Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Tuesday, July 15, 2014

Kausebut ini Negara ANDAnesia (1435 part 3)

Prolog
   Kau tahu ini pukul berapa? Ya ini sudah malam, lalu apa hubungannya antara siang ataupun malam? Dan kau tahu ini tanggal berapa? Ini sudah menginjak tanggal 17 bulan Ramadhan 1435 H. Lalu?

   Banyak hal yang terjadi beberapa waktu ini. Kau mulai muak dengan apa yang terjadi di bulan yang suci ini. Bukan pada momentnya ataupun bulannya, karena sejujur-jujurnya inilah bulan yang kau tunggu dan kau bahagia bisa menyambut Ramadhan lagi tahun ini. Dan tentu saja kau bahagia dengan apa yang kau lakukan di dalamnya. Lalu apa yang membuatmu tak enak hati? Banyak, banyak sekali. Dan kau semakin muak dengan apa yang terjadi di samping peristiwa yang membuatmu muak terjadi. Rumit? Iya, karena memang itulah kodrat manusia, membuat rumit apa yang sebenarnya simple. Membuat masalah pada hal-hal remeh yang seharusnya hanya menjadi obrolan santai tanpa sakit hati.
   Dari mulai pesta demokrasi negeri yang indah ini, pra-sembilan Juli pun telah banyak hal yang terjadi. Ada yang bilang tentang black campaign lah, ada yang menguak borok-borok seseorang lah, dan ada yang ghibah sana sini yang menyebabkan su'udzan sana-sini menjadi hal yang umum terjadi. Megapa tak saling membeberkan kebaikan saja sih? Mengapa lebih suka mengurus rumah tangga orang lain dari pada mengurus "calon" dukungannya sendiri? Dan mengapa juga harus dihujat dan dicerca jika toh ujung-ujungnya salah satu dari mereka akan menjadi pemimpin negeri ini. Kau heran dengan berbagai macam komentar negatif tentang pasangan calon satu, pasangan calon dua, tiga, empat atau berapapun lah jumlah calonnya. Memang selalu begitulah manusia, seringnya hanya cenderung mengelompokkan orang lain, menggolongkannya, hingga melabelinya dengan predikat-predikat, dan kemudian menilainya dengan cara mengistimewakan ataupun diskriminasi menggunakan cara keji yang disebut berprasangka.
   Tak hanya berhenti di sana, dialog tentang bola di piala dunia pun sering menjadi hal yang menarik untuk ajang saling menghina dan menghujat. Mengapa tidak cukup hanya menjagokan dan mendukung dengan cara sehat tanpa merendahkan lawan yang lain? Sungguh negeri ini sedang SAKIT sepertinya. Kau merasa miris dengan apa yang terjadi. Bukan hanya tentang partai politik, pemilihan presiden, atau permainan sepak bola, bahkan tentang Suku, Agama, Ras, dan Golongan-golongan yang telah jelas-jelas dijunjung tinggi dan tak boleh direndahkan pun masih saja diperdebatkan.
   Masih tentang ketidakselarasan, hingga "invasi Israel ke Palestina", atau mungkin yang tak ingin dirimu menyebutnya begitu, akan diperhalus dengan tajuk "pertikaian Israel-Palestina" pun menjadi ajang saling menghujat dan menghina. Tak hanya tentang negara, akan tetapi juga menyangkut masalah agama. Kau tak habis pikir dengan "orang-orang" di negeri ini. Ya memang kebebasan bersuara dan berserikat itu diatur dalam Undang-undang Dasar 1945. Tapi tidak kebablasan seperti saat ini. Ada pendapat sedikit, disanggah. Ada pernyataan yang "tak menguntungkan" pihaknya atau golongannya saja sudah menjadikan perpecahan dan adu mulut perdebatan panjang. Kemana adat ketimuran yang saling menghargai? Kemana arah keramahan bangsa ini sekarang? Sungguh kau sempat meng"iya"kan bahwa saat-saat ini, negeri ini menjadi "negeri para preman". Bagaimana tidak? Pendapat setiap orang yang belum tentu valid dan belum tentu dapat dipertanggungjawabkan menjadi benar "jika itu menguntungkan" pihak atau kubunya. Sedangkan pendapat yang "terkadang" sudah jelas benar dan valid menjadi pemicu penyerangan salah satu tempat pemberitaan, "jika dianggap merugikan" kelompoknya. Kau tak memihak siapapun di sini, dan terserah jika ada salah satu golongan yang tak terima dengan statementmu. Bukan berarti kau merasa sok pintar dengan statement-statement kritismu ini, tapi memang itulah nyatanya.
   Entah karena pluralisme di dalamnya kah? Atau memang jaman ini menjadi jaman keGOBLOKan manusia di negeri ini? Sedikitpun kau tidak pandang bulu saat merujuk kata GOBLOK pada statementmu, karena mungkin itu juga bisa menjadi otokritik bagi dirimu sendiri jika bertindak "demikian". Demikian yang mana? Demikian yang menjadikanmu menorehkan tulisan tak berartimu ini. Orang-orang di negeri ini sudah terlalu dibiarkan liar, tak terkontrol lagi, bahkan dengan norma agamanya masing-masing yang "katanya" penuh cinta kasih. Kau rasa norma-norma dan pengontrol tak tertulis hanyalah tinggal anggapan-anggapan "kotoran banteng" yang saat ini sudah mulai pudar atau bahkan lenyap di negeri ini. Saudara pun menjadi lawan dalam perang politik, hubungan darah menjadi tak berarti jika memang berurusan dengan ideologi yang berlawanan. Ah, sungguh gila negeri ini.
   Kau penasaran dan terkadang ingin bertanya kepada mereka sang pelaku kebodohan di negeri ini, "pernahkah kalian merasakan pedihnya diskriminasi dan pentingnya simpati?" Ini yang saat ini sering tak kita dapatkan di negeri yang katanya "aman dan tenteram serta sejahtera ini." Bukan untuk menjelekkan bangsa sendiri, bahkan tak ada niatan seperti itu sedikitpun. Kau hanya ingin mereka, sang pelaku kebodohan itu, membuka mata bahwa negeri ini terlalu indah jika harus dinodai dengan pemikiran-pemikiran radikal yang merugikan seperti yang mereka presentasikan pada khalayak dunia seperti saat ini. Entah dari mana orang-orang itu mendapatkan konsepsi "Kita vs Mereka" yang baru-baru ini kau baca dari salah satu buku. Karena kau yakin tak semua orang pernah membacanya, tapi mereka melakukannya. Mari sedikit beralih kepada sebuah penelitian ilmiah tentang apa yang "sedang" terjadi di negeri ini. Henri Tajfel seorang periset yang melakukan penelitian sistematis di tahun 1970-an menemukan bahwa ketika individu secara acak ditempatkan pada kelompok-kelompok berbeda, mereka memiliki perasaan kuat terhadap kelompok mereka sendiri dan cenderung memiliki perasaan yang negatif terhadap kelompok lainnya. Dan sekedar menjadi bagian dari suatu kelompok saja telah menghasilkan suatu "kehendak buruk" terhadap kelompok lain.
(A. Newberg & M. Waldman, 2013)
   Itulah yang saat ini terjadi di negeri ini. Rasa mirismu ini hanya mampu kau tuangkan dalam serangkaian tulisan yang menurutmu "mungkin" dapat menggugah AKAL SEHAT dari para pelaku kebodohan-kebodohan di negeri ini, untuk saat ini. Rasa kecewamu hanya mampu kau pendam dalam sumpah dan janji bahwa kau tak ingin melakukan hal yang sama seperti mereka. Mereka yang melabeli diri mereka dengan predikat "paling benar" dan "selalu benar". Mereka yang selalu bisa berkelit untuk mempertahankan kesalahannya hingga menjadi benar demi sebuah rasa puas karena telah menang atas golongan lainnya. Dan mereka yang membuatmu melabeli negeri ini sebagai "negara penuh suka-suka", "negara bebas tak bertanggung jawab", "negara seenak udel", dan negara ANDAnesia, yang selalu mampu menjadikan pendapat ANDA menjadi DEWA di mata ANDA sendiri. Serta harus bisa menjadi DEWA di mata golongan yang lain. Selamat datang di negeri yang penuh dengan pendapat BENAR dan SELALU BENAR, negara ANDAnesia. Ini negara ANDA! Oleh karena itu, bisa saja ANDA bertindak suka-suka ANDA.

Epilog
   Kau marah dengan ocehan ini? Silakan marah dan tumpahkan sepuasnya di kolom komentar facebook, timeline twitter, atau cercaan berbau pertanyaan via ask.fm, itu semua murni kebebasanmu. Kau berhak berpendapat, karena ini negara demokrasi, dan karena pendapatmu dilindungi pasal 28 di Undang-undang Dasar 1945. Akan tetapi satu catatannya, janganlah menjadi ANDA-ANDA yang lain di negeri ini, jangan pernah menjadi orang-orang bodoh yang mendalangi carut marutnya keadaan negeri ini sekarang.

No comments:

Post a Comment

Budayakan comment di setiap situs yang anda kunjungi...
Untuk memulainya, silakan dibiasakan di dalam blog Pujangga Tanpa Inspirasi!!
Terima kasih, Thank You, Gracias, Merci, Syukron, Matur Suwun...

Wanna support???