Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Thursday, November 9, 2017

Another Point of View about "Sepuluh Nopember" Spirit: BMI Juga Pahlawan

PROLOG
Saat tulisan ini diketik sejujurnya aku sedang dalam keadaan random dan tak terlalu bersemangat berbagi curahan hati dan olah pikiran seperti biasanya. Sehingga hampir saja tulisan kali ini tersemat di media lain, tentunya selain di blog yang usianya sebentar lagi genap 10 tahun ini, anyway media lain itu bisa saja di GNFI, time-LINE, atau juga tempat-tempat lain yang bisa jadi lokasi bertenggernya karya corat-coretku. Tulisan kali ini tak terlalu banyak mengulas hasil perenungan dan pembelajaran dari kehidupan sehari-hari yang terjadi akhir-akhir ini, akan tetapi lebih ke arah penyesuaian sudut pandang dari sebuah momentum yang tepat sekali terjadi esok hari (saat baris ini diketik, jam digital di laptopku menunjukkan pukul 23:32 waktu Taiwan, tentunya pada tanggal 9 November 2017).

Sepuluh November 2017, sejak beberapa tahun terakhir ini aku terkesan dengan satu tanggal ini, bagaimana tidak, kampusku sebelumnya (saat S1) memiliki nama yang dijiwai dari semangat yang identik dengan tanggal ini, apalagi memang hari jadi Institut Teknologi Sepuluh Nopember memang ditetapkan pada tanggal 10 November, 57 tahun yang lalu. Belum lagi ditambah dengan anniversary Himpunan Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi (HMMT) FTI-ITS, yang menjadi salah satu tempat pendewasaan jiwa organisasiku selama S1, ditetapkan di tanggal yang sama 17 tahun lalu. Jadi, tahu kan betapa spesialnya sepuluh November buatku?

Nah, kali ini sepuluh November sedikit kuarahkan pada sebuah makna lain tentang kepahlawanan. Sebenarnya "pengarahan" makna ini timbul, salah satu faktornya adalah karena diskusi online antara Kawan GNFI dengan mas Bagus D. Ramadhan (GNFI writer) beberapa hari lalu. Yang pada akhirnya ternyata menelurkan sebuah konsep memperingati Hari Pahlawan 10 November dengan gerakan karya serentak mengusung hashtag (tagar) #DiaJugaPahlawan.

Lalu apa sih maksud dari #DiaJugaPahlawan ini?

Maksudnya adalah untuk memaknai Hari Pahlawan kali ini, kita mencoba untuk sejenak berpikir anti-mainstream dengan menggali sosok-sosok pahlawan lain dari yang selama ini kita ketahui: pahlawan proklamasi, pahlawan revolusi, dan pahlawan-pahlawan lainnya. It's ok jika memang peringatan 10 November adalah sebuah semangat menggelora yang digawangi oleh jasa para pahlawan dan arek-arek Suroboyo dalam upaya mengusir para penjajah, yang berujung pada tewasnya Brigjend. A. W. S. Mallaby saat itu. Akan tetapi, ketika kita menilik lebih jauh tentang apa itu pahlawan, banyak sudut pandang yang patut dipertimbangkan keberadaannya. Salah satunya adalah point of view dari PAHLAWAN itu sendiri. Analogi paling sederhana yang bisa aku sajikan adalah: bisa saja bagi salah satu pihak, si A dianggap pahlawan, akan tetapi justru di sisi lain si A ini dianggap orang biasa saja dan tak berperan apa-apa, ya kan? Nah, pola pikir seperti itulah yang saat ini coba kami (Kawan GNFI) netralisir, bahwa setiap orang memang memiliki sosok pahlawannya masing-masing, dan pada akhirnya kita semua juga patut untuk menghargai pahlawan versi masing-masing orang. Karena pada dasarnya kepahlawanan macam apapun jika tujuannya demi memberikan kontribusi bagi negeri tercinta (Indonesia), tentu efeknya tak akan pernah melenceng jauh dari sebuah upaya menyebarkan Good News From Indonesia.

So, kali ini aku ingin mengangkat sosok fenomenal yang berasal dari luar Indonesia.

Lho, katanya pahlawan Indonesia, kok malah dari luar negeri?

Weits, tunggu dulu dong, daripada menerka-nerka dengan pertanyaan semacam itu, lebih baik mari kita saksikan bersama video berikut ini!


Nah, di dalam cuplikan tak lebih dari semenit itu kita bisa lihat bersama beberapa fakta yang hadir tentang Buruh Migran Indonesia (BMI). Yap, merekalah yang kumaksud tentang sosok fenomenal yang berasal dari luar negeri. Label mereka lebih sering digeneralisir dengan sebutan diaspora Indonesia. Meskipun makna diaspora sesungguhnya tak hanya didominasi oleh BMI saja, melainkan juga termasuk di dalamnya pelajar/mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di luar negeri, ex-WNI, dan bahkan juga para keturunan WNI yang hidup di negara lain.

BMI yang selama ini mungkin lebih banyak diberitakan hal-hal negatifnya saja di dalam negeri, entah dari sisi penyiksaan majikan, kasus kaburan dan perizinan ilegal, dan bahkan hal-hal tak mengenakkan lainnya, ternyata dari sisi yang lain mereka memiliki potensi besar untuk bisa menyandang predikat pahlawan, khususnya pahlawan devisa bagi Indonesia.

Bagaimana bisa?

Ya, meski ranking-nya tergusur (dari tahun lalu hingga awal tahun ini) dari posisi dua ke posisi enam, akan tetapi ternyata pemasukan devisa negara Indonesia yang berasal dari BMI sangat tak bisa dipandang sebelah mata: 140 triliun rupiah. Walaupun besaran itu tentunya lebih kecil jika dibandingkan dengan pendapatan negara Indonesia yang berasal dari sektor Kelapa Sawit (239 triliun), Jasa Pariwisata (190 triliun), Ekspor Tekstil (159 triliun), Ekspor Migas (170 triliun), dan Ekspor Batubara (150 triliun). Nominal-nominal tersebut didapatkan dari pengolahan data Badan Pusat Statistik serta Kementerian Perindustrian di tahun 2017.

Wow, 140 triliun lho, nominalnya tak sedikit ya ternyata?

Iya lah, maka dari itu BMI (atau sebagian orang masih sering menyebut mereka dengan TKI: Tenaga Kerja Indonesia) adalah salah satu sumber pendapatan negara yang besar. Bahkan, jika kita kembalikan ke diri kita masing-masing untuk berintrospeksi, "kamu sudah menyumbang apa saja untuk Indonesia? Sampai kadang terbersit pikiran merendahkan BMI dan membandingkan mereka dengan kedudukan para pekerja kantoran/industri di dalam negeri" (note: anggapan semacam ini seringkali terucap baik tersirat maupun tersurat dari celotehan orang-orang yang masih berpikir bahwa menjadi BMI/TKI hanyalah sebuah status sosial yang tak bisa dibanggakan). Padahal banyaknya BMI/TKI yang berasal dari suatu daerah seringkali dikaitkan dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Karena apa? Ya karena (bagi orang yang mengetahui) justru dengan hasil keringat BMI/TKI inilah terkadang suatu wilayah dapat memiliki insight yang lain tentang pola pikir untuk kemajuan dan modernisasi ke arah yang positif.

Wah iya ya, keren banget mereka! Kalau gitu aku juga mau jadi BMI/TKI ah...

Hahaha, boleh-boleh saja beranggapan dan berkeinginan demikian. Tapi kembali lagi, menjadi tenaga kerja di tanah asing tidaklah mudah. Butuh kesiapan finansial, mental, dan juga fisik yang tak biasa. Karena pada dasarnya menjadi BMI/TKI memiliki tanggung jawab yang besar untuk bisa menjadi pioneer bagi WNI lainnya yang ingin mengikuti jejaknya.

Maksudnya?

Pertanyaan bagus, jadi begini: jika ternyata keberhasilan sekelompok orang menjadi BMI/TKI di suatu negara justru menyebabkan peningkatan keinginan jadi BMI/TKI menjadi lebih tinggi di negara asalnya, sebut saja menjadi inspirasi bagi banyak orang lainnya, justru hal tersebut bisa dibilang sebuah efek yang terdeviasi.

Duh mumet bro!

Oke oke, jadi sederhananya begini, menjadi BMI/TKI digawangi oleh sebuah keinginan meningkatkan kesejahteraan, kesejahteraan yang secara praktis dan oportunis dapat dimaknai sebagai kesejahteraan pribadi dan keluarga. Akan tetapi jika kita menampik anggapan praktis dan oportunis itu tadi, seyogyanya menjadi BMI/TKI ini adalah sebuah tantangan unik. Tantangan untuk mengumpulkan modal sebelum nantinya kembali ke Indonesia, di sisi lain juga menyerap sebuah pola pikir maju yang (mungkin) belum dimiliki masyarakat dari suatu daerah untuk selanjutnya diadopsi dan dikembangkan menjadi sebuah lahan wirausaha dan jalan berdikari bagi BMI/TKI tersebut di lingkungannya, setelah kontrak kerja sebagai BMI/TKI habis dan mengharuskan mereka kembali ke tanah air.

Oh ya, ya, ya...

Tuh, beban moral dan tanggung jawabnya besar kan? Maka dari itu, yuk kita hargai pahlawan devisa kita ini. Kerja kerasnya untuk keluarga, lingkungan, dan bahkan negeri tercinta patut kita apresiasi sebesar-besarnya. Untuk itulah di hari pahlawan 10 November kali ini, aku ingin mengucapkan terima kasih kepada para BMI/TKI di seantero bumi dengan sedikit mengulas tentang jasa-jasa mereka untuk ibu pertiwi.

EPILOG
Selamat hari pahlawan 10 November!!!

Dari aku,
Rahmandhika Firdauzha Hary Hernandha
TKI*) di salah satu pulau kecil yang menjadi entitas politik milik Republik Rakyat Tiongkok, yang masih terus menuntut ilmu dan belajar memaknai kehidupan lewat setiap fenomena yang terjadi di sekitarnya.

*)TKI: Tenaga Kerja Intelektual

No comments:

Post a Comment

Budayakan comment di setiap situs yang anda kunjungi...
Untuk memulainya, silakan dibiasakan di dalam blog Pujangga Tanpa Inspirasi!!
Terima kasih, Thank You, Gracias, Merci, Syukron, Matur Suwun...

Wanna support???