Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Thursday, April 10, 2014

Ikat Rambut, Pola Pikir, dan Generasi ke Empat Belas

PROLOG
Dua belas bulan yang lalu, tepatnya di salah satu tanggal istimewa bulan April 2013, aku berada di masa paling bahagia setelah melalui delapan bulan kebersamaan dalam masa terindah dengan MT14. Tersirat sebuah pemikiran kecil di sana, di sebuah moment terbaik itu ada sedikit pertanyaan. "Ya, sekarang aku sudah jauh berbeda dari masa SMA, delapan bulan dengan hasil luar biasa dengan endurance yang jauh berbeda dari masa labil sebelumnya, lalu akan jadi apa aku setelah ini? Okelah, masa-masa yang lebih indah pasca moment ini akan terlalui, tapi akan terasa percuma tanpa ada pembelajaran khusus di dalam diriku sendiri."
Lalu apa?

Dan semua tercetus begitu saja. Mungkin banyak yang bertanya, ada apa denganku dibalik niat terikatnya mahkotaku ala ala ponytail. Jujur aku membenci dan benar-benar memandang negatif cowok berambut panjang.
Lalu apa?
Ya jelas, aku ingin menghilangkan paradigma salah itu.

"Don't judge the book from the sight of its cover."
Meski tak begitu mirip dengan peribahasa aslinya, yang penting maknanya tetap sama, jangan pernah menghakimi orang lain, yang diibaratkan sebagai buku, hanya dari tampilan luarnya saja. Banyak sih orang yang selalu bilang begitu, tapi hanya sebagai PEMBENARAN, nyatanya yang mengucapkannya pun tak jarang mencela orang yang baginya "buruk" tampak luarnya.
Lalu apa?
Untuk itulah aku mencoba menjadi orang yang memiliki citra buruk dalam anggapanku. Bahwa cowok rambut panjang itu identik dengan "nakal", tak taat aturan, tak bisa menjaga kebersihan, dan segala bentuk keburukan-keburukan lainnya.
Lalu apa?
Aku ingin menjadi mereka si rambut panjang. Ingin merasakan bagaimana dipandang buruk orang lain, dari mulai dua puluh lima orang pertama yang memintaku untuk potong rambut, dan aku masih ingat betul siapa-siapa mereka, lalu dibilang "menjijikkan" oleh salah seorang cewek di angkatan, ada lagi yang mengatakan "sok" dengan adanya rambutku yang terikat rapi di belakang kepala, dan segala macam perlakuan negatif yang lain.
Lalu apa?
Aku ingin mematahkan semua paradigma burukku tentang "si gondrong", jadi aku tak peduli apa kata kalian. Jadi maafkan aku jika beberapa bulan yang lalu kata-kata kalian hanyalah angin lalu buatku.
Lalu apa?
Ya, dan dua belas bulan ini aku berhasil mematahkannya.
Cowok rambut panjang itu "tak selalu" negatif. Aku nggak "nakal", aku taat aturan kok, lalu aku juga sangat menjaga kebersihan, dan aku masih bisa menjadi contoh dalam perlakuan bagi adik-adikku (setidaknya di organisasi luar HMMT, karena memang posisinya di HMMT aku belum punya adik).
Lalu apa?
Jangan tanya dulu, aku akan melanjutkan. Satu lagi anggapan buruk orang lain yang tak kalah menyakitkan jika didengarkan oleh orang gondrong seantero Indonesia. Bahwa gondrong itu terkesan tak berpendidikan, dan jika dibandingkan, tak pantas untuk duduk berdampingan dengan orang-orang hebat. Ya setidaknya itu kata-kata lugu dari seseorang yang secara langsung berkomentar di hadapanku. Tanpa menjawab, aku tersenyum kecil dan pergi.
Lalu apa?
Sst, jangan lanjut bertanya dulu. Aku akan melanjutkan, setelah aku tersenyum meninggalkan orang itu aku sedikit berpikir ulang dan membayangkan flashback saat aku duduk bersama calon orang-orang hebat Fakultas Teknologi Industri bergelar "Mahapatih FTI" di LKMM TM XIII FTI-ITS 2014. Aku merasa asing memang, karena itu awal kali aku duduk di sebuah pelatihan dengan ikat rambut di kepala, dan mungkin juga itulah yang terakhir. Yang aku anggap bisa mematahkan celotehan "orang" yang menganggap cowok gondrong itu terkesan tak berpendidikan, aku menemukan satu keunikan lagi di dalam rahim tempat lahirnya forum komunikasi MERPATI itu. Salah seorang pemandu Merah Putih ada yang berambut gondrong juga.
Lalu apa?
Ya jelas, kesan tak berpendidikan tak lagi dapat dilekatkan dengan "gondrong", dan lagi dia berhasil menginspirasi kami disana. Bapak forkom PASOPATI itu jauh dari kesan orang yang tak hebat. Karena dari awal mahasiswa baru hingga kini, aku masih menganggap mas-mas mbak-mbak pemandu itu KEREN, utamanya pemandu LKMM TM. Ya sedikit membahas terlalu teknis sih, tapi tak apalah, itu contoh kecilnya.
Lalu apa?
Hmm, apa lagi ya? Banyak yang dapat dipetik dari uji cobaku selama dua belas bulan itu.

"Kebanyakan manusia hidup dengan anggapan sebagai kesimpulan akhir premis yang mereka ciptakan, bukan dengan hipotesis, metodologi, langkah kerja, dan kesimpulan valid mereka." - Seorang ayah terbaik

Aku mencoba mengesampingkan ego untuk membenci orang gondrong dengan mencoba menjadi mereka adalah contoh kecil yang dapat diambil. Lebih dari itu ada sebuah anggapan yang telah lama usang dan sering jadi bahan renungan, tapi terlupa untuk diterapkan.

"Jangan mencubit jika tak ingin dicubit, jangan menyakiti jika tak ingin disakiti."

Pernah dengar ini? Aku tak ragu bahwa kalimat ini sudah "tak layak" lagi dijadikan quote fenomenal. Banyak yang sudah mendengarnya, tapi lupa untuk menerapkannya.
Lalu apa?
Apa bagaimana yang dimaksud?
Lalu apa? Apa kaitan ke"gondrong"anmu dengan itu semua?
Jelas, bagi yang meresapi dari awal membaca coretan-coretan ini, aku ingin menghubungkan sebuah anggapan besar yang menjadi paradigma dasar dari manusia yang selama ini terlupa.

Kita sering terlalu mengedepankan egoisme, emosi, dan hal-hal tak valid lainnya yang terbawa oleh segumpal daging dalam dada yang sering menyebut dirinya hati. Aku tak bilang hati itu salah dan logika itu benar. Hanya saja, saat ini lebih sering manusia mengedepankan insting untuk mengerti orang lain. Tanpa harus menanyainya lebih lanjut dan mengetahui lebih dalam, mereka sudah bisa menyimpulkan bagaimana orang itu hanya dengan observasi tak logis yang dilakukan. Tanpa bercuap-cuap dari hati ke hati mereka telah berani dengan gamblang mendeskripsikan orang lain dengan kecondongan arah ke perasaan.
Lalu apa?
Jelas itu kesalahan besar. Berapa kali miss komunikasi menjadi dasaran masalah sepele yang berujung menjadi kasus genosida besar-besaran dalam sebuah tawuran? Jelas-jelas hal itu salah dan masih dianggap keren karena bisa menganalisis orang lain hanya dengan sekali lihat, dengan dalih insting yang berbicara. Tapi tak sadarkah bahwa itu salah satu akhlaqul madzmumah? Su'udzon, berprasangka buruk pada orang lain, dengan dalih sekali lagi insting.
Hal ini lah yang sekali lagi ingin aku sampaikan, sering orang bisa berbicara JANGAN MEMANDANG BUKU HANYA DARI HALAMAN MUKANYA SAJA, tapi tak jarang pula dia hanya bisa mengenal orang lain dengan memandang kulit luarnya saja, penampilannya saja, tanpa mengetahui lebih jauh bagaimana orang itu, untuk mengetahui siapa sebenarnya yang sedang ia "nilai" dari sudut pandang penampilan luar saja.
Lalu apa?
Sekali lagi aku coba hubungkan, aku sekarang sama sekali tak ada anggapan negatif tentang cowok gondrong, karena aku pernah mendalaminya dengan berada di posisi mereka.
Lalu apa?

"Jangan mencubit jika tak ingin dicubit" adalah istilah yang paling tepat untuk orang-orang yang lebih sering berprasangkan dan MEMBICARAKAN ORANG LAIN dengan orang lain tanpa berbicara langsung dengan orang yang dibicarakan. Bahwa dibenci itu sakit, maka jangan membenci. Dan yang paling menampar lagi buatku saat itu adalah sebuah pernyataan langsung dari sesama gondrong, bahwa jadi cowok gondrong yang dianggap buruk itu sakit, makanya jangan pernah menganggap buruk orang gondrong. Yang aku perluas lagi dengan sebuah pernyataan singkat namun bermakna,

"Jika tak mampu memberi jangan merampas, jika tak bisa berbagi tawa, jangan pernah menjadi penyebab tangis, dan jika tak sanggup mengobati jangan pernah coba untuk melukai."

Yakinlah!!! Jika semua orang memiliki toleransi sebesar ini pada kehidupan orang lain, tak akan pernah ada kata FORUM atau RAPAT yang MOLOR, tak akan pernah ada MISI yang TAK SELESAI, dan lagi tak akan pernah ada PERKELAHIAN, KETIDAKCOCOKAN, dan MISS KOMUNIKASI akibat MENGEDEPANKAN EMOSI.
Lalu apa?
Ya, memang heterogenitas adalah biasa, tetapi yang tak biasa adalah ketika kita tak bisa menerima perbedaan yang dibawa orang lain untuk ada dan bersanding bersama kita. Karena manusia kuat adalah manusia yang mampu bertahan menerima rasa sakit, tapi manusia hebat adalah manusia yang mampu mengesampingkan kepentingan emosional pribadi demi kepentingan khalayak yang jauh lebih penting.

EPILOG
Terima kasih MT14, bersama kalian delapan bulan membawaku memiliki pemikiran kecil ini, membawaku ke jalan yang lebih baik dengan lebih bisa memberikan ruang toleransi bagi orang lain, menghargai heterogenitas, dan berhenti untuk berprasangka tanpa ada tindakan nyata untuk mengetahui siapa, apa, dan mengapa.
Dan inilah produk terbaik dari proses bersama dengan generasi MATRICE ke empat belas, sebuah cerita tentang ikat rambut, pola pikir, dan keluarga.
Karena kita ada untuk saling menguatkan, dari mulai kita bersama membentang kain hitam MATRICE dengan pembacaan nama-nama, hingga nanti saat ajal datang menjemput masing-masing dari kita.

*Menyambut moment 1st Anniversary MT14*

#KotakAjaib

1 comment:

  1. I like the point of view that you bring in this post..
    waiting for newly fresh post..

    ReplyDelete

Budayakan comment di setiap situs yang anda kunjungi...
Untuk memulainya, silakan dibiasakan di dalam blog Pujangga Tanpa Inspirasi!!
Terima kasih, Thank You, Gracias, Merci, Syukron, Matur Suwun...

Wanna support???