual di area kaki lima. Oh meeen... please!!!
Melihat-lihat jajaran alat elektronik dari hape sampai laptop cukup memanjakan mata. Apalagi cowok-cowok penggila electronic device keluaran terbaru dan juga para gamers (salah satunya mas Maystya). Ya, di sini pusatnya, atas rekomendasi dari mas Rian.

NET Fashion: Gagal Cari Celana Pendek dengan Red Tag
Ini harusnya sih off the record aja, tapi nggak papa, dimasukin aja judulnya. Intinya di sini aku gagal dapet celana pendek karena merasa celananya kependekan. "Masa' iya aku pake celana gemes jauh di atas lutut?" meski memang banyak cowok pakai gitu di sini dan pede.

Ximen Pedestrian Road
Ini turunnya di deket stasiun Sun Yat Sen Memorial Hall. Lalu apa yang kami cari di sini? Ini dia, kita tampilkan...
Kami ber-8 makan "sesuatu yang jarang ada tag Halalnya" di sini (pemilik warungnya rada shake)

清真中國牛肉麵食館 (pinyin: Qīngzhēn zhōngguó niúròu miànshí guǎn,
dan sering cuma disingkat "niúròu miàn") intinya adalah masakan pakai daging sapi halal

Tuh, ada tag halalnya
Penghujung Perjalanan dan Toko Souvenir China
Sekembalinya kami dari kekenyangan 牛肉麵 tadi, kami segera kembali menuju TMS. Di sinilah pengalaman lain terjadi lagi. Harapan sholat Maghrib berjamaah hampir pupus karena petugas kebersihan melarang kami untuk wudhu di toilet terdekat dari mushalla yang ada di TMS. Yah, ada dongkol sih ya, tapi selalu ada jalan bagi hamba-Nya yang berniat baik.
Setelah sholat Maghrib-Isya' dengan jama' qasar ta'khir dengan imamnya adalah bapak kami semua, pak Tri Wijaya, akhirnya kami menuju ke lantai di mana pencarian jalan keluar menuju pemberhentian bus. For your information sekali lagi, seharusnya kami pulang naik kereta lagi bareng mas Elsa dan mbak Kartika (mereka semua mahasiswa Civil Engineering NCU), akan tetapi secara mendadak mereka mengabari jika sudah berada di atas bus menuju NCU. Hooo, I see...
Di lantai dasar TMS kami menemukan satu tempat unik bernuansa China, di sini dijual pernak pernik murah dari mulai NT$ 15 sampai NT$ 100. Di mana aku yang memang mencari wadah koin di sini membeli kantung kecil seharga NT$ 25, juga pak Tri tak mau ketinggalan, beliau membeli "kucing selamat datang dan juga gantungan pintu.

Ini tokonya, ejaannya apa? Aku kurang paham, karena Chinese language baru akan kudapatkan semester ini
Akhirnya kami berjalan lagi untuk menemukan pemberhentian bus menuju Taiwan Bus Station. Terus, yakin cuma jalan? Tentu tidak, karena pengamatan situasi malam di Taipei tak boleh terlewatkan.

Pemandangan malam Taipei dari salah satu sudut lampu merah dekat TMS

Orang menyeberang sesuai jalurnya (zebra cross)
Di pemberhentian bus menuju Zhongli Station (yang harus dilalui sejam perjalanan) kami lelah, kaki sudah pegal berjalan seharian. Lebih dari dua belas jam kami berjalan-jalan di kota ini. Melirik satu toko andalan (kata mas Yoga) dengan milk tea yang enak dengan bubble-nya (ini mirip Chatime kesukaan cewek-cewek gaul East Coast Pakuwon City, Surabaya). Dengan patokan harga NT$ 35 kami sudah bisa meneguk kesegaran dan ke"manis"an dari milk tea dengan bubble unyu yang lengket dan legit di mulut.

Si manis dalam genggaman :9
Lalu setelahnya, kami mengantri untuk masuk ke dalam bus nomor 1818 dari Taipei Bus Station menuju Zhongli Bus Station.
"Ojok sampek ya, antrian yang boleh naik kepotong di aku, gak lucu pol!" kelakar pak Tri memecah keheningan antrian kami.

~Off the record setelahnya, karena mata sudah tak mampu menahan barbel yang tergantung di kelopaknya~

Intinya kami sampai di NCU pukul sebelas malam, lalu apa? TIDUR...

EPILOG
Yah, perjalanan kali ini singkat, sampai kusebut ini short trip di notes handphone-ku. Ya karena memang singkat, tapi tetap saja: banyak pengalaman baru di sini.
See you!!!

Wanna support???