Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Friday, February 3, 2017

Salam dari 2045: Eka, Lewat Mesin Waktunya

PROLOG
Hai para pendahuluku yang mulia, perkenalkan namaku Eka. Sengaja ayah ibuku menamai diriku Bhinneka Tunggal Ika, entah maksudnya apa. Tahun ini aku genap berusia dua puluh lima tahun, di usia pernikahan ayah ibuku yang ke dua puluh enam. Aku bekerja di salah satu perusahaan riset swasta, yang bekerja sama dengan lembaga riset milik ayahku. Tahun ini, 2045, aku diundang sebagai peraih penghargaan paling bergengsi di seantero bumi, Nobel, lewat sebuah penciptaan alat yang pada zaman kalian dianggap mustahil, Time Travel Machine.

Kali ini kutulis surat pada kalian, setelah apa yang kulakukan semalaman, menangis penuh penyesalan. Mengapa tak dari dulu saja mesin ini tercipta, agar masa lalu, masa kalian, dan masaku dapat dicari tahu, atau bahkan diubah. Aku menangis karena hari ini tak banyak manusia-manusia optimis sepertiku. Dari sekian ratus juta penduduk Indonesia, hanya nol koma sekian yang berani bergerak dan bersuara. Aku sedih, pemerintahan di era saat ini, yang kata kalian akan menjadi zaman keemasan seratus tahun Indonesia berdasar hasil samping dari bonus demografinya, ternyata hanya tinggal nama. Orang-orang yang ada di pemerintahan kini tak banyak bisa diharapkan, segalanya kacau balau tak karuan.

Bahkan ketika kalian bilang era kalian adalah zaman-zaman terburuk, maka aku yakin kalian tak akan mampu membayangkan seperti apa kondisi negeri kalian kini, di zamanku. Jika kalian dulu bertemu dengan masa-masa penuh dengan generasi X-Y-Z yang kalian kotak-kotakkan sendiri, di mana ketiga generasi tersebut saling berlomba menuliskan kelebihan dan kekurangan generasi masing-masing dengan mencela dan menyalahkan generasi yang lain, maka inilah yang terjadi. Generasi di zamanku, yang entah kalian sebut apa (misal kalian tahu kami yang lahir akan seperti ini), generasiku menjadi generasi pencela, generasi penista, dan generasi saling tikung. Persis seperti apa yang kusaksikan lewat mesin yang kubuat sendiri, persis seperti apa yang pernah kalian pertontonkan pada generasi ayah-ibu kami.

Sungguh aku sedih, tergambar jelas di zaman kalian, sebuah fenomena mengerikan yang tak akan pernah terbayang bagaimana dampaknya. Presiden dicaci, pemimpin-pemimpin lainnya dimaki, Ustadz di nistai, kelompok A disakiti, kelompok B dicurigai. Dan bahkan lebih parahnya, generasi muda kalian yang sempat menyesap bagaimana gemerlapnya edukasi luar negeri, lebih memilih menyindir dan melabeli generasi yang lebih muda darinya, dengan sebutan yang sama sekali tak memotivasi. Mataku basah, bukan terharu karena keberhasilan mesin yang kuciptakan sendiri, akan tetapi justru karena apa yang tergambar jelas di mataku telah kelewatan, menciderai nalarku.
Kubatalkan agenda untuk hadir di upacara penyerahan piagam Nobel remeh hari ini. Aku lebih memilih mengurung diri di kamar, dan menulis surat untuk kalian. Ya, kalian para pendahuluku yang mulia, yang lebih bangga dengan gelar penghormatan dan tingginya derajat jabatan bagi kelompoknya, dibandingkan dengan membumi-melebur jadi satu dan menciptakan makna yang sebenarnya dari namaku. Ya, kalian yang lebih bangga dengan besarnya nama kelompok dan golongan. Ya, kalian yang lebih bangga dengan egoisme kalian sendiri, dengan memandang setiap hal secara hitam-putih, kawan-lawan, dan AKU BENAR-KAU SALAH.

Yang kudengar dan kubaca, di era kalian telah banyak istilah-istilah logical fallacy yang dibeberkan dan disosialisasikan lewat berbagai media. Tapi, entah mengapa sepertinya tak ada maknanya sama sekali, tetap saja kalian lakukan, demi sebuah PEMBENARAN golongan yang sependapat dengan kalian. Mataku basah, bukan terharu karena keberhasilan mesin yang kuciptakan sendiri, akan tetapi justru karena apa yang tergambar jelas di mataku telah kelewatan, menciderai nalarku.

Kubahas sekali lagi, hari ini tak banyak manusia-manusia optimis sepertiku. Kalian tahu apa sebabnya? Jawabannya bisa kalian temukan jika kalian membaca suratku dari awal sampai baris ini. Tak banyak yang ingin aku pesankan pada kalian, para pendahuluku, generasi tetuaku. Berhentilah! Sebelum terlambat, dan berakhir seperti apa yang terjadi di zaman ini. Sejujurnya ingin aku tunjukkan pada kalian kondisi Indonesia, dan bahkan dunia, pada masa ini. Tapi aku tak ingin gambar-gambar busuk, yang kupegang saat ini, justru semakin mengendurkan optimisme kalian yang masih berapi-api. Tolong, sekali lagi, hentikan segala hal yang tengah kalian lakukan saat ini. Berhenti nyinyir satu sama lain, berhenti mencaci lawan, atau merendahkan kubu yang kalian anggap tak benar.

Jika semua hal itu masih tetap kalian lakukan, percayalah:

Akan ada saatnya generasi mendatang (terhitung dari masa kalian), TAKUT untuk berharap, TAKUT untuk menggantungkan cita-citanya, dan bahkan TAKUT untuk memegang tampuk "kepemimpinan".

Takut berharap, karena memang kalian selalu menyuguhkan ketiadaan pengharapan dan drama-drama tentang "terlampau buruknya kondisi kalian kala itu". Takut bercita-cita karena saat ingin meminta pendapat dan mencari tahu cara untuk menempuh jalan terbaik seperti yang pernah kalian lakukan sebelumnya, justru kalian cerca dengan kata-kata "apa-apa kok tutorial" atau "usaha sendiri sana, apa-apa kok nanya", sungguh ini kata-kata pedas yang menyakitkan. Takut menjadi pemimpin karena takut menerima konsekuensi menjadi teladan dan "tuntutan selalu benar" di mata khalayak, juga netizen (di era kalian).

Mataku basah, bukan terharu karena keberhasilan mesin yang kuciptakan sendiri, akan tetapi justru karena apa yang tergambar jelas di mataku telah kelewatan, menciderai nalarku. Karena apa yang aku takutkan di "akan ada saatnya..." telah terjadi saat ini, terjadi di masaku. Masa yang seharusnya indah dan penuh kilau keemasan di tengah usia seabad negeri kita.

Tolong, sudahi semuanya! Aku tak sanggup lagi melihat, membaca, dan bahkan mencerna segala ucapan, tulisan, dan segala ujaran kebencian yang kalian lontarkan di era kalian, yang sedang kusaksikan sekarang. Mataku basah, bukan terharu karena keberhasilan mesin yang kuciptakan sendiri, akan tetapi justru karena apa yang tergambar jelas di mataku telah kelewatan, menciderai nalarku.

EPILOG
Tentang tulisan, mengapa kalian tak belajar menulis tentang kebaikan? Mengapa kalian tak mencoba menebar semangat positif? Daripada hanya sekedar mencaci, memaki, dan menebarkan pemikiran destruktif, yang entah mengapa di era kalian justru banyak pengikutnya.

courtesy of: Youtube
*surat ini kutitipkan pada salah seorang dari kalian yang masih berpikir, bahwa apa yang kupikirkan dan kusesalkan adalah "sangat beralasan". Selamat berbenah...

Bhinneka Tunggal Ika,
seseorang dengan optimisme yang masih berkobar seperti kalian,
di belahan dunia yang sama dengan kalian,
hanya berbeda masa dan kondisi, yang kalian tak ingin harapkan akan terjadi.

2 comments:

  1. Memikirkan yang terjadi dinegeri bikin kepala mumet.. dimana-mana orang menebar kebencian. dimana-mana orang saling menuduh. Dmana-mana saling tuding menuding, lapor melaporkan.

    Eka, maafkan para pendahulumu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kita doakan agar segala hal buruk di negeri kita segera berakhir ya, bang...

      Delete

Budayakan comment di setiap situs yang anda kunjungi...
Untuk memulainya, silakan dibiasakan di dalam blog Pujangga Tanpa Inspirasi!!
Terima kasih, Thank You, Gracias, Merci, Syukron, Matur Suwun...

Wanna support???