Description

"Who you are, depends on what do you think about GOD and yourself."

#KotakAjaib
Copy-Paste boleh, asal cerdas! Jangan lupa cantumkan sumbernya ya...
http://tanpa-inspirasi.blogspot.com/

Thursday, October 6, 2016

Puzzle Dari Surga

PROLOG
"Akhir-akhir ini aku muak, dengan segala hal berbau drama yang panjang dan tak bernyawa. Entah dari manapun asalnya, intinya bukan pada akar masalahnya. Justru dari persepsi yang terbangun karenanya," katanya mengomel sendirian.

Desa itu bernama Bumi, telah sangat lama dilanda kekeringan. Kerontang, tak ada kehidupan dan kesenangan (yang dapat dipertontonkan). Orang-orang hidup serba hening, pertukaran kata-kata pun hanya terjadi sebatas formalitas dan kebutuhan, juga kepentingan pribadi. Hubungan antar individu serasa jauh dan tak terkoneksi, meski jembatan bernama dunia maya telah terpancang dengan megahnya. Atau justru itu yang menyebabkannya? Entahlah, kejadian itu terjadi dalam kurun waktu berpuluh-puluh dekade...

Jauh sebelum desa Bumi tercipta, Tuhan menciptakan banyak hal di alam semesta. Dari mulai bintang-bintang berpijar, hingga bulatan-bulatan batuan dengan perpaduan udara dan segala tetek bengeknya. Hingga akhirnya muncul puzzle kecil bernama manusia. Awalnya hanya satu, bersama pasangannya. Namanya Adam dan Hawa, sungguh klasik ceritanya. Tapi kali ini aku tak ingin menceritakan tentang mereka ataupun juga kisah Khuldi dan Iblisnya.

Tuhan telah merencanakan penciptaan puzzle dalam jumlah yang amat sangat besar, jelas. Hingga pada suatu masa puzzle-puzzle itu Dia jatuhkan satu per satu ke desa bernama Bumi. Tentunya diawali dengan puzzle tertua dan terdahulu, Adam dan Hawa. Berjuta tahun berlalu, bahkan sekian tahun dengan nominal angka yang sampai sekarang para ilmuwan pun masih menyandarkan pada hipotesis (yang disepakati bersama) tentang perhitungan kapan desa itu tercipta. Kini Tuhan telah menjatuhkan jutaan puzzle yang telah Dia ciptakan. Puzzle dengan satu gambar utuh, dan satu penampang unik, berwarna-warni, sangat indah. Dia menamakannya kedamaian, ah tidak, Dia juga menyebutnya kesatuan. Eh, atau universe? Entahlah, kau paham maksudku.

Malam itu hujan badai, diselingi dengan salju yang berjatuhan, Salah satu puzzle berjalan sendirian.
"Hujan bulan Desember selalu seperti ini, dinginnya menusuk tulang, dan bahkan meruntuhkan daya tahan," begitu katanya.
"Hei pak tua, apa yang kau lakukan berjalan di tengah badai seperti ini?" teriak salah seorang puzzle lain dari balik jendela.
"Ah sudahlah, jangan pedulikan aku, urusi saja urusanmu di balik tembok tebal itu," selorohnya sambil lalu.

Desa itu adalah masa lalunya, puzzle tua itu terus berjalan menuju arah entah kemana. Dia lelah dengan semua hal. Drama tak bernyawa, ketiadaan rasa juga irama, semuanya hambar baginya. Puzzle itu lelah...

"Aku tercipta dengan peran tak penting memang," gumamnya.
"Tapi apakah aku memang tertulis dalam jutaan rencana-Nya?"

Entahlah, sekali lagi dalam hipotermia puzzle itu berjalan sendiri ke arah yang tak tentu, kadang ke timur, kadang ke barat, dan mungkin juga akan ke selatan atau utara.

Semak belukar keputus asaan menghentikannya sejenak.
Puzzle tua itu tertidur dalam gelap malam, dinginnya angin tak lagi ia pedulikan.

Tahukah kamu? Siapa puzzle tua itu?
Dia adalah "si tengah", sebuah puzzle maha penting yang telah lama mengembara, mencari puzzle-puzzle lain yang (mungkin bisa diselamatkan). Dalam keteraturan irama meski dalam perbedaan dan segala dinamika. Puzzle itu lelah dengan dunia, terutama apa yang terjadi di desa bernama Bumi. Puzzle-puzzle di sini sangat susah untuk menjadi satu. Berdalih pendapat dan acuan terbaik dari satu sudut pandang, telah berhasil memberangus toleransi dan diversity.

"Ah, jangan banyak omong tentang toleransi, nanti ada pihak yang tersungkur dengan batu sandungan yang kau elukan, atau bahkan ada pihak lain juga yang merasa bangga, seolah mendapat bantuan tangga untuk mencapai puncak kesombongan mereka," bisik puzzle tua padaku.

Ah ya, aku lupa, kata itu relatif dan sarat tendensi. Lalu bagaimana pak tua?

"Aku tak peduli lagi, bagaimana kau berceloteh tantang desamu sendiri. Yang pasti aku ingin istirahat. Lelah dengan segala hal berbau persepsi dan pemenangan diri. AKU DIAM!" ujarnya menyeringai padaku, sebelum nafasnya berhenti, sekali lagi.

Ah sudahlah, sang puzzle kunci telah pergi, tak ada harapan lagi untuk desa ini. Sudahlah, tutup mulut saja, aku pun akan melanjutkan perjalanan tanpanya. Memang benar, Tuhan menciptakan kita sebagai puzzle penuh warna, yang tak pernah sadar bahwa sebenarnya kita saling mengisi. Apa mungkin Tuhan yang salah? Melemparkan puzzle ini satu per satu. Sehingga apa? Tak pernah ada pandangan utuh yang tercipta, karena egoisme masing-masing dari kami.

Aku pernah mendengar kata-kata sarat makna tentang manusia puzzle ini,
"Sejujurnya Tuhan telah salah sepertinya, karena telah mengumpamakan manusia puzzle sebagai cermin. Di mana ketika Dia membantingnya ke desa bernama Bumi ini, cermin itu pecah berkeping-keping. Sehingga saat pecahan-pecahan tersebut merefleksikan diri di dalamnya, yang nampak hanya satu pemandangan dirinya, tak ada yang lain, tak ada perspektif utuh yang terpantul (untuk mencerminkan gambaran jelas) menjadi kesatuan puzzle yang utuh. Yang jelas, Sebelumnya Tuhan pernah menamakan kumpulan puzzle yang utuh sebagai kedamaian, atau mungkin juga kesatuan, a universe.

EPILOG
Persepsiku bukan semata hanya milikku, karena kita adalah bagian dari puzzle, atau mungkin juga cermin yang terpisah-terpecah satu sama lain. Yang hanya akan memantulkan apa yang kita inginkan, apa yang kita miliki dan mainkan. Itu semua bukan pandangan utuh seperti apa yang seharusnya ditampakkan. Tapi ini adalah rencana Tuhan, jadi cobalah mempersatukan!!!

No comments:

Post a Comment

Budayakan comment di setiap situs yang anda kunjungi...
Untuk memulainya, silakan dibiasakan di dalam blog Pujangga Tanpa Inspirasi!!
Terima kasih, Thank You, Gracias, Merci, Syukron, Matur Suwun...

Wanna support???